Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Polisi bunuh polisi?

Seorang polisi tewas di riau. semula dikabarkan kematiannya karena dikeroyok penduduk. atasannya melarang si istri melihat mayat suaminya itu.

15 Mei 1993 | 00.00 WIB

Polisi bunuh polisi?
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
RAUNGAN Mursida dengan tiga anaknya di tengah malam itu memecah sepi. Jerit tangis ibu berusia 29 tahun itu segera memancing penduduk Desa Kotalaweh, Solok, Sumatera Barat, untuk menghambur datang berkerumun. Penduduk juga terkesiap tatkala melihat tiga polisi berseragam menurunkan mayat yang terbujur kaku dari dalam mobil ambulans milik Kepolisian Daerah Provinsi Riau. Tatkala kain penutup mayat itu dibuka, seisi rumah terperangah melihat jasad yang diantar itu adalah mayat suami Mursida, Kopral Satu Polisi Harmaini kemenakan Amir, 60 tahun, pemilik rumah itu. Tampak di dada polisi yang sudah delapan tahun bertugas ini bekas luka tusuk dan luka bakar mirip sulutan api rokok. Punggung dan perutnya memar. Tangan kanannya patah. Keluarga korban spontan menujukan hardikannya kepada ketiga polisi yang membawa jasad Harmaini dari Riau pertengahan April lalu itu. Kepala Polisi Sektor (Kapolsek) Lembangjaya, Letnan Satu Syofiol Jon, segera dipanggil. Syofiol dapat meredakan suasana emosi itu dengan mengamankan ketiga polisi tadi Kapolsek Peranak, Indragiri Hilir, Riau, Letnan Satu Januar Majid, beserta dua anak buahnya, Sersan Satu Tarman dan Kopral Satu Amiruddin ke kantornya. Suasana bertambah tegang karena saat itu Mursida juga menuduh Januar-lah yang menghabisi nyawa suaminya. Dalam penuturan Mursida kepada TEMPO, semula istri Januar mengabarkan bahwa kematian Harmaini itu akibat dikeroyok penduduk. Padahal, waktu itu Harmaini sedang bertugas di pos jaga Polsek Peranap. Dan kabar ''dikeroyok'' itu bertolak belakang dengan cerita Januar, 48 tahun. Menurut dia, Harmaini meninggal karena penyakit demam berdarah. Mursida curiga, apalagi Januar melarangnya melihat mayat Harmaini. Dengan bantuan ikatan keluarga Minang di Peranap, Mursida kemudian dapat melihat mayat suaminya. Bahkan, mayat Harmaini sempat divisum di Peranap sebelum dibawa ke Solok. Kecurigaan Mursida kian kuat karena Januar menganjurkan agar jenazah Harmaini dikuburkan di Peranap saja. Mursida bertekak menolaknya. Sepanjang perjalanan membawa mayat Harmaini dari Riau ke Solok pun, ganjilnya, Januar malah mengancam akan main ''dor'' jika Mursida coba-coba membuka mulut. Harmaini, 32 tahun, baru sebulan pindah dari Sengingi ke Peranap. Tapi sejak awal, menurut Mursida, dikabarkan bahwa Januar sudah membenci Harmaini. Apalagi Harmaini terlambat datang melapor selama seminggu. ''Padahal surat mutasinya yang terlambat seminggu,'' kata Mursida. Akibatnya, hubungan mereka bagaikan tikus dan kucing. Apalagi Harmaini kerap pulang ke Sengingi melongok anak-istrinya yang belum ikut pindah. Karena terus didesak atasannya itu, Harmaini, sehari sebelum kematiannya, pada 16 April, memboyong anak-istrinya ke Peranap. Karena dongkol, Harmaini membalas, misalnya mengatakan perihal istri Januar melakukan bisnis barang selundupan dari Singapura. Pernah pula ia membocorkan kesukaan Januar main gila dengan perempuan lain kepada istrinya. Akibatnya, Januar pernah bertengkar hebat dengan istrinya. Diduga, gara-gara itulah Januar menyimpan dendam kepada si bungsu dari empat bersaudara itu. Pada pagi 17 April, mayat Harmaini ditemukan bersimbah darah di pos jaga Polsek Peranap. Betulkah Januar pemeran utama di balik terbunuhnya Harmaini? Kapolda Riau, Kolonel Untung Haryoni, belum bersedia bercerita. ''Tunggu saja, dia dan dua anak buahnya masih dalam pemeriksaan,'' kata Untung kepada TEMPO. Menurut sumber di Polda Riau, keterlibatan Januar dalam menghilangkan nyawa Harmaini itu agaknya ada yang sukar menyangkalnya. Beberapa tahanan Polsek Peranap yang ditanyai petugas Polda, misalnya, mengaku malam itu mendengar suara orang menjerit dipukuli. ''Kami kenal betul, itu suara Harmaini,'' kata para tahanan ini, seperti ditirukan sumber tadi. Dan sulit diterima akal kalau ada orang luar membunuh polisi di kantornya. Kini hampir tiap malam Januar menangis di dalam selnya. Tak jelas penyebabnya. Ia tidak boleh dijenguk. Januar ditahan sejak 20 April silam. Pintu selnya ditempeli karton bertuliskan ''dilarang bertamu''. Bersihar Lubis dan Affan Bey Hutasuhut

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus