KEPOLISIAN masih terus melakukan penertiban di dalam tubuhnya
sendiri. Kali ini Kadapol XI/Nusatenggara, Brigjen (Pol) Drs.
Pamoedji tidak tanggung-tanggung. Setelah melakukan skorsing
terhadap dua orang bawahannya, Sertu Anak Agung Gde Raka Tata,
35 tahun, dan Bharatu I Nengah Diasna, 22 tahun, ia meminta
Kapolri dan Menhankam agar memecat kedua bawahannya itu. Sebab
Tata dan Diasna dianggap terbukti melakukan pemeriksaan dengan
kekerasan terhadap gadis Ni Suwesti, 12 tahun, yang dituduh
mencuri uang Rp 20.000.
Seminggu menjelang lebaran ada upacara khusus di halaman Makodak
(Markas Komando Daerah Kepolisian), XI Nusra Denpasar, selesai
rapat Komando Pimpinan. Dua orang petugas polisi tersebut
ditampilkan di depan peserta upacara yang terdiri dari pejabat
teras Kodak XI Nusra dan semua kesatuan di jajaran Kodak
tersebut. Dengan wajah sedih hari itu, Anak Agung Gede Raka Tata
dan I Nengah Diasna menerima amplop dari Drs. Pamoedji. Isinya
pemecatan sementara sampai waktu yang tidak ditentukan.
Ceritanya dimulai 21 Juli lalu, ketika murid kelas I SMP,
Suwesti, dijemput ketika ia sedang makan siang sepulang dari
sekolah oleh AA Gde Raka Tata. Walau tanpa surat perintah, ibu
Suwesti terpaksa melepaskan kepergian anak gadisnya itu dibawa
ke Kosek Tembuku (Kabupaten Bangli). "Saya memang seperti mau
menangis, tetapi apa yang akan saya perbuat?" tutur Nyoman
Jepun, ibu Suwesti kemudian.
Di kantor polisi, Suwesti disodori tuduhan mencuri uang milik
nenek Jro Mangku yang bertetangga dengan Suwesti. Anak ini
memang sering menginap di rumah tetangganya itu, karena sekelas
dengan cucu si nenek, Budiasih. Karena gadis kecil itu tidak
mengaku, dua orang petugas menjadi penasaran. Semua pakaian
Suwesti, kecuali rok dalam dilucuti. Kedua tangan dan kakinya
diborgol, sementara pinggangnya ditusuk dengan pengaris. Leher
Suwesti sempat pula kena cekek, sementara rambutnya yang panjang
dipotong-potong.
Cabai di Mata
Masih belum puas, I Nengah Diasna vang bersama Raka Tata
memeriksa Suwesti, menyulut lengan kanan Suwesti dengan puntung
rokok, dan bekasnya masih kelihatan, ketika Suwesti ditemui dua
minggu lalu. Bahkan Diasna mencoba mencabai mata Suwesti.
"Untung saya mengelak," ujar Suwesti di rumahnya Desa Bangbang,
Kecamatan Tembuku, Bangli. Sorenya baru Suwesti dibolehkan
pulang.
Berita sedih yang menimpa anak gadis ini, muncul di harian Bali
Post 29 Juli. Setelah membacanya beberapa pejabat di Makodak XI
Nusra tergugah, Dansek Tembuku, Peltu Ida Bagus Radvana
dipanggil atasannya. "Saya baru tahu, telah komandan
menyodorkan koran tadi," kata Radyana. Di buku laporan harian
yang ada di ruang kerjanya memang tidak tertulis adanya
perlakuan kasar terhadap Suwesti.
Radyana kemudian mengusut. Hasilnya, "tidak benar
penganiayaan sepi diberitakan itu," ujarnya. Ia merasa berita
tentang pemeriksaan Suwesti terlalu dibesar-besarkan. Apalagi
menurutnya, Nyoman Sukarma-- keluarga Jro Mangku yang menuduh
dan melaporkan Suwesti, sudah mencabut laporannya, karena akan
diselesaikan secara kekeluargaan." Dengan demikian persoalan
sudah saya anggap selesai," katanya.
Penganiayaan yang dilakukan anak buahnya menurut Radyana
sebenarnya tidak ada. Semua tuduhan tentang perlakuan kedua
petugas seperti memborgol, memasukkan ke dalam sel, memercikkan
cabai hanyalah semacam gertakan agar Suwesti mengaku Tentang
sulutan rokok, menurut Radyana terjadi tanpa disengaja sama
sekali oleh Diasna. Ketika Diasna memeriksa dan menyolek tangan
kanan Suwesti, rokok yang terselip di jari Diasna tersentuh ke
tangan Suwesti. "Itu tidak berarti disengaja," kata Radyana.
Ia tidak membantah Suwesti dimasukkan ke dalam sel, "tetapi sel
itu tidak terkunci," dalih Radyana. Di bantahnya pula bahwa
gadis kecil itu telah diborgol dari jam 13.00 sampai jam 18.00.
Sayangnya, bantahan Radyana tidak banyak menolong. Suwesti yang
dipanggil sehari sebelum surat skorsing dikeluarkan, ternyata
mengungkapkan kejadian sebenarnya dan meyakinkan. Terhadap
keputusan skorsing itu Radyana menilai, terlalu keras tanpa
mendengarkan pembelaan anggota.
Kadapol memang tidak bersikap lunak menghadapi kasus ini. Dua
hari setelah menjatuhkan skorsing Brigjen(Pol), Drs. Pamoedji
sudah berada di Mabak, melapor kepada Kapolri. Ia mengusulkan
kedua petugasnya itu dipecat oleh Kapolri dan Menhankam. Tapi
rupanya putusan akhir bagi kedua anggota Polri itu tergantung
pada hasil pemeriksaan yang hingga kini terus dilakukan Makodak
XI Nusra. "Tergantung dari pemeriksaan itu nantinya, apakah
kedua anggota Polri itu akan diajukan ke pengadilan atau
mendapat tindakan dai atasan," ujar Brigjen (Pol) Darmawan,
Kadispen MABAK, kepada TEMPO akhir pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini