Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peter Lepas Saham XL
Grup Rajawali tidak memiliki saham lagi di Excelcomindo Pratama. Konglomerasi milik Peter Sondakh ini pekan lalu melepas 15,97 persen sahamnya di PT Excelcomindo kepada Emirates Telecommunications Corporation (Etisalat). Perusahaan telekomunikasi asal Uni Emirat Arab itu membeli XL dari tangan anak perusahaan Rajawali, Bella Saphire Ventures Ltd., pada harga premium Rp 3.592 per saham. Total nilai transaksi ini US$ 438 juta (Rp 4,07 triliun).
Menurut Managing Director Grup Rajawali, Darjoto Setiawan, dana hasil penjualan saham XL akan dipakai untuk membiayai ekspansi di bidang properti dan perkebunan sawit di Papua. ”Kami akan mengembangkan perkebunan sawit di Papua dan Papua Barat di bawah Rajawali Plantation,” katanya pekan lalu. Saat ini, Rajawali juga tengah membangun perkebunan sawit di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.
Dengan penjualan saham milik Rajawali, kini komposisi pemilik XL adalah Indocel Holding Sdn. Bhd. (milik Telekom Malaysia) 67,02 persen, Khazanah Nasional Berhad 16,81 persen, Emirates Telecommunications Corporation (Etisalat) International Indonesia Ltd. 15,97 persen, dan publik 0,2 persen. Dengan pembelian itu, Etisalat kini beroperasi di 16 negara.
Dugaan Kartel SMS
Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) meneruskan pemeriksaan dugaan kartel pesan pendek (SMS) oleh operator seluler ke tahap pemeriksaan lanjutan. Keputusan ini diambil komisi setelah melalui pemeriksaan pendahuluan.
Anggota Komisi, Erwin Syahrial, mengatakan, mereka telah memanggil beberapa pimpinan perusahaan operator seluler. ”Memang, ada kejadian yang mengindikasikan terjadinya kartel, tapi apakah itu termasuk kartel atau bukan, belum diputuskan,” kata Erwin, Kamis pekan lalu.
Presiden Direktur PT Excelcomindo Pratama Tbk. (XL) Hasnul Suhaimi menolak tudingan itu. Menurut Hasnul, XL memang berencana menurunkan tarifnya, tapi menunggu peraturan pemerintah. ”Tanpa diminta pun nanti kami akan menurunkan tarif. Tunggu waktunya saja,” ujar Hasnul.
Aburizal Terkayadi Indonesia
ADA ”suksesi” besar pekan lalu. Keluarga Aburizal Bakrie, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, dinobatkan majalah Forbes Asia sebagai orang dengan harta paling banyak se-Indonesia. Dengan kekayaan US$ 5,4 miliar (Rp 50 triliun), ia melengserkan Sukanto Tanoto, bos Grup Raja Garuda Mas sebagai orang terkaya Indonesia 2006 yang kini hartanya senilai US$ 4,7 miliar (Rp 43 triliun).
Laporan yang akan diluncurkan Senin pekan depan itu mengungkapkan kekayaan Ical—nama panggilan Aburizal—tahun lalu baru US$ 1,2 miliar (Rp 11 triliun). Walau terhimpit kasus luapan lumpur panas PT Lapindo Brantas, berkat anak-anak perusahaannya, kekayaan Ical melambung hingga empat kali lipat. Juru bicara keluarga Bakrie, Lalu Mara Satriawangsa, mengatakan, saat ini banyak anak perusahaan yang go public. Kinerjanya juga baik dan transparan sehingga tidak mengherankan jika mendongkrak aset perusahaan. ”Anda bisa lihat sendiri di bursa,” kata Lalu.
Selain itu, menurut Lalu, kekayaan itu juga ditopang bisnis keluarga Bakri yang sudah berjalan lama sejak 1942. Namun, dia menegaskan, kekayaan yang disebut Forbes bukanlah yang dikantongi mantan Menteri Koordinator Perekonomian itu, sebab sejak 2003 Ical tidak lagi mengurusi bisnisnya dan perusahaan keluarga itu ditangani oleh para profesional.
Menurut Forbes, salah satu penyumbang terbesar kekayaan Bakrie adalah PT Bumi Resources, perusahaan induk batu baranya. ”Harga sahamnya naik hingga 600 persen,” tulis laporan itu. Data Bursa Efek Indonesia juga menunjukkan hal yang sama. Pada awal tahun ini, saham emiten berkode BUMI itu diperdagangkan dengan harga Rp 900. Kini harganya melonjak hingga Rp 6.000 per lembar saham.
Aksi korporasi Bumi juga sering membuat kejutan. Terakhir, Herald Resources Limited, perusahaan pertambangan Australia, akan diakuisisi. Semua saham Herald akan diborong melalui anak perusahaannya, Calipso Investment Pte. Penawaran yang diberikan adalah harga premium sebesar Aus$ 455 juta (US$ 397 juta). Presiden Direktur Bumi Resources Ari S. Hudaya yakin penawaran ini sangat menarik. ”Karena memberi kesempatan merealisasi nilai saham mereka dengan premi yang signifikan,” kata Ari pekan lalu.
Terhadap kasus Lapindo, Bakrie berjanji akan membayar ganti rugi kepada korban yang terkena luapan lumpur. Yang menjadi acuan adalah Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Lalu Mara membantah kalau ada yang belum menerima ganti rugi. ”Semua menerima, kecuali yang menolak,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo