Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUWARNA dan Syaukani bertarung, orang lain yang babak-belur. Itulah nasib serombongan wartawan dari Jakarta yang meliput di Tenggarong, Kutai Kartanegara. Mereka dikeroyok sekitar 30 orang yang sebagian sudah membuntutinya dari Samarinda.
Para wartawan yang berjumlah sepuluh orang datang ke Kalimantan Timur, Senin pekan lalu, atas undangan Gubernur Suwarna. Dia meminta wartawan memberitakan persiapan Samarinda menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) pada 2008. Mereka, antara lain Zulkarnain Alregar (Berita Kota), Endang (TVRI), Padna Budi Utami (Media Indonesia), Feril (Rakyat Merdeka), Alex Madji (Suara Pembaruan), Suwarso (Sinar Harapan), Neta S. Pane (Indonesia Satu), dan Ikbal Lubis (Bekasi Aktualita), meluncur ke Tenggarong. Esok harinya mereka pergi ke Kutai. ”Kami ingin melihat-lihat ibu kota Kutai Kartanegara,” kata Zulkarnain, koordinator wartawan tersebut.
Dengan tiga mobil, rombongan itu meluncur ke Tenggarong, yang berjarak sekitar 50 kilometer dari Samarinda. Setelah menempuh perjalanan sekitar empat puluh menit, mereka tiba di Jembatan Mahakam II, yang menjadi kebanggaan pemerintah Kutai Kartanegara. Rombongan berhenti di atas jembatan sepanjang sekitar 710 meter untuk mengambil foto.
Saat berada di atas jembatan yang dijuluki Golden Gate itu, dua mobil dan puluhan sepeda motor tiba-tiba mengepung mereka. ”Seorang di antaranya bertanya, apakah ka-mi wartawan dari Jakarta,” kata Zulkarnain. Begitu dia menjawab ”ya”, pria itu langsung berteriak, ”Serbu....” Serentak puluhan orang yang berada di mobil dan motor itu berloncatan dan mengeroyok para wartawan.
Bambang Setyo Purnomo, wartawan TVRI yang sedang mengambil gambar Sungai Mahakam, misalnya, dikerubuti sepuluh orang. ”Mereka juga mencoba mengambil kamera saya,” kata Bambang. Pengeroyokan selama sekitar 15 menit itu baru berhenti setelah para wartawan lari masuk mobil dan kembali ke kantor gubernur. ”Karena syok, hari itu juga teman-teman langsung pulang ke Jakarta,” kata Zulkarnain.
Kasus ini kini ditangani polisi. Dua hari setelah peristiwa itu, polisi menciduk sepuluh pelakunya. Sebagian dikenal sebagai preman dan seorang di antaranya ternyata Kepala Suku Dinas Kehutanan Kutai Kartanegara. Sekarang polisi masih mengejar dua pelaku lainnya.
Menurut Kepala Polisi Resor Kutai Kartanegara Ajun Ko-mi-saris Besar Darmawan Sutawijaya, para pelaku terdiri dua ke-lompok. ”Kelompok pertama sudah membuntu-ti rombongan dari Samarinda, sedangkan kelompok kedua menumpang ojek da-ri kawasan Putri Karang Melenu,” kata-nya. Menurut dia, ke-du-a kelompok ini mengaku tidak sa-ling mengenal.
Dalam pemeriksaan, para pengeroyok mengaku sebelumnya mendengar kabar, ada sejumlah warga Samarinda yang akan melakukan kerusuhan di Tenggarong. Itulah alasan mereka mengeroyok wartawan yang sedang memotret-motret di atas jembatan itu. ”Mereka mengatakan ingin berbakti kepada Syaukani. Tapi saya menduga mereka hanya ingin mencari muka kepada Bupati saja,” kata Darmawan.
Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani, pun angkat bica-ra. ”Siapa yang bilang saya ter-libat? Saya malah kaget mende-ngar peristiwa tersebut. Saya tidak kenal dengan mereka yang me-mukul para wartawan,” kata-nya. Pada saat peristiwa itu terjadi, ia mengaku berada di J-akarta.
Sang bupati malah menuding Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang bertanggung jawab atas kasus itu. Menurut dia, kejadian ini tak lepas dari manuver po-litik dan upaya menyudutkan dirinya yang berencana mencalonkan diri sebagai Gubernur Kalimantan Timur pada 2008. ”Semua ini untuk menjelek-jelekkan saya,” katanya.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Provinsi Kalimantan Timur M. Jauhar Effendy membantah tudingan Syakauni. Menurut dia, Gubernur mengundang wartawan dari Jakarta untuk mempromosikan pembangunan di Kalimantan Timur dan memberitakan persiapan PON XVIII. ”Tidak ada manuver-manuver politik,” ujarnya.
Darmawan menjamin kasus ini bakal terang-benderang jika kelak dua pelaku pengeroyokan yang kabur itu dibekuk. Polisi menduga dua buronan berinisial H dan X itu yang paling tahu siapa dalang pengeroyokan wartawan.
Poernomo Gontha Ridho, Sg. Wibisono (Samarinda)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo