Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Paket-paket mr. x

Mayat-mayat tak dikenal yang diduga residivis atau bandit bergelimpangan di beberapa kota. Pihak polisi menyangkal melakukan penembakan. (krim)

9 Februari 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUATU malam, Heru terbangun mendengar derum mobil di muka rumah, yang disusul gonggongan anjing. Wartawan mingguan Swadesi dan majalah Fakta yang tinggal di Jalan Dermawan, Kediri, itu pun segera keluar membawa lampu senter. Di halaman rumah, sekitar tiga meter dari pintu, Heru menyaksikan pemandangan yang sungguh tidak sedap. Sesosok mayat pria berkulit kuning, tinggi sekitar 170 cm, tergeletak di sana dalam keadaan telanjang. Lambung, dada, dan perut serta kepalanya penuh luka - seperti kena tembak - dan masih mengalirkan darah segar. Kaki dan tangannya terikat tali plastik. Ayah tiga anak itu segera melapor ke kepala desa. Esoknya ia juga melapor ke Polsek dan Koramil setempat. Belum lagi kasus paket mayat misterius pada medio Januari lalu itu terungkap, pekan lalu penduduk di belahan lain kota di Jawa Timur itu turut geger. Sesosok mayat, lelaki berusia 30-an, tanpa identitas, dijumpai tergeletak di halaman kantor Departemen P & K daerah Kepung. Di punggung mayat yang bercelana pendek dan berkaus cokelat itu ditemukan sesuatu yang istimewa berupa tulisan berbunyi: "365 maling". Apa maksud tulisan, orang hanya bisa menduga-duga. Ada, misalnya, yang menghubungkan angka tadi dengan pasal 365 KUHP, yang mengancam pidana mati bagi pencuri yang menganiaya korbannya sampai meninggal. Tapi polisi belum bisa memastikan. Sebab, seperti dikatakan wakil kapolwil Kediri Letkol Soemari Hardjo kepada TEMPO, polisi masih terus mengusut. Tapi, penduduk Kediri mungkin tak heran benar bila menjumpai mayat semacam itu. Beberapa hari sebelum Heru dikirimi "paket", tetangganya, Camat Soeroto, juga kebagian. Padahal, Pak Camat merasa tak pernah punya dosa apa-apa. Desa Keras, tempat Heru dan Soeroto bermukim, tampaknya memang dijadikan semacam lokasi pembuangan. Dalam beberapa bulan terakhir tercatat sudah lima mayat tak dikenal didrop - entah oleh siapa - di sana. Dan penduduk umumnya memperlakukan mayat-mayat tadi sebagai warga desanya sendiri. Mayat tersebut dimandikan, dikafani, dan disembahyangkan. "Sesuai dengan ajaran agama, mayat 'kan harus dihormati," ujar Zaini, modin Desa Keras, yang selalu mengurus mayat-mayat droping itu. Mayat misterius - umumnya dengan luka mematikan di kepala - rupanya memang masih terus berjatuhan. Di Pasuruan, misalnya, dalam dua hari berturut-turut pada minggu terakhir Januari lalu, ditemukan empat sosok korban. Tubuh yang sudah tak bernyawa itu ditemukan masing-masing di tepi jalan desa di Raci, Bendungan, Sidogiri, dan Wonokoyo. Achmad Soetomo, kepala desa Wonokoyo, mengakui bahwa pada dinihari sebelum mayat ditemukan di desanya, ia mendengar empat letusan senjata api. Namun, siapa yang menembak dan siapa yang menJadl korban, ia tak tahu. Yang jelas, mayat yang ditemukan di wilayahnya, bukan warga Desa Wonokoyo. Di Medan, ternyata, juga sering ditemukan mayat tanpa identitas. Dalam sehari, medio Oktober 1984 lalu, misalnya, dijumpai lima mayat tergeletak. Satu di antaranya, yang bercelana Lee, terbujur di halaman rumah Letkol CPM Sutio, kepala Pomdam II Bukit Barisan. Selain terdapat luka tembak, mayat-mayat tadi umumnya diikat tali plastik - yang warnanya sama. Hal itu menimbulkan dugaan bahwa pelaku penembakan adalah orang atau kelompok yang sama. Sejak Oktober itu, menurut sebuah sumber, di Medan dan sekitarnya paling tidak ada 40 mayat ditemukan. Dan seperti yang dijumpai di kota-kota lain, mayat itu umumnya berusia 30-an, berbadan kekar dan banyak yang bertato. Kesemuanya oleh plhak rumah sakit kemudian dikuburkan di pekuburan Jalan Denai Ujung, yang dikenal sebagai kubur untuk "Mr. X", alias orang tak dikenal. Namun, kata sumber itu lagi, mereka itu bukannya tak dikenal sama sekali. "Mereka itu residivis yang sudah sulit dituntun ke jalan yang benar," katanya kepada TEMPO. Di beberapa kota Jawa Barat, residivis juga banyak yang tewas. Abas Buntung, 36, belum lama ini ditemukan sudah tak bernyawa dekat terminal bis di Cikampek. Sedang mayat lain, yang diduga keras jeger atau gali, terkapar di Lembang dan Soreang, Bandung. Juga di Jakarta, tak sedikit korban yang jatuh. Dari 90 lebih korban yang tewas karena senjata api tahun lalu, kata SUmber TEMPO, "Bisa dikatakan yang sebagian besar adalah residivis." Namun, polisi umumnya membantah seolah para residivis itu tewas akibat operasi memberantas kejahatan yang terus dilancarkan. Kapolda Jakarta Mayjen Soedarmadji, misalnya, kepada TEMPO belum lama ini menyatakan bahwa tak pernah ada perintah tembak di tempat. Kecuali bila petugas dalam keadaan yang terjepit. Dan kalaupun ada penjahat yang tertembak, katanya, korban biasanya segera dibawa ke rumah sakit. Bila ia tewas, visum dibuat, dan keluarganya segera diberitahu. Letkol Sinoeng Hadi Soekarto, kepala kepolisian Pasuruan, juga menyatakan tak pernah merazia residivis, meski diakuinya di wilayahnya kenaikan angka kejahatan cukup tinggi. "Kasus penemuan mayat di Pasuruan sedang diusut, dan pembunuhnya masih dilacak," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus