Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual di masa Freddy Harris merenovasi gudang arsip menjadi rumah isolasi pasien Covid-19.
Ketika renovasi selesai, pandemi sudah mereda.
BPK mencatat ada dugaan penggelembungan anggaran.
RANJANG, tirai, dan kursi mengisi setiap kamar Gedung Kerja Sama, Promosi, dan Sentra Data Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Gedung di Daan Mogot, Tangerang, Banten, itu adalah rumah isolasi Covid-19 milik Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Jumat siang, 3 Desember lalu, itu, lampu kamar menyala. Padahal tak ada tamu atau pasien Covid-19 yang sedang menjalani isolasi. “Kamar-kamarnya belum dipakai,” kata Irwan S., petugas keamanan rumah isolasi mandiri tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gedung lima lantai, plus dua lantai yang menempel di sampingnya, tersebut berdiri di lahan seluas 4.790 meter persegi. Sebelum menjadi rumah isolasi Covid-19, bangunan ini adalah gudang arsip Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.
Begitu menjadi rumah isolasi untuk menampung pasien Covid-19, ruang-ruangnya diubah menjadi kamar. Menurut Irwan, kantor tersebut mulai direnovasi pada Agustus lalu. Ranjang, tiang infus, kursi, pendingin ruangan, dan perlengkapan kamar lain mulai berdatangan setelah renovasi rampung sekitar September lalu.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual saat itu, Freddy Harris, yang punya ide mengubah gudang arsip menjadi rumah isolasi. Freddy mengusulkannya kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly tiga hari setelah terbit surat edaran Presiden Joko Widodo pada pertengahan Juli lalu yang meminta kementerian atau lembaga menyediakan rumah isolasi mandiri.
Freddy Harris/https://www.dgip.go.id/
Kepala Bagian Tata Usaha dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Irma Mariana mengatakan kala itu gelombang kedua pandemi akibat varian Delta membuat angka kasus infeksi Covid-19 tinggi. Rumah sakit dan tempat isolasi penuh. “Banyak pegawai Kementerian Hukum dan HAM yang terjangkit Covid, tapi kesulitan mencari rumah isolasi,” ujar Irma.
Menurut Irma, pembangunan rumah isolasi Covid-19 merupakan antisipasi Kementerian Hukum karena Indonesia belum bebas dari pandemi dan diramalkan mengalami gelombang ketiga dan seterusnya.
Kementerian Hukum tak meniru kementerian lain yang memfungsikan gedung lembaga pendidikan dan pelatihan yang kosong selama masa pandemi sebagai tempat isolasi. Sementara itu, Freddy Harris punya ide lain mengubah gedung arsip yang apak di Daan Mogot menjadi rumah isolasi.
Ia memaparkan “ide briliannya” itu di depan Menteri Yasonna pada pada 21 Juli lalu. Yasonna setuju dan memberikan masukan agar Freddy memasok obat-obatan dan memperhatikan masyarakat sekitar gudang arsip. “Masyarakat kesulitan mencari tempat isolasi mandiri,” katanya, 29 Juli lalu. “Kami akan berbagi sedikit dengan menyiapkan rumah isolasi.”
Pada hari yang sama dengan persetujuan Menteri Yasonna, anak buah Freddy memasukkan biaya renovasi gudang arsip Rp 15 miliar ke dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan. Lima hari berselang, mereka mengadakan rapat koordinasi dengan Inspektur Wilayah V Kementerian Hukum dan HAM, perwakilan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Kepala Bagian Umum, dan pihak lain.
Mereka membahas proses pengadaan sarana dan prasarana, tenaga kesehatan, paket obat isolasi mandiri, serta fasilitas kesehatan lain sesuai dengan permintaan Menteri Yasonna. Rupanya, pengadaan ini adalah ongkos di luar renovasi sehingga ada penambahan biaya sebesar Rp 5 miliar.
Untuk bisa mengajukan permohonan dana proyek renovasi itu, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual juga menggelar rapat dengan Direktorat Anggaran Kementerian Keuangan serta perwakilan Sekretariat Jenderal dan Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum. Atas masukan Kementerian Kesehatan, mereka memutuskan konsep rumah isolasi Covid-19 Daan Mogot hanya ditujukan bagi pegawai Kementerian Hukum yang menderita gejala ringan dan tanpa gejala.
Dengan konsep baru itu, biaya renovasi menjadi Rp 3,5 miliar sehingga bisa diproses melalui penunjukan langsung. Namun, jika mengecek Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, alokasi sarana internal sebesar Rp 16,96 miliar—tak ada biaya untuk renovasi rumah isolasi Covid-19.
Begitu pula dalam alokasi dana kerumahtanggaan untuk pengelolaan layanan kesehatan sebesar Rp 81,47 miliar. Di sini tak ada mata kegiatan renovasi gudang arsip Rp 5 miliar. Di mata anggaran layanan sarana internal senilai Rp 29,5 miliar juga tak tercantum paket kegiatan peralatan ruang isolasi mandiri Rp 15 miliar.
Dengan ketiadaan anggaran awal, pejabat Inspektorat Jenderal mengatakan tiga kegiatan yang berkaitan dengan renovasi gudang arsip perlu mendapat persetujuan lebih dulu dari Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan sebelum dibahas. Tanpa persetujuan Kementerian Keuangan, pembahasan tidak sah. “Ada kesalahan informasi kepada publik,” tutur seorang pejabat.
Rupanya, proyek berjalan terus. Freddy Harris bahkan sudah menunjuk pelaksana renovasi tanpa kontrak dan uang muka. Namun, menurut seorang pejabat Kementerian Hukum, pengusaha pelaksana renovasi tak memprotes karena sudah lama mengenal Freddy Harris.
Dalam realisasinya, biaya renovasi gedung lima lantai untuk dijadikan kamar-kamar itu menghabiskan Rp 11,184 miliar dan penataan halaman Rp 600 juta. Untuk perlengkapan rumah isolasi, seperti ranjang dan pengatur suhu ruangan, dananya sebesar Rp 9,945 miliar. Dana untuk barang sekali pakai yang menyangkut fasilitas isolasi menjadi Rp 2,8 miliar.
Freddy menepis dugaan ia sengaja mengusulkan proyek itu untuk mencari untung. Ia mengatakan ide merenovasi gudang arsip diajukan karena ia melihat banyak pegawai Kementerian Hukum terjangkit Covid-19 dan sukar mendapat rumah sakit. “Kalau mereka isolasi mandiri di rumah, keluarganya risiko tertular,” kata Freddy. “Soal anggaran, saya tak menikmati satu sen pun.”
Freddy menuduh ada yang ingin membuat namanya lebih buruk setelah mundur dari kursi Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual pada 27 Oktober lalu. Ia mengatakan sudah berulang kali menyampaikan kepada anak buah dan kontraktor renovasi bahwa ia tidak memain-mainkan anggaran. “Saya tidak ada korupsi dalam bentuk apa pun,” ujarnya.
Irma Mariana menambahkan ihwal belum masuknya rencana renovasi gudang arsip menjadi rumah isolasi pasien Covid-19 dalam mata anggaran karena rencana tersebut dihitung sebagai tanggap darurat. Soal penunjukan kontraktornya, kata dia, sudah sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. “Kami segera meminta audit pasca-kegiatan kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,” katanya.
Berbeda dengan dokumen yang diterima Tempo, menurut Irma, staf direktoratnya belum memasukkan kegiatan tersebut dalam sistem pengadaan barang secara elektronik. Karena belum masuk DIPA, Irma menjelaskan, permohonannya belum bisa masuk ke sistem online.
Saat renovasi berlangsung, ujar Irma, anggota staf Direktorat Kekayaan Intelektual selalu didampingi anggota staf Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum serta petugas LKPP. Rencana renovasi gudang arsip baru masuk sistem pengadaan barang setelah mendapat persetujuan Kementerian Keuangan. “Rumahnya memang belum dihuni tapi siap pakai,” ucapnya.
Rupanya, kisruh anggaran ini bukan pertama kali terjadi di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Sumber Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengatakan, pada Juni 2020, BPK menemukan indikasi penggelembungan harga pada proyek pengadaan server.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual memakai server Fujitsu 3800E. Mereka hendak menaikkan kapasitas servernya. Anggaran yang diajukan Rp 4,22 miliar dengan jangka waktu pengadaan 120 hari. Anggaran tersebut ditujukan untuk memberi kapasitas 32 gigabita sebanyak 64 unit.
Ditjen KI menggelar Konsinyasi Rumah Isoman Terkonsentrasi Kemenkumham , di sebuah hotel di Sentul City, Bogor, Jawa Barat, September 2021/www.facebook.com/DJKI.Indonesia
Masalahnya, dalam kerangka acuan kerja tidak dijelaskan secara rinci jenis barang yang akan dibeli itu masuk kategori strategis atau tidak sehingga perlu persetujuan menteri. Apalagi pejabat pembuat komitmen tidak membuat harga perkiraan sementara dalam katalog elektronik (e-Katalog), sehingga tidak diketahui komponen pembentuk harga satuan memori servernya.
Dalam dokumen kedatangan barang, ada dugaan harga yang dibayarkan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual tak sesuai dengan surat pesanan. Dalam surat pesanan tercantum harga satuan kapasitas server Rp 33 juta. Jadi, jika barang yang dibeli 128 unit, harganya Rp 4,224 miliar.
Angka ini berbeda dengan harga riil temuan Inspektorat Jenderal yang menemukan harga per server hanya Rp 3,3 juta. Di aplikasi belanja online, harga server Fujitsu juga tak mahal-mahal amat, hanya Rp 2,5-4,4 juta.
Dengan indikasi penggelembungan dana itu dalam proyek server, BPK memberikan catatan atas kedua proyek Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual yang janggal tersebut. Freddy membantah penilaian itu. Sementara itu, Irma Mariana mengatakan direktorat sudah menindaklanjuti temuan dan audit BPK dengan rekomendasi pengembalian kelebihan bayar. “Kelebihan sudah dibayarkan ke kas negara,” katanya.
Catatan:
Ada koreksi dari redaksi di atas pada pukul 10.32 WIB, Ahad, 12 Desember 2021, tentang proses audit BPK. Mohon maaf atas kekeliruan ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo