Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Menumpas Aliran Hadrawi

Polisi dan masyarakat mengepung kompleks Subaeri yang islam ajaran Hadrawi di Pandanan, Madura. Subaeri tewas, Ridho'i & Fauzan luka-luka. Bermula dari sengketa tanah dengan Zakiah sehingga Mustofa dianiaya.

18 Januari 1986 | 00.00 WIB

Menumpas Aliran Hadrawi
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
BELASAN polisi dibantu petugas Koramil setempat sudah bersiaga penuh. Mereka mengepung sebuah kompleks di Desa Pandanan, Madura, terdiri beberapa rumah dan kandang kuda yang dikelilingi pagar serta semak belukar. Lewat pengeras suara Wakil Kapolres Bangkalan, Mayor Suyono, memerintahkan agar Ridho'i dan Fauzan menyerah. Keduanya diduga sebagai pelaku penganiayaan terhadap H. Mustofa. Jawabannya adalah teriakan bernada menantang: "Kalian polisi pulang saja. Kami tak punya urusan dengan pemerintah." Dari sela-sela bangunan gedek terlihat tiga orang wanita menggenggam tombak. Hari makin sore dan penduduk kian tak sabar. Mereka mengancam akan menyerbu sendiri, bila polisi tak juga bertindak. Lewat pukul 15.00, Minggu, 5 Januari lalu itu, petugas akhirnya bergerak. Sembari menggenggam senjata, mereka membawa bubuk kapur yang dlgunakan sebagai gas air mata. Mereka disambut dengan acungan tombak, pisau, dan senjata tajam lain. Beberapa jurus kemudian, pertempuran kecil berakhir. Ridho'i, Fauzan, dan seorang wanita, Maemun, terluka, sedangkan Subaeri tewas kena tembakan. Yang merasa lega atas penyelesaian itu, bukan hanya H. Mustofa, 70, tapi semua penduduk Desa Pandanan. Mereka bukan sekadar kesal. Penduduk menganggap kompleks pimpinan Subaeri, yang dihuni sekitar 25 jiwa terdiri pria, wanita, dan anak-anak yang masih punya hubungan famili, itu tak masuk akal. Mereka memisahkan diri dari pergaulan katanya, untuk "memantapkan keislaman". Mereka menolak memakai barang yang terbuat dari plastik atau logam, kecuali senjata tajam. Mereka juga pantang naik kendaraan kecuali kuda. "Mereka menuduh orang lain kafir atau PKI yang boleh dibunuh. Mereka berperangai panas, mudah kalap," kata Ba'i, Kepala Desa Pandanan. Kelompok eksklusif itu muncul tahun 1980. Imamnya bernama Hadrawi, sudah almarhum. Dia mulanya pengurus masjid di Pandanan yang disegani. Di tahun itu, ia ketahuan mengkorup uang masjid, dan dipecat. Menurut penduduk, Hadrawi kelihatan terpukul sekali, dan mulai bertingkah aneh. Ia mengajak kelima anak dan beberapa kerabatnya berkelompok dalam suatu kompleks. Pada 1983, sekte pimpinan Hadrawi membuat geger. Hadrawi bersengketa soal tanah warisan dengan adiknya, Zakiyah. Ketika Zakiyah dan suaminya, Mustofa, naik haji tanahnya diambil alih. Alasannya "Tanah ini hasilnya tidak boleh dimakan oleh orang PKI." Sepulang dari Mekkah, Zakiyah menuntut lewat pengadilan perdata. Ia dimenangkan karena, antara lain, Hadrawi selalu menolak menghadiri sidang. Sejak itu perselisihan kian meruncing. Pernah, rumah H. Mustofa hendak dibakar. Masjid ikut-ikutan dilempari, sehingga penduduk marah. Polisi yang dilapori datang dan menangkap Hadrawi. Tapi, dengan tombak yang diulurkan anak sulungnya, Subaeri, ia mengamuk dan merusakkan mobil polisi. Hadrawi ditembak, tewas, sedangkan Subaeri tertembak kakinya. Subaeri diadili dan divonis 10 bulan penjara. Dan sekeluar dari LP ia menggantikan peranan sang ayah. Sejak itu pula ia dan para pengikutnya mencari kesempatan untuk mencelakakan pamannya, H. Mustofa. Kesempatan itu datang saat Mustofa hendak menjual kambingnya ke pasar. Ia dicegat oleh Ridho'i--adik Subaeri--dan Fauzan, yang masih ada hubungan darah. Korban ditusuk dengan pisau - untung, ia bisa lari menyelamatkan diri. Penduduk segera menghubungi polisi. Dan akibatnya kita sudah tahu: Subaeri tewas, Ridho'i dan Fauzan terluka cukup parah serta Maemun, yang hanya tersrempet peluru, kini sudah sembuh. Beberapa penghuni kompleks yang selamat kini tengah diperiksa, dan secara resmi tak ada yang berstatus tahanan. Tapi Mat Djamal, yang lolos dari pengepungan, kini dicari. Sur Laporan Yopie Hidayat (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus