Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pemasangan Plang Sita di Rumah Surya Darmadi Disebut Ilegal, Ini Kata Kejaksaan Agung

Kapuspenkum Kejagung buka suara soal penyitaan rumah dan perusahaan Surya Darmadi yang dianggap ilegal.

7 Juni 2024 | 19.30 WIB

Terdakwa kasus korupsi perizinan lahan di Indragiri Hulu, Riau Surya Darmadi memasuki ruang sidang. Ia sempat berteriak ke arah wartawan tentang bagaimana Kejaksaan menekan dirinya agar mencabut praperadilan. TEMPO/MIRZA BAGASKARA
Perbesar
Terdakwa kasus korupsi perizinan lahan di Indragiri Hulu, Riau Surya Darmadi memasuki ruang sidang. Ia sempat berteriak ke arah wartawan tentang bagaimana Kejaksaan menekan dirinya agar mencabut praperadilan. TEMPO/MIRZA BAGASKARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi pernyataan kuasa hukum terpidana kasus korupsi lahan sawit Surya Darmadi, Maqdir Ismail yang menyebut pemasangan plang sita di depan rumah kliennya merupakan tindakan ilegal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kalau disebut menyalahi aturan, silakan lakukan upaya hukum," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum atau Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, saat dihubungi Tempo pada Jumat, 7 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Sebelumnya, Maqdir Ismail mempersoalkan pemasangan plang sita di depan rumah dan perusahaan Surya Darmadi. Menurut dia, penyitaan aset yang dilakukan Kejaksaan Agung melebihi kewajiban yang harus dibayar atau diganti oleh kliennya. 

Maqdir menjelaskan, total uang perusahaan Surya Darmadi yang telah disita adalah Rp 5.123.189.064.979 atau Rp 5,1 triliun. Sehingga jika dikurangkan dengan kewajiban membayar uang pengganti, kata dia, ada kelebihan sebesar Rp 2,4 triliun, USD 11,4 juta (sekitar Rp 185,7 miliar), dan SGD 646 (setara Rp 7,8 juta).

"Terhadap tindakan oknum yang yang mendatangi rumah klien kami dan memasang plang, bahkan hari ini juga melakukan pemasangan plang di gedung klien kami di Jalan Rasuna Said, menurut hemat kami adalah tindakan ilegal," kata Maqdir dalam keterangan resminya pada Kamis, 6 Juni 2024.

Dia pun menyayangkan penegak hukum yang melakukan sita eksekusi tanpa membaca isi putusan yang berkekuatan hukum tetap. Maqdir mengatakan, Mahkamah Agung telah memutuskan untuk mengkorting uang pengganti yang harus dibayar Surya Darmadi dari Rp 39,7 triliun menjadi Rp 2,2 triliun, sesuai dengan nilai harta benda dari tindak pidana korupsinya.

"Pemasangan pelang ini bukan hanya tidak berdasarkan hukum, tapi telah melanggar hak asasi klien kami. Menurut hemat kami, Jaksa Agung seharusnya menghentikan tindakan-tindakan oknum yang secara hukum tidak berdasar ini," ucap Maqdir.

Kasus korupsi yang menjerat Surya Darmadi bermula saat Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008 Raja Tamsir Rachman menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan (IUP) kepada empat perusahaan PT Duta Palma Group.

Keempat perusahaan tersebut adalah PT Banyu Bening Utama pada tahun 2003, seta PT Panca Argo Lestari, PT Palma Satu, dan PT Sebrida Subur pada tahun 2007. Total lahan yang dikuasai empat perusahaan itu mencapai lebih dari 37 ribu hektare.

Pemberian izin tersebut dilakukan secara ilegal dan berpotensi mengakibatkan kerugian negara. Sebab, lokasi tempat penerbitan izin itu berada dalam kawasan hutan yang tidak disertai adanya pelepasan kawasan hutan.

Dalam kasus ini, Raja Thamsir Rachman telah divonis 7  tahun penjara dengan kewajiban membayar denda senilai Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan penjara. Kasus ini juga menyeret Gubernur Riau Annas Maamun. 

Annas disebut menerima suap sebesar Rp 3 miliar dari Surya Darmadi melalui Gulat Medali Emas Manurung. Dia pun telah divonis hukuman 1 tahun penjara, namun bebas setelah mendapatkan grasi dari Presiden Jokowi.

Pilihan Editor: Viral Ibu Cabuli Anak karena Tergiur Tawaran di Facebook, Polda Metro Jaya Imbau Warganet Bijak Gunakan Medsos

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus