BERKAS pemalsuan rokok merek 555 dan Craven A dinyatakan sempurna oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Sabtu dua pekan lalu. Tiga tokoh yang dituduh sebagai pemalsunya: Ir. Bambang Soelistyo alias Pek Thiam Ek, 40 tahun, Budiyanto Sukihardjo alias Tjwa Hwat Yong, 43 tahun, dan Tono Suliawan alias Lie Tik An, 53 tahun. Mereka segera disidangkan. Menurut penyidik di Kepolisian DaerahJawa Timur, Bambang adalah pencetus ide pemalsuan tersebut. Bekas direktur produksi PT H.M. Sampoerna -- produsen rokok Dji Sam Soe -- terkesan pendiam. Ia sudah 10 tahun bekerja di situ. Gajinya Rp 8 juta, tak termasuk bonus. ''Jika di militer, posisinya hampir sama dengan seorang panglima,'' kata Eka Dharmajanto Kasih, direktur keuangan PT H.M. Sampoerna. Selama ini Bambang dikenal vokal di organisasi Gappri (Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia). Misalnya, ia mengkritik kebijaksanaan tata niaga cengkeh yang ditangani BPPC. Bahkan, ia berani menggiring kubu PT Sampoerna keluar dari Gappri karena dinilainya Gappri loyo memperjuangkan nasib anggota. Toh, godaan membuat Bambang tergelincir. Begitu bertemu dengan Sunny Lee, distributor rokok dari Singapura, Maret 1992, di Hotel Garden Palace, Surabaya, ia tergerak memalsukan rokok. Rembukan yang melibatkan Budiyanto itu menghasilkan kesepakatan final. Budi menyandang dana, sekaligus menyiapkan pabrik serta mesin, dan Bambang memasok bahan baku. Dalam pertemuan itu, awalnya Lee memesan order rokok Shuangxi. Begitu dikirimi contoh Shuangxi palsu, Lee menolak karena tidak memenuhi syarat. Lalu, dibuat rokok palsu merek Master dan Impala, yang akan dipasarkan ke Singapura dan negara lain. Setelah ekspor, mereka rugi. Kemudian Lee mengirim sampel rokok 555 dan Craven A buatan PT British American Tobacco. Tawaran ini digarap serius. Budiyanto, direktur pabrik rokok PT Trisakti Purwosari Makmur di Pasuruan itu, bergegas menyediakan dana Rp 3,5 miliar. Kredit diambil dari Bank Delta Jakarta. Dari jumlah itu, Rp 2 miliar dibelikan mesin produksi, dan Rp 25 juta untuk menyewa bungunan pabrik di Desa Kemirisewu, Pandaan, Pasuruan. Rp 500 juta untuk pemasangan sarana pendukung pabrik. Untuk menampung rokok yang siap ekspor, mereka menyewa gudang Rp 6 juta selama tiga bulan di Kalianak, Surabaya. Bagaimana Tono? Tangan kanan Budi ini bertugas mengawasi produksi dan membawahkan 120 buruh. Ia digaji Rp 2,7 juta sebulan. Juni lalu, proses produksi dimulai. Bahan baku tembakau dibeli Bambang dari pabrik Sampoerna. Caranya, ia memanipulasi nilai penyusutan tembakau rajangan. Misalnya, tembakau 10 ton, setelah dirajang disusutkan jadi 8 ton. Tapi, pada saat tembakau dikeluarkan dari pabrik, Bambang seolah menjual tembakau sisa. Penjualan tembakau sisa ke pabrik kecil memang kewenangannya dan legal. Bambang memerintahkan Yusuf, kepala bagian prosesing, mengeluarkan tembakau 125 ton senilai Rp 900 juta. Tentang filter, Bambang memesan lewat Djoni, kepala bagian produksi filter, senilai Rp 240 juta. Djoni melaksanakan perintah itu tanpa curiga. Etiket rokok diorder dari Kudus, slop pembungkus dipesan dari Pasuruan, dan karton boks diimpor dari Singapura. Pembagian keuntungan begini: Budi menerima US$ 12 per boks untuk pengiriman rokok 555, dan US$ 9 per boks untuk Craven A. Bambang menerima US$ 5 per boks untuk rokok 555 maupun Craven A. Pembayaran diterima setelah ekspor direalisasi. Mereka telah mengekspor Craven A 1.600 boks ke Vietnam dan Kamboja, Agustus lalu. Rokok 555 senilai Rp 146 juta telah dikirim ke Filipina. Tapi, ekspor ke Korea dan Filipina lewat Tanjungperak digagalkan petugas bea cukai dan tim Badan Intelijen Strategis, awal September lalu. Rokok yang disita Rp 1,5 miliar. Di Kalianak, petugas menyita 1.400 boks rokok. Sebelumnya, pabrik di Pandaan digerebek. Tapi sehari sebelumnya, sisa barang produksi telah diangkut ke luar pabrik, dan dibakar orang suruhan Tono. Bambang ditangkap petugas intel Kodam V Brawijaya pada 7 September. Besoknya, Budi dan Tono diciduk. Tapi, sebelumnya, bon serta surat jalan pengeluaran tembakau siap pakai dan filter dari PT Sampoerna dimusnahkan Bambang. Kertas slop, etiket, karton boks rokok 555 dan Craven A juga dilenyapkan untuk menghilangkan bukti. Kepada penyidik, Bambang mengaku pemalsuan ini urusan pribadinya. ''Saya mengambil bahan baku tembakau siap pakai maupun filter tanpa diketahui pemilik atau direktur Sampoerna,'' katanya. Selain itu, lulusan Teknik Kimia Universitas Dortmund, Jerman, ini punya usaha mengekspor burung, sejak empat tahun lalu. Hasilnya lumayan. Ia punya tabungan di BDN Surabaya Rp 150 juta, dan di Citibank Singapura Rp 250 juta. ''Ini simpanan untuk sekolah anak-anak saya,'' katanya. Di samping dijerat pemalsuan, Bambang dijaring pasal penyelundupan (pidana khusus). Hingga pekan lalu, berkas penyelundupan itu masih diproses di kejaksaan dan bea cukai Tanjungperak. Uniknya, sebelum perkara mereka disidangkan, polisi baru saja menemukan rokok 555 palsu di pabrik PT Karya Adi Santoso, Mojokerto, dan PT Daun Abadi, Jombang. Bambang mengaku tidak tahu-menahu pemalsuan di dua tempat itu. Kalau begitu, siapa lagi yang bermain?Widi Yarmanto dan Jalil Hakim (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini