Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KASUS Gubernur Suwarna Abdul Fatah seperti meng-garisbawahi bahwa kekuasaan perlu kontrol memadai agar tidak disalahgunakan. Dalam era demokrasi, secara politik partai sebagai perwakilan kelompok-kelompok masyarakat mempunyai hak untuk mengontrol pemegang kekuasaan. Tapi, dalam banyak kasus, kontrol politik lewat partai saja tidak cukup. Kepentingan pribadi dan kelompok kerap membuat kontrol menjadi mandul. Hukum diperlukan untuk mencegah terjadinya penyelewengan akibat kekuasaan tanpa kontrol memadai itu.
Pada Senin pekan lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Gubernur Kalimantan Timur itu. Kenyataan ini saja sudah ironis. Suwarna menjadi tersangka kasus korupsi proyek sejuta hektare lahan kelapa sawit yang pada 1998 justru merupakan gagasan cemerlangnya. Maksud proyek yang dulu terdengar bagus, yaitu memberikan lapangan kerja untuk warga, seakan buyar begitu saja.
Proyek itu diduga hanya menjadi ajang pengusaha untuk berpesta merampok kayu. Hutan dibabat, kayu disikat, tapi tak ada sawit yang disemai. Suwarna memberikan izin bagi para pengusaha untuk membuka lahan. Dengan modal izin itu para pengusaha mendapat mo-dal bank tanpa harus memiliki bank garansi. Kemudahan yang luar biasa, dengan akibat negara rugi sekitar Rp 400 miliar.
Dengan alasan melakukan korupsi dalam proyek kelapa sawit itu, lewat sidang paripurna pada November 2005, DPRD Kalimantan Timur mencopot Suwarna. Tapi Suwarna tidak mau meletakkan jabatan. Menteri Dalam Negeri hingga kini juga tidak mengabulkan permintaan Dewan agar memberhentikan Suwarna.
Dalam kondisi macet itu langkah KPK untuk meng-usut kasus ini memang diperlukan. Dugaan korupsi harus dibuktikan tanpa pilih-pilih bulu, siapa pun dia dan apa pun jabatannya. Dugaan terjadinya kerugian negara ha-rus diusut. Tak hanya Suwarna, pejabat Kalimantan Timur lainnya yang diduga terlibat kasus ini harus diperiksa.
Memang tak mudah memeriksa, apalagi memberhentikan seorang kepala daerah. Bagaimanapun, seorang kepala daerah merupakan pemimpin yang mengantongi mandat dari para pemilih di daerahnya. Menurut Undang-Undang Pemerintah Daerah Nomor 32 Tahun 2004, seorang kepala daerah hanya bisa diberhentikan jika ia dibuktikan bersalah oleh pengadilan. Ada tambahan: keputusan pengadilan itu harus berkekuatan hukum tetap.
Tapi ada perkecualian yang diberikan undang-undang itu. Kepala daerah bisa diberhentikan untuk sementara waktu. Pemberhentian sementara bisa datang dari tangan presiden. Pasal 31 undang-undang itu mengatur seorang kepala daerah bisa diberhentikan oleh presiden jika ia didakwa melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, atau tindak pidana terhadap keamanan negara.
Diharapkan, penyidikan kasus Suwarna cepat selesai. Semakin cepat KPK menyelesaikan berkas pemeriksaan Suwarna, tentu semakin cepat pengadilan menyidangkan kasus ini. Ketika itulah presiden bisa memberhentikan Gubernur Suwarna untuk sementara, tentu dengan maksud agar petugas yang memeriksanya bisa lebih le-luasa menggali kasus ini. Dalam kondisi terbebani kasus besar, tentu konsentrasi untuk memimpin daerah menjadi sangat berkurang. Suwarna bisa menyerahkan jabatannya untuk sementara waktu kepada wakil gubernur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo