SETELAH "perang tanding" antarkubu berlangsung hampir setengah tahun, akhirnya semua dedengkot lkadin dikumpulkan sang "suhu", Menteri Kehakiman Ismail Saleh. Bak memberikan "nasi bungkus", petinggi hukum itu, dalam acara berbuka puasa Kamis pekan lalu, "mengusulkan" agar munas advokat itu dilangsungkan di Jakarta, pada 14-16 Juni 1990. Menariknya, para pentolan Ikadin, yahg selama ini berlaga hanya untuk menentukan tempat, waktu, dan hak suara di munas, tiba-tiba bertingkah "manis" menyambut paket lsmail Saleh. Padahal, pekan lalu, perang antara kubu ketua umum Ikadin Harjono dan kelompok Yan Apul sebelumnya saingan berat Harjono di bursa ketua umum -- mencapai klimaksnya. Rabu pekan lalu, Ketua DPC Jakarta Rudhy A. Lontoh, yang dikenal sebagai ujung tombak kubu Yan memecat Ketua Umum (1985-1989) Harjono Tjitrosoebono dan Sekjen Djohan Djauhary dari keanggotaan Ikadin Cabang Jakarta. Tindakan itu merupakan balasan setelah Harjona memecat Yan Apul, Denny Kailimang, Arrizal Boer, dan Hakim Simamora. Sebelumnya, kelompok Yan mengadukan kelompok Harjono ke Polda Metro Jaya karena dianggap menghina. Peperangan di antara pengurus Ikadin itu bermula dari tindakan Harjono menunda munas Ikadain, yang semula direncanakan pada 8-10 November tahun lalu. Penundaan itu dianggap kelompok Yan, yang yakin akan memenangkan pertarungan saat itu, sebagai taktik Harjono menghindari kekalahan. Tudingan itu belakangan memang beralasan. Di raker yang diadakan kelompok Harjono pada akhir November itu, kubu Yan benar-benar "dipecundangi". Hak suara yang semula pada anggota pada raker itu diubah menjadi hak cabang. Artinya, Yan yang semula mengandalkan suara cabang Jakarta dengan 443 anggota seluruh Indonesia terdaftar 786 anggota akan lumpuh bila hak suara ada pada cabang. Selain itu, kubu Harjono berhasil memindahkan tempat munas ke Surabaya, jauh dari "markas" kelompok Yan Apul di Jakarta. Menariknya, belakangan, kubu Harjono tiba-tiba mati angin", begitu sang kuda hitam Gani Djemat muncul di gelanggang. Gani, selain mendapat "restu" sepenuhnya dari Ismail Saleh, juga mendapat massa dari kelompok Yan, yang berkoalisi setelah "digebuk" Harjono. Bahkan rencana Harjono untuk melaksanakan munas Ikadin di Surabaya pada akhir Januari lalu terpaksa urung karena tidak mendapat rekomendasi dari Menteri Kehakiman. Setelah itu, rencara munas Ikadin semakin terkatung-katung. Sebab, lsmail Saleh tak hendak memberikan rekomendasi bila yang menghadap bukan pengurus lengkap Ikadin -- termasuk Dewan Penasihat (DP), dan Dewan Kehormatan (DK). Sementara, peperangan antarkubu Ikadin bukannya semakin mereda, malah sebaliknya. Di tengah suasana kacau-balau itulah, Ismail Saleh mengundang secara pribadi semua eksponen Ikadin untuk berbuka puasa di Departemen Kehakiman, Jakarta Pertemuan langka ini ini berlangsung hampir satu setengah jam yang tertutup buat pers dan dihadiri 50 orang pengurus Ikadin mulai dari jajaran DPP, komisaris. Dewan Kehormatan Dewan Penasihat (DP) DPC, sampai koordinator daerah. Ternyata konsep Ismail Saleh benar-benar berjalan mulus di acara itu Menurut beberapa peserta yang hadir, Ismaii Saleh membuka pertemuan itu dengan meminta kesepakatan hadirin tentang masih perlunya eksistensi Ikadin dipertahankan. Setelah mendapat jawaban "ya", barulah Ismail Saleh mengusulkan agar munas tetap diadakan di Jakarta dengan penyelenggara Dewan Penasihat. Sebab, menurut Ismail, munas pertama sebuah organisasi besar artinya bila dilaksanakan di tempat organisasi itu berdomisili. Bukan tak ada suara kelompok Harjono yang ingin mempertahankan keputusan rakernas Ikadin agar munas diadakan di Surabaya. Tapi suara itu hilang begitu Menteri mengeluarkan surat DPP Ikadin, yang memberitahukan penundaan munas pada November 1989. Pada surat tertanggal 6 November itu. DPP Ikadin yang diketuai Harjono meminta rekomendasi untuk menyelenggarakan munas di Jakarta pada Januari 1990. "Ini Saudara sendiri yang meminta munas di Jakarta, bukan saya," kata Ismail Saleh kepada Harjono. Selain itu, Ismail Saleh juga mengusulkan agar munas tetap berjalan seperti anggaran dasar semula, suara pada anggota kendati rakernas menentukan lain. "Itu kesalahan DPP, yang menganggap hasil rakernas sudah suatu keputusan. Padahal, cuma untuk rekomendasi ke munas," kata Ismail, sebagaimana dituturkan seorang pengurus lkadin Jakarta. Meski kelompok Harjono terpukul keras di pertemuan itu hampir semua konsep Harjono dianulir -- "paket" Ismail bergulir mulus. Tak terdengar debat keras, sebagai ciri khas advokat. Yang ada suara tawa dan keplok tangan. "Betul-betul segar dan penuh keakraban. Kami tak menyangka Pak Ismail begitu wellcome," ujar Harjono Tjitrosoebono. Sementara itu, Gani Djemat, kuda hitam yang diramalkan akan memenangkan pertarungan di munas nanti, menilai pertemuan itu "amat bagus". Toh seusai acara itu kelompok Harjono berkali-kali mengadakan pertemuan dengan beberapa anggota daerah. Boleh jadi, Harjono "jeri" juga. Sebab, hampir semua usul Ismail itu sama dengan keinginan kubu Yan Apul. "Itu kan forum konsultasi saja. Apa-apa yang dianjurkan Pak Ismail tidak otomatis mengikat," kata Harjono. R.O. Tambunan, salah seorang pendukung Harjono, lebih tegas lagi mengatakan usul Ismail Saleh itu agak sulit dilakoni. Sebab. "Para peserta rakernas sudah mengamanatkan agar munas berlangsung di Surabaya dengan sistem hak suara pada perwakilan cabang-cabang," ucapnya. Sebaliknya, menurut Yan Apul, tak ada jalan lain lagi bagi Ikadin, kecuali melaksanakan usul Menteri itu. Apalagi, sambungnya, Harjono terbukti tak bisa mengatasi masalah Ikadin. Agaknya, memang organisasi sehebat Ikadin pun masih perlu "nasi bungkus" dari atas. Karni Ilyas, Happy S., G. Sugrahetty D.K., Muchlis H.J. (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini