ANCEMON DAN NOMOR LAINNYA
Karya/Sutradara: Ikranagara
Produksi: Teater Saja
Pemain: Ikranagara, Wienda Daniel, Suprayitno, Pratomo
JIKA kenyataan ditutup-tutupi, maka ia akan memberontak dalam
dirinya sendiri. Dan tidak mustail akan berubah menjadi
kekuatan sosial politik," ujar Ikranagara, membuka
pementasannya.
Kalimat itu, yang keren, dan juga basi, diulang-ulangnya
bagai seorang anak remaja menghafalkan kata-kata mutiara. Juga
tokoh yang bernama Ancemon berulang-ulang menjelaskan
kemalangannya dengan kalimat itu-itu juga.
Konon perempuan itu ditinggal mati suaminya. Lalu ketika ia
hendak mencairkan uang simpanannya di bank, tiba-tiba ada
beberapa perempuan lainnya yang mengaku juga bernama Ancemon dan
merasa berhak atas uang itu. Seterusnya, kasus itu akan diajukan
ke pengadilan.
Nomor berikutnya diberi judul Mumpungisme. Tentang seorang
pemuda yang terus-menerus berkeluh kesah tentang ibu dan
bapaknya yang sedany jadi penguasa. Si ibu, menurutnya, selalu
mengatur si bapak. Dan di bagian akhir sang anak tiba-tiba
berpikir "Jangan-jangan, bapakku koruptor," katanya.
Bagian terakhir Haha Haha. Tentang seorang pejabat bawahan yang
frustrasi karena laporan tentang rakyat di desanya yang
kelaparan tak digubris atasannya. Sesudah nomor ini, Ikra muncul
lagi dan mengulangi kata-kata mutiaranya.
Tentang pertunjukannya yang berlangsung di Teater Tertutup TlM,
20-24 Agustus ini, Ikra menyebut "Saya sedang asyik dengan
imaji-imaji teatrikal yang singkat-padat-mantap seperti batu
granit. Atau yang singkat-panas-membakar seperti meteor!" Juga
hebat.
Hanya yang muncul di pentas ternyata sekedar
pernyataan-pernyataan tanpa imaji, seperti pembacaan sobekan
koran edisi beberapa bulan lalu -- ditambah aksi. Penonton
sendiri tidak bertepuk-mereka sudah lama tahu.
Kalau benar ini kesempatan terakhir yang diberikan Dewan
Kesenian Jakarta kepada 'Teater Saja', maka lebih baik
dikatakan bahwa Ikra memang tidak berbakat sebagai pencipta. Ia
bagus sebagai kritikus atau pemikir mengenai teater dan
sekitarnya, dan bidang itu sebenarnya terhormat.
Yudhistira A.N.M. Massardi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini