Siapa sangka napi yang menjalani hukuman masih bisa berbuat kejahatan di luar tembok penjara. Berkat kerja sama dengan petugas LP? MEMPEKERJAKAN narapidana (napi) di luar tembok penjara, termasuk program Pemasyarakatan. Sebaliknya, "mengaryakan" napi untuk berbuat kejahatan di luar LP, tentu saja dianggap program "haram" oknum petugas LP. Tuduhan buruk itu pekan-pekan ini menimpa LP Sibolga, Sumatera Utara. Pasalnya, seorang napi di LP itu, Takwi Simatupang, 28 tahun, gembong penjarah barang elektronik di Sibolga, yang seharusnya masih mendekam di rumah tahanan, ternyata, ketahuan bisa "beroperasi" dari tembok penjara. Lebih celaka lagi pencurian yang dilakukannya selain mendapat "restu" petugas juga mendapat bantuan dari oknum LP. Suatu hari, kabarnya terpidana 1 tahun 6 bulan penjara pamit pada petugas Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sibolga, hendak menjenguk istrinya yang sakit. Ternyata, Takwir, yang menurut catatan LP Sibolga sudah tiga kali keluar masuk penjara itu, menggunakan kesempatan itu untuk menjarah rumah seorang penduduk, E. Sibarani, dan memboyong sebuah video dari rumah itu. Subuhnya, lelaki kurus berkulit kuning tak bertampang maling itu menyerahkan hasil jarahannya ke petugas LP, Zebua yang saat itu sedang bertugas jaga. Zebua kemudian menyerahkan video itu kepada rekannya, Dame Togan Sitompul. Polisi yang melacak kasus itu hampir kehilangan jejak. Memang ada informasi bahwa pelaku kejahatan itu Takwir, tapi residivis itu sedang berada di penjara. Baru setelah mendapat indikasi kuat, polisi melaporkan kecurigaan itu kepada kepala LP Sibolga, Muchlis Nahar. Muchlis langsung mengusut Takwir dan para anggota LP yang diduga turut membantu. Ketika itulah, dua petugas LP, Dame Togan Sitompul dan Zebua, mengaku mendapat titipan video dari Takwir. Video yang belum sempat dijual itu akhirnya mereka serahkan ke polisi. "Yang terbukti terlibat langsung dalam kerja sama ini hanya Zebua dan Dame Togan Sitompul," kata Kapolres Tapanuli Tengah, Letnan Kolonel T.P.H. Manurung. Memang bukan rahasia lagi bahwa ada penghuni LP Sibolga, yang memiliki 45 petugas itu, bisa berkeliaran di luar tembok. Bahkan, kabarnya, tahanan dengan seenaknya keluar pada malam dan siang hari. "Saya malah sering minum tuak di warung seberang LP bersama beberapa penghuni LP," kata seorang penduduk yang tinggal di dekat LP Sibolga itu. Pada tahun lalu, misalnya, seorang napi kasus narkotik, K. Pasaribu, dengan mudah bisa kabur dari LP tersebut. Ia memanjat tembok setinggi lima meter dan di seberang tembok, entah siapa yang membantu, sudah tersedia tangga. Hingga kini Pasaribu, yang seharusnya menjalani hukuman 10 tahun, tak ketahuan rimbanya. Muchlis Nahar, yang baru beberapa bulan menjadi kepala LP Sibolga, mengaku baru mengetahui kasus Takwir yang telah mencoreng citra LP Sibolga. Tim dari Kanwil Kehakiman Sumatera Utara, menurut Muchlis, akhir bulan lalu juga telah melalukan pemeriksaan terhadap petugas LP yang diduga terlibat. "Hasilnya, tunggu saja nanti," katanya. Kasus "mengaryakan" napi bukan hanya nonopoli LP Sibolga. Kasus serupa juga pernah terjadi di LP Cipinang dan LP Banda Aceh. Pada akhir 1987, misalnya, seorang pegawai LP Banda Aceh, M. Nur Ali, ketahuan menyuruh Abas Prayitno, seorang terpidana 20 tahun penjara, menjual ganja di luar LP. Abas ditangkap polisi di Aceh Timur, enam bulan kemudian. Masih di LP Banda Aceh, sekelompok napi, atas izin Bustaman, seorang komandan jaga LP ketika itu, mencuri seekor kambing milik penduduk di sekitar LP. Kambing itu mereka sembelih, dagingnya dibagikan kepada para petugas. Ketika kepala LP Banda Aceh, ketika itu, Bahder Johan, mengetahui kasus tersebut, ia memerintahkan Bustaman membayar ganti rugi Rp 150 ribu kepada pemilik kambing tersebut. GT dan Irwan E. Siregar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini