Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid telah membatalkan 50 sertifikat hak guna bangunan (HGB) di wilayah pagar laut perairan Desa Kohod, Tangerang. Sertifikat itu dicabut karena cacat prosedur sebab laut tidak bisa disertifikatkan. HGB milik PT Intan Agung Makmur (IAM) termasuk yang dibatalkan.
Dengan adanya pembatalan tersebut, hak yang melekat pada pihak pemegang HGB dan SHM pun hilang. Menurut data ATR/BPN, total ada 263 HGB dan 17 SHM di atas laut Tangerang. Sebanyak 234 HGB milik PT IAM, 20 milik PT Cahaya Inti Sentosa dan 9 lainnya milik perseorangan.
PT IAM masih terafiliasi dengan PT Cahaya Inti Sentosa, perusahaan milik PT Agung Sedayu. Komisaris kedua perusahaan ini dijabat oleh orang yang sama yakni: Menteri KKP periode 2004-2009 Freddy Numberi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merespons pembatalan HGB ini, kuasa hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid, masih menunggu surat resmi pembatalan tersebut. Dia belum tahu berapa HGB milik anak perusahaan Agung Sedayu Group yang dibatalkan Kementerian ATR/BPN. “Kami belum mengambil langkah apapun, mengikuti saja pengumuman dan menunggu surat resmi apa alasan pembatalan dari kementerian BPN termasuk status HGB lainnya,” ujar dia Rabu, 29 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polemik perihal laut tersebut dulunya merupakan tambak warga yang kena abrasi, sempat mencuat ke publik. Hal itu diklaim menjadi landasan sahnya HGB di atas laut itu. Namun KKP menyatakan, sejak dulu wilayah itu merupakan laut. Namun Menteri ATR/BPN Nusron mengatakan, pada 1982 sempat diterbitkan sertifikat di area tersebut.
Belakangan setelah meninjau langsung lokasi dan mengetahui HGB diterbitkan atas laut, Nusron pun menjelaskan jika itu termasuk tanah musnah. Apabila memang dulunya berupa tanah, dengan hilangnya objek tanah, menurut Nusron hilang pula hak di atasnya.
Dalam keterangan sebelumnya, Muannas mengatakan, jika dilihat dari Google Earth, area itu dulunya merupakan lahan warga dan bukan laut. “Jadi bukan laut yang tersertifikasi,” ujar dia.
Muannas mengklaim, penerbitan HGB milik anak perusahaan Agung Sedayu telah sesuai prosedur. Mereka membelinya dari masyarakat, yang semula SHM dan dibalik nama. Pembayaran pajak juga telah dilakukan. “Dan ada SK surat izin lokasi,” ujar dia, 21 Januari 2025.
Pilihan Editor: Kapolres Jaksel Mengaku Heran Kasus Pembunuhan yang Ditangani AKBP Bintoro Berjalan Lambat