Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas meminta masyarakat untuk menunggu langkah konkret pemerintah soal proses pemberian pengampunan kepada para koruptor alias narapidana kasus korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasalnya, Kementerian Hukum pun masih menunggu arahan lebih lanjut dari Presiden Prabowo Subianto. “Nanti bisa menunggu langkah konkret selanjutnya, setelah diberi arahan kepada kami oleh Bapak Presiden,” kata Supratman dalam keterangannya, Selasa, 24 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Supratman menjelaskan, para koruptor tidak serta merta langsung mendapatkan amnesti maupun grasi dari Presiden. Pemberian pengampunan itu tetap diawasi oleh lembaga negara lainnya, seperti Mahkamah Agung (MA) atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden, kata Supratman, perlu meminta pertimbangan MA untuk memberikan grasi, dan meminta pertimbangan DPR untuk memberikan amnesti. “Artinya, perlu ada yang mengawasi sehingga adanya pertimbangan dari kedua institusi.”
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memberikan kesempatan kepada koruptor untuk taubat. Prabowo mengatakan bakal memaafkan para koruptor bila mengembalikan hasil curian uang rakyat. Ia menyampaikan hal itu dalam pidato di hadapan mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, Rabu, 18 Desember 2024 waktu setempat.
"Para koruptor atau yang pernah mencuri, kalau kembalikan yang kau curi, akan saya maafkan," kata Prabowo dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden pada Kamis 19 Desember 2024.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa narapidana kasus korupsi yang akan diberikan amnesti oleh Presiden Prabowo mencapai ribuan.
Dari puluhan ribu narapidana yang rencananya diberi pengampunan, pemberian amnesti itu memang masih didominasi oleh terpidana kejahatan narkotika. “Yang korupsi itu nggak banyak, itu cuma berapa ribu lah,” ujar Yusril di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Jakarta Selatan, pada Jumat, 20 Desember 2024.
Adapun Yusril juga menyebut rencana Prabowo untuk memberikan amnesti atau pengampunan terhadap koruptor yang mengembalikan uang hasil korupsi ke negara tidak melanggar undang-undang. “Ada yang mengatakan itu bertentangan dengan undang-undang. Tapi saya mengatakan begini, harus baca undang-undang lain,” tutur Yusril.
Dia menjelaskan, dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) memang tertuang bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan sifat pidana dari perbuatan korupsi itu sendiri. Namun di lain sisi, ada peraturan yang bersumber dari undang-undang yang lebih tinggi, yakni Undang-Undang Dasar 1945. “Yaitu presiden memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi,” kata dia.
Ia menerangkan, presiden memiliki hak untuk memberikan grasi dengan pertimbangan Mahkamah Agung. Kepala negara juga dapat memberikan amnesti dan abolisi dengan meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. “Amnesti dan abolisi itu bisa diberikan terhadap tindak pidana apapun,” ujar Yusril.
Jika Presiden Prabowo memberikan pengampunan kepada para koruptor, baik yang masih dalam proses peradilan maupun yang sudah divonis, maka perkaranya dianggap selesai.