Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam dunia kredit kendaraan, khususnya motor, ada yang disebut sebagai debt collector mata elang. Istilah mata elang diberikan sebab dalam kerjanya, mereka memerlukan ketajaman mata bak elang. Tugasnya mengejar kendaraan yang macet kredit dan si debitur susah ditemui. Debt collector mata elang mencari kendaraan yang menunggal cicilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Selasa, 9 Maret 2021 lalu, beredar video 2 orang mata elang menarik paksa motor dan menganiaya debitur atau yang mengajukan kredit. Video ini terekam oleh kamera CCTV di Jalan Jatinegara Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur. Sebelumnya, 2 orang mata elang tampak menghentikan motor yang sudah menunggak kredit selama 5 bulan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedudukan Hukum Mata Elang
Januari tahun lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan bahwa pihak leasing atau debt collector tidak boleh menarik atau menyita sembarang kendaraan, meskipun tidak dapat menyelesaikan pembayaran. Keputusan tersebut dituangkan dalam putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 yang dipublis pada 6 Januari 2020. Keputusan ini menggugurkan aturan sebelumnya yang membolehkan leasing mengeksekusi sendiri jika kredit tidak lancar. Sebelumnya, aturan yang digunakan ialah pasal 15 ayat 2 dan 3 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Ayat 2 menyebutkan bahwa sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Lalu di dalam ayat 3 dijelaskan bahwa apabila debitur cedera janji, penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual benda Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri. Sederhananya, kreditur atau pihak leasing bisa menarik langsung kendaraan apabila debitur cedera janji. Inilah yang merupakan pangkal dari maraknya profesi debt collector yang menarik mobil atau motor gagal bayar.
Perjanjian fidusia adalah perjanjian utang piutang antara kreditur dengan debitur yang melibatkan penjaminan yang kedudukannya tetap dan dibuat Akta Notaris untuk didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia. Apabila tidak ada jaminan fidusia, pihak pemberi kredit tidak punya hak untuk mengeksekusi objek yang dijaminkan. Alhasil, perjanjian itu menjadi lemah karena dibuat di bawah tangan.
Datanglah keputusan baru MK ini membatalkan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tersebut. Pada putusan nomor 2 yang ditandatangi Ketua MK, dinyatakan bahwa pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Segala mekanisme dan prosedur hukum dalam mengeksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan eksekusi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Jadi, jika debitur keberatan apabila kendaraannya diambil, maka pihak leasing tidak boleh mengambil secara paksa. Leasing boleh mengambil kendaraan jika sudah ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Bagaimana Menghadapi Mata Elang?
Apabila Anda bertemu atau didatangi oleh mata elang, berikut hal-hal yang dapat Anda lakukan:
- Apabila diberhentikan secara paksa, menepilah di tempat ramai
- Jangan panik dan berbicaralah seperti biasa
- Amankan kunci kontak kendaraan
- Tanyakan dan catat identitas mata elang
- Tanyakan identitas pemilik kendaraan yang tertulis di buku milik mata elang tersebut
- Jangan berikan STNK, apapun yang terjadi
- Apabila Anda memang mempunyai masalah dalam hal cicilan, bicarakan dengan baik. Jika memungkinkan, bayar cicilan dengan mentransfer
- Apabila tidak bisa membayar cicilan, bicarakan ke kantor cabang leasing
- Apabila memang tidak sanggup membayar, mintalah surat penarikan kendaraan sebagai bukti yang legal, sehingga jika bertemu mata elang, ini bisa menjadi bukti tidak menunggak kredit.
ANNISA FEBIOLA