Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAFLESSIA Grand Ballroom malam itu sangat meriah. Salah satu ruang di Balai Kartini, gedung pertemuan mewah di kawasan Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, itu bermandi cahaya. Ada pesta di sana. Sejumlah selebriti Ibu Kota, dari penyanyi era 1980 sampai yang terkini, hadir. Beberapa artis sinetron idola ibu-ibu rumah tangga terselip di antara ratusan undangan.
Makanan juga mengalir tak henti-hentinya. Dari menu lokal hingga internasional. Di puncak acara pesta yang berkonsep gala dinner itu, para undangan menyanyi bersama. ”Seru banget,” ujar artis sinetron Jane Shalimar. ”Saya juga sempat menyanyi,” kata presenter Tantowi Yahya. Keduanya mengaku larut dalam pesta itu.
Yang empunya pesta adalah Andy Achmad Sampurna Jaya, Bupati Lampung Tengah. Pesta ini diadakan untuk merayakan ulang tahun Pak Bupati ke-59, yang jatuh pada 2 September 2007. Dua hari sebelumnya, Andy juga menggelar pesta di rumah dinasnya di Gunung Sugih, Lampung Tengah.
Tidak seperti di Jakarta, pesta di rumah dinas itu bersifat terbatas. ”Untuk pejabat dan teman dekat Pak Bupati,” ujar seorang pejabat di sana. Seperti masih kurang, esok harinya penyanyi era 1970 ini menggelar pesta lagi di daerah Trimurjo, Lampung Tengah. Hanya, kali ini undangannya anak yatim-piatu.
Pesta tiga hari berturut-turut ini ternyata mengundang masalah. Pada Jumat dua pekan lalu Andy diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia diduga menerima gratifikasi berkaitan dengan pesta itu. ”Salah satu yang ditanya memang pesta ulang tahunnya di Jakarta,” ujar juru bicara KPK, Johan Budi S.P.
Tak hanya itu, tim Direktorat Gratifikasi KPK juga ”mengejar” Andi dengan koleksi sekitar 200 keris miliknya yang sebagian bergagang emas. ”Pemanggilan ini sifatnya klarifikasi, belum masuk penyelidikan,” kata Johan. Bentuk gratifikasi apa yang dilakukan terhadap Andy, Johan tak bersedia buka mulut. Direktur Gratifikasi KPK, Lambok Hutahuruk, juga sama. ”Sedang dalam proses klarifikasi, saya belum bisa menjelaskan,” ujar Lambok.
Kepada Tempo Andy mengaku memang ditanya seputar pesta ulang tahunnya di Balai Kartini. ”Juga soal harta kekayaan,” katanya. Ia membantah menggelar pesta mewah di Balai Kartini yang tarifnya Rp 30 juta untuk beberapa jam itu. ”Saya cuma tamu yang diundang,” ujarnya. Untuk membuktikan hal itu, ia sudah menyerahkan lembar undangan acara tersebut ke KPK.
Pria yang sering disapa ”Kanjeng” oleh orang-orang dekatnya ini mengaku keluar duit. Tapi, ”cuma” Rp 100 juta. ”Untuk menjamu teman, apa salahnya?” ujar Andy. Menurut dia, tak kurang dari tiga persatuan artis ikut andil dalam pesta itu, seperti Yayasan Artis Peduli Bangsa pimpinan Ebet Kadarusman, Starina pimpinan Diah Iskandar, dan Artis Musisi Indonesia. ”Masa lalu saya dekat dengan mereka,” kata bekas penyanyi grup band The Steel ini. Ia menuding isu ”pesta mewah” itu sengaja diembuskan lawan politiknya menjelang pemilihan Gubernur Lampung tahun depan.
Tak hanya KPK yang mempersoalkan pesta Andy ini. Forum Komunikasi Warga Lampung Tengah pun menyorotinya. ”Dari mana Andy punya uang begitu banyak untuk menggelar pesta?” ujar Sumarsono, Ketua Forum Komunikasi Warga Lampung Tengah. Sumber Tempo di lingkungan orang dekat Andy juga meragukan pesta itu hasil urunan. ”Dia yang ulang tahun, masak orang lain yang membayar,” ujarnya. Sejumlah orang juga mempersoalkan keris bertangkai emas yang dimilikinya, yang diduga diberi orang lain agar mendapat ”proyek” dari Andy.
KPK masih terus ”memburu” Andy. Menurut Johan, pihaknya akan memanggil sang Kanjeng untuk kedua kali. ”Untuk diklarifikasi lebih lanjut,” kata Johan. Jika KPK menemukan bukti ada gratifikasi yang mengarah ke suap, Andy bakal berurusan lebih panjang dengan lembaga pemburu koruptor ini.
Tidak hanya Andy yang tersandung kasus gratifikasi. KPK kini juga menyiapkan panggilan untuk 20 pejabat publik lain. Semua terkait kasus sama: menerima hadiah yang bisa mengarah kepada penyuapan. Siapa mereka, Lambok tak mau buka mulut. ”Untuk kelancaran proses klarifikasi,” katanya beralasan.
Pengamat hukum Romly Atmasasmita menilai wajar jika KPK belum berani ”membuka” nama 20 pejabat itu. ”Karena KPK belum memiliki bukti lengkap,” ujarnya. Menurut Romli, membuktikan seorang pejabat menerima gratifikasi termasuk sulit. ”Kecuali tertangkap tangan”. Nah, dalam kasus ini, KPK tak mau sembrono. Menurut Romly, dalam undang-undang tindak pidana korupsi, gratifikasi dijabarkan sangat luas. ”Mendapat potongan harga, komisi, hiburan, bahkan makan di restoran, kalau terkait dengan tugas atau jabatannya, itu masuk gratifikasi,” kata pakar pidana korupsi ini.
KPK sendiri sudah mengangkat genderang perang untuk melawan para ”penikmat gratifikasi”. Sejak tahun lalu, lembaga ini gencar memberikan penyuluhan di berbagai instansi perihal gratifikasi ini. ”Ini akar korupsi, bahaya kalau dibiarkan,” ujar Deputi Pencegahan KPK, Waluyo.
Tidak hanya itu, seorang sumber di KPK bercerita, lembaga ini berkali-kali mengirim ”pasukannya” untuk mengintai pesta perkawinan anak pejabat. ”Pejabat yang dicurigai menerima hadiah yang tak masuk akan dipanggil dan diperiksa,” ujar sumber Tempo di KPK.
Waluyo tak menampik adanya aparat KPK yang masuk ke pesta yang digelar para pejabat. Menurut dia, KPK memiliki banyak sumber yang memberikan informasi tentang hadiah tak wajar yang diterima para pejabat. ”Ini sekarang yang akan kami bersihkan,” ujarnya.
LRB/Dimas Adityo, Nurochman (Lampung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo