Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Paspor palsu, heroin murni

Tiga orang Indonesia menyelundupkan heroin dari Muangthai ke Australia. Para pelaku diantaranya, Radzmawan, 55, bekas pejabat bea cukai yang menggunakan paspor palsu. (krim)

9 Februari 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BARANGKALI, inilah penyelundupan narkotik terbesar yang pernah dilakukan orang Indonesia di luar negeri: menyelundupkan 5 kg heroin murni ke Australia. Heroin tadi, yang ditaksir senilai A$ 2,5 juta atau hampir Rp 2,25 milyar, menurut sumber TEMPO di Sydney, dibawa oleh tiga orang Indonesia dari Muangthai. Ketiga orang itu, Drs. Radzmawan, Hendrik Honosutono, dan Maulana Salim, kini ditahan polisi di Sydney. Mereka ditangkap 2 Agustus lalu, beberapa saat sewaktu hendak meninggalkan Benua Kanguru itu. Istri Hendrik - yang menginap di Park Hotel, Sydney, bersama suaminya - turut pula ditangkap. Belum diketahui bagaimana nasibnya kini. Dikabarkan, kasus penyelundupan narkotik itu akan disidangkan April mendatang di high court (pengadilan tinggi). Keterlibatan orang Indonesia dalam bisnis obat bius di Australia itu diungkapkan pertama kali oleh kapolda Jakarta, Mayjen Soedarmadji, dua pekan lalu. Sewaktu membeberkan kasus paspor dinas palsu, Soedarmadji menyebutkan, pemegangnya ada yang menggunakannya untuk menyelundupkan heroin. Pemegang paspor dinas palsu tadi tak lain tiga nama yang telah disebutkan di atas. Menurut sumber di Sydney, mereka tidak tertangkap basah. Tapi, polisi antinarkotik berhasil melacak jejak mereka, yang telah melakukan kontak dan mengadakan transaksi dengan pengedar narkotik setempat. Sebanyak 5 kg heroin, dengan kadar kemurnian sampai 80%, diakui para tersangka telah dimasukkan ke Australia lewat peti kemas. Barang itu sendiri terbungkus rapi dengan handuk. Drs. Radzmawan, 55, menurut sumber di Mabes Polri, nama lengkapnya adalah R.M. Radzmawan Adiputranto. Ia bekas pejabat Bea Cukai yang ditempatkan di Bangkok. Tapi pada 1970, pria ganteng kelahiran Surakarta itu di berhentikan karena dinilai indisipliner. Antara lain, ia menolak dialihtugaskan ke Sumatera. Terakhir ia tercatat sebagai eksportir, dan memang sering bepergian ke luar negeri. IA ditangkap polisi Australia karena mencoba membawa uang Australia sebanyak A$ 20.000. Padahal, menurut ketentuan, seorang warga negara asing hanya diperkenankan maksimum membawa A$ 2.000. Ketentuan tersebut kini dinaikkan menjadi A$ 5.000. Sewaktu diperiksa, menurut Kolonel Tonny S.K., kepala Bakersinpol Mabes Polri, Radzmawan mengaku sebagai manajer keuangan pada Departemen Keuangan RI. Dan di Australia, ia mengaku sedang bertugas menyelldiki sindikat heroin di Asia Tenggara, bersama petugas Bea Cukai. Pengakuannya itulah, justru, yang membuat polisi curiga. Apalagi, sewaktu dicek, "Di KBRI Bangkok namanya sudah masuk black-list sebagai orang yang sering memalsukan tanda tangan." Ia pun ditahan. Hendrik Honosutono, 32, menurut sumber TEMPO, adalah lelaki keturunan Cina kelahiran Kupang. Sedangkan Maulana Aulia Salim bin M. Mutlik, 34, dikenal sebagai makelar mobil dan calo tanah di Jakarta. Selain ketiga WNI itu, menurut berita yangditerima Kolonel Tonnyf dalam kasus penyelundupan itu juga terlibat beberapa nama lain. Masing-masing James Hang, Johnny Ying, serta Keun Yung, orang Australia dan Fun, Cheun Kun, orang Hong Kong. Adalah Fung yang disebut-sebut sebagai sumber heroin itu. Pada Oktober lalu, Salim diadili di lower court (pengadilan rendah). Ia terbukti menggunakan paspor palsu, visa palsu, dan mencoba membawa keluar uang Australia A$ 8 ribu. Untuk kesalahan soal paspor palsu, ia divonis 1 bulan penjara. Untuk kasus visa palsu dan "menyelundupkan" dolar, masing-masing kena 10 hari atau denda A$ 500. Menurut Inspektur Lacey, perwira polisi dikedubes Australia, Salim tampaknya sulit disangkutkan dengan kasus narkotik. Sebab, tak ditemukan bukti cukup kuat yang menunjukkan keterlibatannya. Tapi Radzmawan dan Hendrik, kata Lacey, tampaknya bakal kena jaring. "Tetapi semuanya tergantung pada hakim," kata Lacey lagi. Di Australia, hukuman maksimum bagi penyelundup narkotik adalah penjara seumur hidup atau 25 tahun dan denda sebesar A$ 250.000. Hukuman itu hanya ditimpakan kepada mereka yang kasusnya benar-benar berat. Lacey hanya tertawa sewaktu ditanya apakah kasus 5 kg heroin itu termasuk kategori berat atau tidak. Orang Indonesia tampaknya memang tergolong berani dalam soal bisnis barang haram itu. Empat bulan lalu, menurut sebuah sumber di Mabes Polri, seorang WNI dengan nama panggilan Kecik divonis mati di Malaysia. Ia kedapatan menyelundupkan 16 kg candu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus