Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ardi Sedaka mengaku ditekan penyidik selama pemeriksaan.
Polisi dituduh tak menggubris pembelaan Ardi dan kawan-kawan.
Ada dugaan konflik kepentingan polisi selama penyidikan.
DI pengujung sidang, Ardi Sedaka, mantan Head of Client Relationship Bank Permata, membuat pernyataan mengejutkan. Ia menyatakan tak mengakui hasil pemeriksaan di kepolisian yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan. “Saya mencabut seluruh keterangan dalam berkas pemeriksaan,” ujarnya seperti yang ditayangkan dalam rekaman persidangan yang berlangsung pada Senin, 11 Agustus lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ardi berstatus terdakwa kasus kredit fiktif Bank Permata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada hari itu, persidangan menghadirkan sejumlah saksi. Sidang ditayangkan secara virtual. Ia mengikuti persidangan dari gedung Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain Ardi, tujuh mantan pegawai Bank Permata turut menjadi terdakwa kasus yang sama. Mereka adalah staf kantor pusat Bank Permata dan cabang Makassar, Sulawesi Selatan.
Polisi menelisik kredit fiktif ini sejak 2018. Ardi dan pegawai lain dituduh tidak menerapkan prinsip kehati-hatian saat mengabulkan permohonan kredit PT Megah Jaya Prima Lestari, sesuai dengan Undang-Undang Perbankan.
Bank Permata mengucurkan kredit secara bertahap hingga Rp 892 miliar kepada PT Megah Jaya pada 2013-2015. PT Megah Jaya mengajukan kredit untuk membiayai tujuh proyek ladang minyak dan gas dari PT Pertamina. Angsuran kredit macet sejak 2017. Belakangan, Bank Permata mendapati kredit tersebut fiktif.
Ardi mengklaim keterangannya selama penyidikan dibuat dalam keadaan tertekan. Penyidik tak menggubris pembelaannya selama pemeriksaan. Ia menduga penyidik sudah menyiapkan jawaban dari tiap pertanyaan yang dilontarkan. “Klien saya seolah-olah tinggal menandatangani berkas tersebut,” kata pengacara Ardi, Didit Wijayanto Wijaya. Ardi dan delapan pegawai lain menggunakan jasa penasihat hukum berbeda.
Didit menilai penyidikan kasus tersebut berlumur kejanggalan. Menurut dia, penerapan Undang-Undang Perbankan dalam kasus tersebut tak bisa menjadi dasar penyidikan. Sebab, penyelesaian kasus itu hendaknya ditangani lebih dulu oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Ia menduga polisi hendak menjadikan kliennya sebagai tumbal. Sebab, dugaan keteledoran dalam pencairan kredit tidak mengacu pada aturan perundang-undangan, melainkan aturan internal Bank Permata. Ardi disebut melanggar aturan soal trade checking—pemeriksaan kegiatan bisnis debitor—dan menyetujui kredit meski “tidak ada surat permohonan kredit” yang diajukan oleh debitor.
Saat dimintai konfirmasi, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigadir Jenderal Helmy Santika enggan menjelaskan duduk perkara penyidikan ini. Ia tak menanggapi sejumlah pertanyaan soal keberatan Ardi dan pengacaranya.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono mengaku belum mendalami penyidikan kasus tersebut. “Saya belum tahu kasus ini,” ujarnya, Kamis, 13 Agustus lalu.
Juru bicara Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Andhi Ardhani, menilai pencabutan berkas Ardi tak akan banyak mempengaruhi jaksa penuntut umum. Menurut dia, pencabutan berkas hanya bisa dilakukan sejauh didukung alasan yang diterima oleh hukum. “Jadi biar nanti hakim yang menentukan,” katanya.
RIKY FERDIANTO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo