INI penipuan yang sungguh licin. Mulanya money changer PT Pracico ditelepon oleh Johan, Direktur CV Dirgantara, yang beralamat di Jalan Salak Barat di Jakarta Barat. Johan ingin menukar rupiah dengan dolar, sebanyak US$ 60 ribu dan Singapura $ 4 ribu. Dua petugas dikawal seorang satpam PT Pracico segera mengantar uang senilai hampir Rp 70 juta itu ke kantor Dirgantara. Mereka diterima oleh Johan. Uang dolar dihitung, lalu dimasukkan ke dalam laci, dan dikunci. Sementara Johan menuju ruang sebelah, sang tamu dipersilakan menunggu sebentar. Meski sudah ditunggu lama sekali, Johan tak juga muncul. Mereka memeriksa ke dalam, dan menjumpai kantor tersebut kosong melompong. Johan dan seorang rekannya telah kabur lewat tembok yang sudah sengaja dijebol. Uang senilai hampir Rp 70 juta, tentu saja, dibawa serta. Johan, 51, yang sebenarnya bernama Darmawan Arsyad, dan Atam alias Thio Seng Gie, 53, tertangkap Sabtu dua pekan lalu. Keduanya, menurut Mayor Ashikin, Kadit Serse Polres Jakarta Barat, seperti halnya orang upahan. Perencana dan otak penipuan itu adalah orang yang disebut-sebut bernama Acong, yang kini menghilang. Kuat dugaan, si Acong itu pulalah yang pada 9 Desember lalu mempecundangi perusahaan valuta asing PT Artha Alex Indo Utama sebesar US$ 32 ribu. "Modus yang digunakan sama," tutur Ashikin. CV Dirgantara, yang ternyata hanya perusahaan bohong-bohongan, pertama kali berhubungan dengan PT Pracico pada 23 Desember. Ketika itu, kata Direktur Pracico Eric Susilo, Johan datang dan mengatakan ingin menukar rupiah dengan dolar sebanyak US$ 25 ribu. Sebagai panjar, ia menyerahkan Rp 2 juta, dan berpesan agar petugas money changer itu datang ke kantornya di Jalan Salak Barat untuk menyelesaikan jual beli tersebut. Esoknya, Johan menelepon, dan minta dikirim US$ 15 ribu untuk ditukar dengan rupiah. Alasannya, "Kami tidak percaya dengan rupiah. Mendingan menyimpan dolar." Transaksi yang dilangsungkan di kantor CV Dirgantara itu berjalan lancar. Setelah dolar diserahkan, Johan membayar dengan rupiah berdasar kurs yang sudah disepakati. Pada 27 Desember, Johan kembali menelepon, dan minta disediakan US$ 60 ribu dan Singapura $ 4 ribu. Karena kepercayaan bahwa CV Dirgantara cukup bonafide, permintaan itu diluluskan. Uang diantar, dan kali itu PT Pracico betul-betul kecolongan. Laci yang digunakan menaruh uang dolar, ternyata, bukan sembarang laci. Laci itu mepet ke tembok, dan di bagian yang mepet itu - dengan temboknya sekalian - diberi berlubang cukup lebar untuk memasukkan sebuah tangan. Nah, ketika Johan memasukkan dolar ke dalam laci dan kemudian menguncinya, Acong buru-buru mengambilnya dari ruang sebelah. Mereka lalu kabur lewat tembok yang sudah dibobok, melintasi tanah kosong, dan menuju mobil Acong yang memang sudah disiapkan. Johan alias Darmawan, yang kini ditahan, mengaku tak tahu banyak tentang Acong. "Kami hanya diajak bekerja, dan kalau kerjanya rapi akan dibayar Rp 5 juta," katanya. Bayaran untuk Atam lebih rendah, hanya Rp 2,5 juta. Dan upah itu sudah mereka terima, tak lama setelah Acong mengantungi hampir Rp 70 juta. Mcnurut Ashikin, yang dialami PT Pracico persis sama dengan yang menimpa PT Artha Alex Indo Utama, 9 Desember lalu. Ketika itu, perusahaan tersebut ditelepon PT Wastu Kencana, yang memerlukan US$ 32 ribu. Perusahaan yang katanya bergerak di bidang perdagangan umum dan macam-macam itu ternyata cuma papan nama. Begitu uang diantar, bosnya, yang menamakan diri Edy Susanto, kabur lewat pintu belakang. Tinggallah tiga karyawati di situ terheran-heran. Ashikin menduga, Edy dan ketiga karyawati itu juga hanya orang yang sengaja dipasang untuk tujuan penipuan. Dan bila melihat modusnya, ia yakin Aconglah otaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini