HENDAK menyantap ikan, kena cambuk ekor ikan pari. Pengalaman itulah yang membuat Benni Benyamin, 32 tahun, membenci ikan pari, yang ekor berdurinya sempat mencabuki punggungnya. Pegawai Departemen Penerangan itu bersama enam temannya mendapat hukuman petugas keamanan Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ), Muara Baru, Jumat dini hari dua pekan silam. ''Sakitnya minta ampun. Ini bekas-bekasnya masih kelihatan,'' tutur Benni kepada TEMPO. Warga Cilincing ini lalu menunjukkan bekas goresan di punggungnya. Nasib apes ini bermula dari keinginan mereka mendapatkan ikan segar untuk pesta. Namun malam itu, menurut Benni, tempat pelelangan ini sudah sepi. Ketika hendak keluar dari lokasi, kendaraan mereka menerobos verboden. Di Pos I ini mereka disetop Satpam. Mereka diminta memutar kembali. Rupanya rombongan yang terdiri dari guru, mahasiswa, atlet voli, pegawai negeri dan swasta ini ngotot. Lalu cekcok. Toh petugas tetap melarang mereka. Akhirnya rombongan itu minta maaf. Cuma, ketika berbalik, pedal gas ditekan dalam-dalam sehingga roda kendaraan mengeluarkan bunyi mencicit. Barangkali bunyi itu mengundang panas kuping petugas. Ditemani seorang petugas berpakaian preman, Satpam tadi menghadang mobil. Sopir dan seorang penumpang diminta turun. Menurut Benni, dua orang dari mereka itu dipukuli Satpam di Pos I. Acara lalu berlanjut di Pos II yang jaraknya sekitar 300 meter. Di situ sudah ada dua petugas berpakaian preman. Ketujuh mereka diminta melucuti pakaiannya hingga hanya bercelana dalam. ''Seorang petugas berpakaian preman mencambuki punggung kami dengan buntut ikan pari. Masing-masing kami mendapat lima cambukan, sampai mengeluarkan darah,'' kata Benni. Rombongan ini kemudian dibawa ke kolam ikan berukuran 25 meter persegi, dan dalamnya setengah meter. ''Kami disuruh berendam sampai kepala. Kalau kepala terangkat, cambuk melayang ke tubuh kami,'' kata Benni. Korban itu kemudian disuruh berpakaian kembali. Sekitar pukul 04.00 ''pesta ekor pari'' itu berakhir. Semua mereka disuruh pulang. Akibat kejadian ini salah satu orang tua korban melapor ke Kodam Jaya. Apalagi visum menunjukkan dugaan adanya penganiayaan. Visum Dokter Soelardji, dari Balai Kesehatan Masyarakat Ratih Aditta, menyebutkan bahwa punggung, dada, leher, dan lengan mereka terdapat luka gores memanjang. Menurut sumber TEMPO di Kodam Jaya, hukuman yang ditimpakan kepada ketujuh pemuda itu karena di antara mereka ada yang mengaku anggota ABRI. Salah seorang malah memakai kaus loreng. Ketika ditanyakan kartu identitasnya, salah satu dari ketujuh pemuda itu mengeluarkan dompet loreng, padahal di antara mereka tidak ada yang anggota ABRI. ''Karena merasa dipermainkan, maka petugas menindak mereka,'' kata sumber ini. Tapi Pangdam Jaya Mayor Jenderal Hendro Priyono kabarnya tidak mentolerir anggotanya main hakim sendiri. Menanggapi kasus tersebut Hendro mengaku belum menerima laporannya. Cuma, seandainya ada anggota Kodam Jaya terlibat, pasti akan dihukum. ''Walaupun yang melakukan kekerasan itu Satpam, petugas Kodam yang mengetahui masalah tadi ikut bersalah jika mereka tidak melaporkannya,'' kata Hendro kepada TEMPO. Apalagi Pangdam Jaya kini sedang giat menegakkan disiplin di kalangan anggota ABRI di wilayahnya melalui Bulan Penghormatan. Hingga pekan ini, untuk mengamankan tempat pelelangan ikan di Muara Baru itu terpaksa ditempatkan sekitar 40 anggota Kodam Jaya. Kabarnya petugas ABRI yang terlibat dalam pemukulan itu sudah diambil tindakan. Gatot Triyanto, Taufik T. Alwie, dan Bambang Sudjatmoko
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini