Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut pembongkaran saja tak cukup untuk menuntaskan persoalan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang, Banten. Pembongkaran pagar laut kembali dilanjutkan pada Rabu, 22 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Harus mengusut siapa dalang dan siapa saja yang diuntungkan dalam kasus tersebut, bila pemerintah memang benar-benar ingin melakukan penertiban dan melindungi wilayahnya untuk kepentingan rakyat," ujarnya melalui keterangan tertulis, pada Rabu, 22 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menyebut Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud) merupakan satuan yang bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban masyarakat pesisir serta pantai, sekaligus menegakkan hukum di wilayah tersebut. "Dalam kasus pagar laut tersebut, kepolisian seharusnya sudah tahu sejak awal ada potensi pelanggaran hukum terkait pembangunan pagar laut tersebut, tetapi melakukan pembiaran," kata dia.
Bambang mempertanyakan mengapa kepolisian hingga kini belum melakukan penegakan hukum. Dia menegaskan, Polri tak boleh diam saja melihat pelanggaran hukum yang kasat mata, dengan melakukan pembiaran.
Dia mengingatkan, ada banyak personel Bhabinkamtibmas kepolisian di wilayah tersebut, selain satuan Polairud yang juga patroli berkala di sepanjang pesisir. "Ada tindak pidana lingkungan dalam pembangunan pagar tersebut, ada tindak pidana pemalsuan izin, ada dugaan korupsi yang melibatkan aparat terkait keluarnya izin, perubahan tata ruang, maupun penerbitan HGB (Hak Guna Bangunan) dan sebagainya," tutur dia.
Dengan fakta tersebut, kata Bambang, sudah cukup bagi kepolisian untuk segera menyelidiki pihak terkait. Termasuk juga menyelidiki jajaran yang abai dalam mengawasi wilayah pesisir dan pantai.
Dia menjabarkan ada banyak pihak di dalam kasus tersebut yang mesti ditindak. Mulai dari otak pelaku, baik dari korporasi maupun instansi pemberi izin, operator, hingga pelaksana di lapangan.
"Alat buktinya sudah jelas, ada HGB yang dikeluarkan BPN (Badan Pertanahan Nasional), ada pagar laut yang meski sudah sebagian dicabut, tetapi bisa disisakan sedikit untuk barang bukti dan lain-lain," kata dia.
Dia menuturkan, personel Polairud maupun Kapolres juga harus diperiksa, sebagai penanggung jawab wilayah. Selain itu, menurut dia, Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri juga harus diperiksa karena sudah abai dalam menjaga ketertiban di wilayahnya.
Bambang juga menyinggung perihal Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Kortastipidkor Polri yang baru dibentuk. Menurut dia, korps tersebut seharusnya bisa menjadikan kasus pagar laut ini sebagai uji kemampuan untuk membongkar dugaan korupsi. "Itu kalau profesional sebagai penegak hukum dan tidak disandera oleh kepentingan-kepentingan lain," ujarnya