Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pencuri kayu divonis korupsi

Pasal korupsi dipakai untuk vonis pencuri kayu. ternyata hukumannya percobaan, jauh lebih ringan dari hukuman pasal pencurian.

30 April 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI mata hukum, pencuri kayu naik gengsi. Kini mereka bisa disebut sebagai koruptor, bukan sekadar maling. Itulah keputusan Pengadilan Negeri Banjarmasin, Jumat dua pekan lalu. Ketua majelis hakim, Soeharto, menyatakan terdakwa Nartadianto alias Akang terbukti melakukan kejahatan korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Anti Korupsi. Direktur PT Ekatama Pangkalanbun (perusahaan penambangan pasir dan jual-beli kayu log) itu dihukum 5 bulan penjara dengan masa percobaan 10 bulan, serta dijatuhi denda Rp 10 juta. Diterapkannya pasal korupsi dalam kasus Akang cukup menarik. Boleh dibilang, ini merupakan penafsiran hukum baru, mengingat tindakan kriminal yang dilakukan Akang lebih berat ke pencurian, bukan korupsi. Kali ini pasal korupsi kembali menampakkan kelenturannya. Sejak awal jaksa memang menjerat Akang dengan dakwaan korupsi (primer). Sedangkan tuduhan pencurian dimasukkan dalam dakwaan subsider (362 KUHP). Penerapan pasal korupsi dinilai pembela terdakwa, Teras Narang, terlalu berlebihan. Sebab, ancaman hukuman korupsi sangat berat -- bisa seumur hidup dan juga ancaman bayar denda yang cukup tinggi -- ketimbang pasal pencurian (5 tahun penjara, tanpa bayar denda). Kasusnya berawal dari disitanya 1.711 batang kayu pada Mei 1992 di CV Banjar Indah, Banjarmasin. Direktur perusahaan kayu itu, Sofyan Pangestu (kakak raja kayu Prajogo Pangestu), diperiksa aparat kepolisian Polda Kalimantan Selatan-Tengah. Lalu berkasnya dilimpahkan ke kejaksaan. Belakangan, berkas itu dikembalikan ke polisi dengan menyertakan surat perintah penghentian penyidikan. "Setelah diteliti, laporan polisi mengenai keterlibatan Sofyan ternyata tidak cukup alasan," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Kal-Sel, Soeprijadi. Sebagai gantinya, kejaksaan pada 23 November 1993 menangkap Akang, yang menjual 1.711 batang kayu tadi kepada Sofyan seharga Rp 150 juta. Tuduhannya, memperdagangkan kayu liar hasil curian. Kayu itu juga tak dilindungi dokumen sah. Dakwaan jaksa berlapis, dari pasal korupsi sampai pencurian biasa. Menurut jaksa penuntut, Muchjar, yang dilakukan Akang adalah perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, yang secara langsung merugikan keuangan negara. Akang juga dituduh tak membayar iuran hasil hutan, dana reboisasi, dan biaya pengukuran pengujian hasil hutan. Muchjar menuntut 2 tahun penjara dengan denda Rp 20 juta. Alasan diterapkannya pasal korupsi, menurut Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, Soeprijadi, lantaran pasal KUHP (pencurian dan penadahan) seperti yang selama ini dikenakan kepada para cukong kayu liar tak membawa efek jera. Sebab, hukumannya terlalu ringan. "Buktinya, kegiatan mereka kian menggila saja," katanya. Hakim ternyata sependapat dengan jaksa, bahwa pasal korupsi memang layak ditimpakan ke pencuri kayu. Jaksa tampak puas. Tapi, di sisi lain, jaksa kecewa karena hukumannya dianggap ringan. Pasal korupsi malah hukumannya lebih ringan dari pencurian. Terdakwa pun menyatakan banding. Pembela terdakwa, A. Teras Narang, menyebut bahwa kliennya tak bersalah. Sebab, semua kayu yang dijual Akang kepada Sofyan ada surat-suratnya. Kalau kemudian petugas menemukan kayu tanpa dokumen yang sah di tempat penampungan kayu milik Sofyan, itu bukan urusan kliennya. Kasus ini kemudian memang berkembang menjadi gunjingan. Topiknya, selain karena muncul selebaran gelap yang menuduh hakim menerima suap Rp 150 juta -- belakangan dibantah Hakim Soeharto sebagai fitnah -- juga soal pembekuan penyidikan atas Sofyan Pangestu. "Orang pertama yang diperiksa adalah Sofyan. Tapi jangankan diadili, sekadar menghadirkannya sebagai saksi dalam persidangan Akang pun, jaksa tidak mampu," kritik seorang pengacara.ARM, Almin Hatta (Banjarmasin)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum