Delta Plaza memburu bekas penyewa gedungnya ke pengadilan. Salah seorang tergugat, Edward S. Soeryadjaya, menuntut balik Rp 1 trilyun. DELTA Plaza Surabaya, pusat perbelanjaan yang semula dicanangkan terbesar di Asia Tenggara itu, kini "sakit-sakitan". Hanya sedikit ruang pada lantai I dan II pertokoan itu yang terisi. Sisanya melompong tak berpenghuni. Ruang bermain anak-anak di lantai III dan IV, yang pernah hiruk-pikuk, kini senyap. Sejak berdiri tiga tahun lalu dan diresmikan Presiden Soeharto pada Juni 1988, Delta Plaza bisa dibilang gagal total. Nasibnya belum berubah, kendati pada April lalu, pusat pertokoan mewah yang dibangun dengan biaya Rp 100 milyar lebih oleh pengusaha asal Ambon, Tanihaha, itu dibeli Salim Group seharga Rp 135 milyar. Selain terjerat kemelut keuangan, pemilik dan pengelola Delta Plaza, PT Surabaya Delta Plaza (SDP), kini juga berurusan dengan Pengadilan Negeri Surabaya. Pekan-pekan ini, SDP menuntut tiga perusahaan bekas penyewa ruangan di Delta Plaza, yakni Rimo Department Store, Combi Furniture, dan PT Surya Nusaraya Motor (SNM). Ketiga perusahaan itu dianggap SDP menunggak sewa ruangan. Rimo, misalnya, dituding telah menunggak sewa ruangan sampai senilai Rp 3 milyar. Semula, Rimo menyewa ruangan seluas 4.623,10 m2 di lantai I, II, dan III, dengan tarif sewa per bulan sekitar US$ 25, plus service charge sekitar US$ 23/m2. Sementara itu, Combi, yang menyewa ruang seluas 888,71 m2 di lantai II, dengan sewa sekitar US$ 12,5, dianggap tak melunasi sewa sekitar Rp 2 milyar. Akan halnya PT SNM, yang bergerak di bidang perbengkelan dan show room mobil, dituduh PT SDP tak pernah memenuhi kewajiban sewanya, sejak masuk ke Delta Plaza pada Maret 1988 sampai Desember 1990, sebesar Rp 20 milyar. "Selama ini kami sudah cukup sabar menagih tunggakan itu. Bahkan terlalu sabar. Tapi rupanya kami dipermainkan," kata pengacara PT SDP, Soetedja Djajasasmita. Menariknya, dalam gugatan terhadap PT SNM, ternyata nama bos Summa Group, Edward S. Soeryadjaya, juga ditarik sebagai tergugat. Sebab, menurut Soetedja, nama Edward tercantum sebagai pendiri PT SNM. Bahkan nama Edward, dalam akta pendirian PT SNM yang dibuat di hadapan Notaris Nyonya Rukmansanti pada 20 Januari 1988, berada di urutan pertama. Akibat gugatan itu, pada April lalu rumah Edward di Jakarta telanjur disita pengadilan. Tapi, gara-gara itu pula, PT SDP kena batunya. Melalui pengacara H.K. Kosasih, Edward menggugat balik PT SDP dan menuntut ganti rugi dari PT SNM -- - bukan main -- Rp 1 trilyun. Sebab, "Edward sama sekali bukan pengurus ataupun pemegang saham PT SNM," ujar Kosasih. Lebih dari itu, Kosasih malah menilai gugatan SDP itu cuma isapan jempol belaka. Sebab, sebelum perjanjian sewa-menyewa ruangan antara PT SNM dan PT SDP dibuat, kata Kosasih, sebetulnya ada perjanjian, tapi lisan. Isinya, jika mau menyewa ruang di Delta Plaza, SNM diperbolehkan membangun sarana perhotelan dan motor centre di situ. Tapi, setelah perjanjian sewa ditandatangani, sambung Kosasih, ternyata SDP ingkar janji. Belakangan, juga lewat kesepakatan lisan, SDP "membayar janji" dengan memperkenankan SNM membayar tarif sewa ruangan hanya Rp 25 juta saja per bulan. SNM pun selalu melunasi harga sewa baru itu, sampai mencapai pembayaran Rp 1,5 milyar. Tiba-tiba, pada 28 Desember 1990, tutur Kosasih, SDP menutup semua pintu masuk ke ruang yang disewa SNM, sekaligus juga memutuskan aliran listrik dan air. Menurut Kosasih, peristiwa ini ada kaitannya dengan gagalnya usaha Tanihaha untuk meminjam uang sebesar Rp 25 milyar dari Edward. Putra William S. Soeryadjaya itu, kata Kosasih, juga pernah ditawari Tanihaha membeli Delta Plaza seharga Rp 182 milyar. Soetedja Djajasasmita, sebaliknya, membantah dalih Kosasih. Perjanjian ataupun kesepakatan yang dibilang hanya secara lisan itu, kata Soetedja, tidak pernah ada. Ia juga menampik tudingan adanya latar belakang usaha Tanihaha meminjam uang tersebut. "Cukup alasan meminta pertanggungjawaban Edward dalam urusan sewa-menyewa yang macet itu," kata Soetedja. Laporan Jalil Hakim (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini