Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Dua Pekan Sebelum Penangkapan
Di kantor KPK , dalam sebuah rapat, para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi mengendus transaksi suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga.
2. Sepekan sebelumnya
Melalui Mindo Rosalina Manulang, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam meminta fee ke PT Duta Graha Indah setelah memenangi proyek wisma atlet SEA Games ke-21 di Palembang.
3.Kamis, 21 April pukul 12.00 wib
Enam penyidik KPK meluncur dari kantor KPK mengendarai Toyota Avanza dan Innova hitam menuju kantor Kementerian di kawasan Senayan, samping gedung TVRI.
4. pukul 13.00 wib
Tiba di Kementerian, enam penyidik menyebar. Dua di depan, dua di lobi, dua di area parkir. Sambil minum teh botol atau makan.
5. Pukul 16.00 WIB
Rosalina datang bersama Direktur PT Duta Graha Indah Mohammad el-Idris. Mereka naik Toyota Alphard Vellfire. Keduanya masuk kantor Kementerian.
Idris menjinjing map hijau, sedangkan Rosalina menenteng tas hitam. Naik lift, mereka menuju lantai tiga, ruangan Wafid.
6. Pukul 16.00 WIB
Idris dan Rosalina pamit pulang. Saat turun dari tangga lobi, empat penyidik KPK menyergap Rosalina dan Idris.
7. Pukul 18.00 WIB
Di lobi, mereka dicecar soal isi map hijau dan keperluan bertemu dengan Wafid.
8. Pukul 19.00 WIB
Para petugas KPK lalu mengontak rekannya yang lain di kantor untuk datang.
Enam penyidik datang untuk membantu penggeledahan.
Idris dan Rosalina dibawa naik ke ruangan Wafid.
Tahu ada penyidik KPK, Wafid dan stafnya panik. Awalnya, Wafid bungkam soal keberadaan map. Penyelidik KPK menggeledah lantai 3.
9. Pukul 19.30 WIB
Wafid, Idris, dan Rosalina digelandang ke KPK. Sejumlah anggota staf Kementerian Pemuda dan Olahraga juga dibawa untuk diperiksa. Dua dus dokumen proyek wisma atlet disita.
Setelah diperiksa 20 jam, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. "Anda kami tahan," kata penyidik.
Malam itu juga tim lain menggeledah kantor Rosalina, PT Anak Negeri, dan kantor Idris, PT Duta Graha Indah. Di sini petugas menemukan sejumlah cek kosong. Dari kantor Rosalina, KPK membawa dokumen yang diangkut tiga mobil.
10. Senin, 25 April
KPK mengumumkan penangkapan itu.
KELUAR dari mobil tahanan, Mindo Rosalina Manulang bergegas masuk kantor Komisi Pemberantasan Korupsi. Rabu pekan lalu, inilah untuk pertama kalinya Direktur Marketing PT Anak Negeri itu diperiksa sebagai tersangka. Sebelumnya, Kamis dua pekan lalu, ia diinterogasi para penyelidik KPK hingga hampir 20 jam. Tapi saat itu KPK belum berhasil banyak mengorek cerita dari wanita berumur 36 tahun ini.
Rosa tak langsung dibawa ke ruang pemeriksaan di lantai delapan. Penyidik Komisi meminta ibu dua anak itu memastikan dulu pengacaranya. Di daftar ada dua kubu pengacara yang mengklaim akan mendampingi Rosa dalam perkara suap pembangunan wisma atlet untuk SEA Games ke-26 di Palembang ini. Kubu pertama pengacara yang ditunjuk perusahaan. Sedangkan yang kedua pengacara yang ditunjuk Rosa. "Kuasa pengacara dari perusahaan sudah dibatalkan," kata Kamarudin Simanjuntak, pengacara Rosa, kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Sehari setelah dicokok, Rosa memang sempat mengiyakan penunjukan pengacara yang mengaku diperintah bosnya, Muhammad Nazaruddin, pemilik PT Anak Negeri. Selain pengusaha, Nazaruddin kini terjun ke dunia politik. Ia sekarang menjabat Bendahara Umum Partai Demokrat.
Namun, dua hari setelah penangkapannya itu, ia mencabut surat kuasa pengacara versi perusahaannya. Surat pencabutan kuasa ia tulis dalam selembar folio bermeterai Rp 6.000. Selain dikirim ke KPK, surat itu dikirim ke Nazaruddin. Hari itu juga ia menunjuk tim Kamarudin.
Tapi, Jumat pekan lalu, ketika menjalani pemeriksaan lanjutan, giliran tim Kamarudin yang tidak diakui Rosa. Rosa menyatakan sudah mencabut kuasa untuk Kamarudin. Itu ia lakukan pada Rabu sore pekan lalu, setelah menjalani pemeriksaan. Rosa memutuskan kembali ke tim pengacara yang ditunjuk bosnya, yang dipimpin Djufri Taufik. Pencabutan kuasa itu tak pelak membuat Kamarudin berang. "Ini semata-mata agar Rosa tetap bungkam," katanya. Tapi soal ini dibantah Djufri. "Tidak ada itu," katanya. Djufri menegaskan, sejak awal, dialah pengacara Rosa.
Kamis dua pekan lalu memang hari sial untuk Rosa. Ia ditangkap karena diduga menyuap Wafid. Ketika Rosa ditangkap di ruang Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga di kawasan Senayan itu, petugas KPK mendapati ia tengah memberikan tiga lembar cek BCA senilai Rp 3,2 miliar kepada Wafid. Rosa datang ke kantor Wafid bersama Direktur PT Duta Graha Indah Mohammad el-Idris. Cek itu diduga sebagai fee atas bantuan Wafid mengegolkan proyek wisma atlet SEA Games 2011 di Palembang, yang telah berada di tangan Duta Graha. Rosalah yang membawa Idris ke Wafid.
Malam itu juga ketiganya diinterogasi di markas KPK di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Setelah diperiksa hingga lebih dari 15 jam, mereka ditahan. Wafid ditahan di Rumah Tahanan Cipinang, Rosa di tahanan Polda Metro Jaya, dan Idris mendekam di Rumah Tahanan Salemba. Beberapa hari kemudian Rosa dipindahkan ke Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Menurut Kamarudin, saat diperiksa Rabu pekan lalu, awalnya Rosa tutup mulut. Rosa melakukan aksi diam ini lantaran ditekan sejumlah utusan Nazaruddin yang datang ke selnya. Mereka meminta Rosa tidak membeberkan peran bosnya. Karena tak tahan, ujar Kamarudin, Rosa sampai membentur-benturkan kepalanya ke dinding.
Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya, Rabu pekan lalu, Rosa pun buka mulut. Dia mengaku hanya korban. Rosa mengatakan Nazaruddinlah yang memerintahkan dia mendampingi Duta Graha dalam tender wisma atlet. Ia mengaku juga diperintah Nazaruddin untuk mempertemukan Idris dengan Wafid.
Kepada wartawan, setelah diperiksa selama enam jam Rabu pekan lalu itu, Rosa tak mau buka mulut ketika dicecar pertanyaan sejauh apa peran Nazaruddin dalam perkara suap ini. "Yang jelas bukan saya," katanya pendek.
PERKENALAN Rosa dengan Wafid berawal di restoran hidangan laut di bilangan Senayan, Jakarta Selatan, Juni 2010. Rosa mengaku saat itu diminta Nazaruddin menemani atasannya tersebut makan malam bersama Wafid. Di pertemuan inilah Wafid meminta Nazaruddin mencarikan perusahaan untuk membangun wisma atlet di Stadion Gelora Jakabaring, Palembang. Nazaruddin, demikian pengakuan Rosa di depan penyidik, menyebut sebuah perusahaan yang juga kolega bisnisnya: Duta Graha.
Sepekan kemudian, Idris mendatangi Rosa di kantornya di Tower Permai, Jalan Warung Buncit 27, Jakarta Selatan. Idris minta bantuan dipertemukan dengan Wafid. Beberapa kali kemudian, pada Juni 2010 itu, ia mengantar Idris menemui Wafid di kantornya, Kementerian Olahraga, untuk membicarakan proyek wisma atlet. Setelah berkali-kali bertemu, tercapailah kesepakatan. Wafid setuju membantu Duta Graha mendapat proyek wisma atlet, tapi dengan syarat Duta menyetor fee untuknya.
Menurut sumber Tempo, pada September 2010, Nazaruddin membuat pertemuan dengan direksi Duta untuk membicarakan bagian fee-nya. Pertemuan itu dilakukan di restoran Nippon Kan, Hotel Sultan, Jakarta Selatan. Di pertemuan itu, Nazaruddin meminta fee 13 persen jika Duta Graha benar-benar mendapatkan tender wisma atlet. Soal fee 13 persen ini juga diungkap Rosa kepada penyidik.
Pada September itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memang tengah menggelar prakualifikasi lelang proyek wisma atlet yang ditargetkan rampung sebelum SEA Games dimulai, pada 11 November tahun ini. Dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2010, pagu anggaran pembangunan lima tower gedung berkapasitas 4.000 orang tersebut Rp 197,7 miliar. Kendati pelaksana lelangnya pemerintah daerah, keputusan pemenang tetap ditentukan pusat.
Upaya Rosa mendekati Wafid ternyata tak sia-sia. Kepada penyidik, seperti yang dikatakan sumber Tempo, Rosa menyatakan itu juga lantaran ditunjang lobi-lobi kencang bosnya. Ketika pengumuman lelang, Duta Graha pun muncul sebagai pemenang. Sejak itulah Wafid berulang-ulang menagih fee-nya. Kepada Rosa, Wafid memberi tenggat 20 April. Wafid menyatakan tengah butuh dana Rp 5 miliar. Tapi Idris hanya menyanggupi Rp 3,2 miliar, itu pun dalam bentuk cek. Cek itulah yang ditemukan KPK saat menangkap Wafid, Rosa, dan Idris di ruang kerja Wafid.
Pengacara Wafid, Erman Umar, membantah kliennya meminta fee. Uang itu, kata Erman, dana talangan untuk pra-SEA Games. Erman membenarkan bahwa Wafid mengenal Rosa dan sejumlah politikus di Senayan. "Tapi, kalau Nazaruddin, saya tidak tahu," katanya. Karena itulah, menurut dia, kliennya tak bisa dijerat KPK dengan cek dan uang yang ditemukan KPK di ruang kerja kliennya. "Itu bukan senjata makan tuan," ujarnya, mengistilahkan cek dan uang sebagai "senjata".
Para penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi kini mulai melirik peran Nazaruddin. Menurut sumber Tempo, sejumlah penyelidik kini tengah menelisik tumpukan-tumpukan dokumen yang mereka angkut dari kantor Rosa. Beberapa jam setelah menangkap Rosa, Idris, dan Wafid, penyelidik memang memeriksa ruang kerja Rosa di kantornya di Warung Buncit. Selain mengangkut beberapa kardus berisi dokumen, di kantor itu penyelidik menemukan puluhan cek kosong.
Sementara Rosa mengaku Nazaruddin bosnya, tak demikian dengan Nazaruddin. Salah satu orang penting di jajaran Partai Demokrat itu membantah memiliki anggota staf bernama Mindo Rosalina Manulang. Nazaruddin juga menyatakan tak kenal Wafid. Ia juga menegaskan tak pernah mengurusi proyek pembangunan wisma atlet. Proyek itu, ujarnya, bukan dalam lingkup program mitra kerjanya di Dewan Perwakilan Rakyat. Di DPR, Nazaruddin memang duduk di Komisi Hukum, bukan Komisi Olahraga. Nazaruddin juga menegaskan tak punya kantor di Jalan Warung Buncit, Jakarta Selatan. "Tuduhan ke saya itu mengada-ada dan fiktif," katanya.
Anton Aprianto, Setri Yasra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo