Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Obat Haram di Gudang Rahasia

Seorang pemilik pabrik obat memproduksi sejumlah obat palsu di gudangnya yang ia sembunyikan di bawah tanah. Diduga didistribusikan ke lima kota besar.

3 Februari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Transaksi itu kerap mereka lakukan di rumah makan Podomoro di kompleks Sumbersari, Jalan Soekarno-Hatta, Bandung. Budi Hartono datang dengan membawa mobil Colt-nya yang bernomor D-1788. Di sana sudah menunggu Rudy, kolega "bisnis"-nya. Sehabis menyantap makanan, Rudy menyerahkan sejumlah uang. Adapun dari Budi, ia menerima kunci mobil Colt. Mobil itu pun berpindah tangan.

Dua-tiga hari kemudian, mereka bertemu lagi di tempat yang sama. Kali ini Rudy mengembalikan mobil itu. "Di dalamnya sudah ada bahan-bahan obat," kata seorang penyelidik kepada Tempo. Menurut polisi yang sudah berpekan-pekan menelisik transaksi itu, dalam seminggu, kedua orang tersebut bisa bertemu dua-tiga kali di Podomoro. Dan selalu begitu, mobil berpindah tangan, lalu kembali lagi.

Bisnis dua orang itu memang bukan bisnis biasa. Di dalam mobilnya itu, Budi menjejalkan beribu-ribu obat ilegal. Obat itulah yang lalu dibawa Rudy. Kemudian giliran Rudy mengirim bahan baku pembuat obat.

Jumat dua pekan lalu, bisnis haram dua orang itu dibongkar polisi. Sejumlah reserse menggerebek rumah Budi di perumahan Dian Permai Blok M, Kelurahan Babakan, Bandung. Rumah ini sehari-hari merupakan kantor PT Himajaya Raya, pabrik obat milik Budi.

Di sana polisi menemukan sekitar 100 ribu butir obat merek Carnophen, 60 ribu butir merek Carminofein, dan 40 ribu butir merek Somadril-Compositum. Ketiga obat penghilang rasa nyeri otot ini mengandung zat karisoprodol, yang sejak September 2013 dilarang Badan Pengawas Obat dan Makanan. Di luar obat-obat itu, penyelidik juga menemukan 200 ribu butir Kalsium Laktat.

Terletak sekitar satu kilometer dari Podomoro, jika lalu lintas tak padat, untuk mencapai rumah makan itu, Budi hanya perlu waktu lima menit. Tak aneh jika ia memilih restoran tersebut sebagai lokasi pertemuan.

Kepada Tempo, seusai penangkapan Budi, pengelola Podomoro, Edi, menyatakan tak mengenal Budi dan Rudy. "Tapi, kalau bertemu, mungkin saya mengenal wajahnya," ujarnya.

Dengan kapasitas produksi pabrik mencapai 600 ribu butir per hari, polisi menghitung omzet Budi tiap hari mencapai Rp 540 juta atau sekitar Rp 15 miliar per bulan. Polisi memperkirakan pabrik obat palsu tersebut beroperasi sejak dua tahun lalu.

Budi mendekam di sel tahanan Kepolisian Daerah Jawa Barat. Adapun Rudy lebih "licin". Ia melarikan diri. Menurut Kepala Polda Jawa Barat Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan, Budi, antara lain, akan dibidik dengan Pasal 197 Undang-Undang tentang Kesehatan, yakni pemalsuan obat. "Ancaman hukumannya bisa 15 tahun penjara," kata Iriawan.

l l l

OBAT palsu itu diproduksi di sebuah "ruang rahasia" di kompleks gudang obat Budi yang terkesan tengah direnovasi karena penuh tumpukan batu bata. Pria 56 tahun ini mengkamuflase sedemikian rupa tempat itu sehingga orang tak menyangka ada kamar lain di dalam gudang tersebut.

Untuk mencapai gudang itu, orang mesti melalui tumpukan batu bata memakai tangga. Setelah itu, melalui tangga lain, turun ke bawah. Di sana ada sebuah ruangan berukuran sekitar 200 meter persegi. Itulah "bilik" rahasia pengolah obat ilegal.

Senin pekan lalu, saat Tempo memasuki kamar itu, bau bahan-bahan kimia tercium keras dan sekaligus memedihkan mata. Di sebelah kiri ruangan tampak tumpukan karung bahan baku obat-obat palsu itu dan ratusan helai stiker merek obat. Ratusan tablet bertulisan "Carminofein", "Carnophen", dan "Somadril" tampak dikemas dalam bungkus warna perak. Adapun tablet lain yang bertulisan "Kalsium Laktat" dikemas dalam tabung plastik warna putih.

Tak jauh dari karung-karung yang bertulisan "Ceolus" dan "Budenheim"—bahan baku obat—tampak dua mesin pembungkus obat sekaligus pengecap tanggal serta beberapa mesin pencetak dan pengering tablet.

Menurut Iriawan, bahan-bahan baku obat itu sebelumnya diolah menggunakan mesin di pabrik utama PT Himajaya Raya. Nah, setelah "setengah jadi", lantas dikirim ke gudang tersembunyi tersebut. "Di gudang itu lalu dicetak jadi tablet, dikemas, dan dipak," ucap Iriawan.

Carminofein memang merupakan merek dagang PT Himajaya Raya. Adapun Carnophen merek dagang PT Zenith Pharmaceuticals, perusahaan obat yang berlokasi di Semarang. Sedangkan Somadril-Compositum dimiliki PT Actavis, Bogor. Ketiga obat ini mengandung karisoprodol. Budi rupanya memalsukan obat dari dua perusahaan itu.

Menurut Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Bandung Supriyanto Utomo, karisoprodol adalah senyawa kimia untuk pelemas otot. Melalui metabolisme tubuh, karisoprodol akan menghasilkan efek samping berupa zat yang disebut mefrobamat. "Mefrobamat termasuk psikotropika. Kendati dosisnya kecil, kari­soprodol rawan disalahgunakan," ujar Supriyanto.

Berbeda dengan obat-obatan tadi, tablet Kalsium—yang juga diproduksi di "bunker" Budi—merupakan obat yang dijual bebas. Hanya, kata Supriyanto, lantaran di ke­masan tablet itu tak tercantum komposisi, registrasi dan tanggal pembuatan, keamanannya tak dijamin.

Budi mengaku ia memang memproduksi obat-obat palsu itu. "Sejak tujuh bulan lalu," ucapnya kepada penyelidik. Menurut Budi, ide membuat obat palsu itu dari Rudy, kawan lamanya yang ia kenal di Jalan Pramuka, Jakarta Timur—kawasan yang juga dikenal sebagai sentra penjualan obat-obatan—pada 2009. Pada Mei 2013, Rudy mengontak Budi mengajak memproduksi obat palsu. Inisiatif membuat gudang bawah tanah itu pun, kata Budi, dari Rudy. Keduanya berbagi tugas. Budi memproduksi, sedangkan Rudy memasarkan sekaligus menyuplai bahan baku.

Obat palsu ini tersedot di pasar. Tablet yang mengandung karisoprodol, misalnya, sebelum dilarang harganya Rp 2.000. Tapi, setelah obat itu dilarang BPOM, harganya di pasar melonjak hingga mencapai di atas Rp 6.000 per tablet. Budi mengaku terus memproduksi obat itu karena permintaannya tinggi. "Kalau enggak laku, untuk apa dibikin?" ujar pria yang mengaku pernah kuliah program D-3 jurusan tekstil di sebuah perguruan tinggi di Bandung ini kepada Tempo.

Dihubungi Tempo pekan lalu, Deputi Badan Pengawas Obat dan Makanan Retno Tyas Utami menyatakan BPOM melarang peredaran karisoprodol karena pihaknya menemukan obat itu disalahgunakan. Obat itu, kata Retno, ternyata banyak beredar di klub malam dan tempat pelacuran. "Dari tahun ke tahun kecenderungan penyalahgunaan terus meningkat." Menurut dia, karisoprodol dilarang di beberapa negara Eropa dan Amerika karena masuk golongan psikotropika. Sedangkan di Cina dan India, obat ini legal. "Pasokan bahan diperkirakan dari dua negara itu," ucapnya.

Dari penelusuran kepolisian dan BPOM, ada lima pedagang besar farmasi yang terlibat dalam proses distribusi jaringan obat palsu Budi. Mereka di antaranya Pharma Indo Sukses (Makassar), Efata Fajar Anugerah (Surabaya), dan Cibadak Agung Perkasa (Bandung). "Ketiga distributor ini pernah mendapat peringatan dari BPOM karena tak memenuhi beberapa persyaratan dalam mendistribusikan obat," kata Retno. Nah, menurut dia, dari pedagang besar farmasi ini, obat didistribusikan ke mana-mana. "Dengan terlibat dalam proses distribusi obat palsu, mereka bisa dikenai sanksi ditutup," ucap Retno.

PT Himajaya Raya juga rupanya sudah masuk "radar" BPOM. Perusahaan ini berdiri pada 2004 dan memiliki izin produksi obat 15 merek. Pada 2012, BPOM menemukan perusahaan ini melakukan sejumlah pelanggaran, antara lain termasuk tak tertib administrasi pelaporan. Survei BPOM pada 2013 juga menemukan tak ada apotek dan rumah sakit yang menggunakan produk Himajaya. Menurut Retno, dengan peristiwa ini, selain pemiliknya bisa dimasukkan ke penjara, izin perusahaan itu bisa dicabut oleh BPOM.

Yuliawati (Jakarta), Erick P. Hardi (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus