Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan menilai sikap pimpinan KPK terhadap laporan Ombudsman RI mengenai tes wawasan kebangsaan memalukan. Dia menilai KPK seharusnya menganggap masalah TWK sebagai skandal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Memang keterlaluan dan membuat malu,” kata dia lewat keterangan tertulis, Kamis, 5 Agustus 2021. Dia mengatakan temuan Ombudsman mengenai permasalahan TWK adalah hal yang serius. Proses TWK, kata dia, suatu skandal serius dalam upaya pemberantasan korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Novel mengatakan mestinya pimpinan KPK meminta maaf mengetahui fakta itu. “Setidaknya responnya minta maaf,” ujar pegawai yang terancam dipecat karena TWK ini.
Namun sikap pimpinan KPK, kata dia, justru menolak tindakan korektif yang disampaikan oleh Ombudsman RI. “Luar biasa, ini memalukan dan menggambarkan hal yang tidak semestinya dilakukan oleh pejabat penegak hukum,” kata Novel Baswedan.
Dia mengatakan kaidah penting yang mesti dipegang pejabat penegak hukum adalah taat hukum dan jujur. Sayangnya, kata dia, pimpinan KPK tidak bisa mencontoh hal itu.
Sebelumnya, KPK menolak menjalankan tindakan koreksi yang diminta Ombudsman RI dalam proses alih status pegawai. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan 13 poin keberatan.
Beberapa poin di antaranya ialah KPK menilai Ombudsman tidak punya wewenang memeriksa proses pembentukan Peraturan KPK yang mengatur tentang alih status pegawai. Menurut dia, yang memiliki wewenang memeriksa aturan itu secara formil maupun materil adalah Mahkamah Agung.
Ghufron mengatakan Ombudsman seharusnya menolak laporan yang dibuat oleh pegawai KPK. Sebab, kata dia, laporan tersebut sedang diperiksa oleh lembaga peradilan.
Dia mengatakan Ombudsman wajib menghentikan pemeriksaan laporan yang juga sedang diperiksa di pengadilan untuk menjaga independensi hakim. “Kalau ada lembaga lain yang ikut memeriksa dan bahkan mendahuluinya, harus dipandang melanggar konstitusi,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.