Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Video pengendara motor di Depok dikawal petugas polisi karena dikejar orang yang diduga debt collector atau mata elang (matel) viral di media sosial. Berdasarkan keterangan korban, matel mencoba memberhentikan dan mengambil paksa motor yang ditungganginya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tindakan matel untuk mengambil paksa motor pengendara tersebut ternyata menyalahi aturan yang berlaku. Sebab, harus ada beberapa prosedur yang perlu dipenuhi pihak petugas angsuran jika ingin menarik unit ke pemilik yang menunggak pajak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melansir laman Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan pada hari ini, Rabu, 10 Januari 2024, prosedur penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah sebenarnya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Beleid tersebut menerangkan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Dalam Pasal 15 UU tersebu, disebutkan bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan apabila debitor cedera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri.
Namun banyak perbedaan penafsiran pada pasal ini, terkait dengan proses eksekusi atau penarikan jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila kreditnya bermasalah. Sebagian menafsirkan bahwa proses penarikan harus lewat pengadilan, dan sebagian menggangap penarikan bisa dilakukan sendiri atau sepihak oleh debt collector.
Dari multitafsir UU tersebut, pada 2019 diterbitkanlah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, dengan harapan terjadi keseragaman terkait eksekusi jaminan fidusia, khususnya dalam hal penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah. Putusan MK ini mengamini penarikan kendaraan oleh debt collector, namun harus berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan.
Putusan MK itu menyatakan bahwa debt collector yang melakukan penarikan kendaraan harus dilengkapi dengan sertifikat fidusia dan surat kuasa atau surat tugas penarikan. Kemudian petugas juga harus memiliki kartu sertifikat profesi dan kartu identitas.
Apabila debt collector melakukan penarikan paksa atau penarikan ilegal terhadap kendaraan penunggak pajak, maka dapat dikategorikan tindakan pidana dengan ancaman hukuman berdasarkan Pasal 335 KUHP jo Pasal 55 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan atau Pasal 365 KUHP jo Pasal 55 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan.
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di membership.tempo.co/komunitas pilih grup GoOto