GAJAH sama gajah bertarung, pelanduk terinjak di tengah-tengah. Begitulah nasib 173 orang karyawan Hotel Legian Garden, yang terletak di Jalan Legian, Kuta, Bali. Akibat sengketa di antara para pemilik hotel berbintang empat itu—dalam hal ini PT Pondok Asri Dewata lawan Bank Universal—karyawannya jadi kehilangan pekerjaan. Soalnya, Pengadilan Negeri Denpasar telah memerintahkan pengosongan hotel untuk kemudian diserahkan ke Bank Universal. Celakanya, prosedur eksekusi itu juga mengharuskan pengosongan hotel dari semua orang yang bekerja di situ.
Tentu saja pengosongan yang tak manusiawi ini meresahkan karyawan. Hal ini terbukti dari unjuk rasa yang mereka lakukan ke pengadilan dan DPRD, Rabu dan Kamis dua pekan lalu. ''Kami mempertanyakan hati nurani para hakim. Para karyawan punya tanggungan anak-istri, yang tak pantas dikorbankan karena perkara itu," kata A.A. Cakra, menyuarakan keluhan rekan-rekannya. Lalu di pintu utama Pengadilan Negeri Denpasar, mereka meletakkan karangan bunga bertulisan ''Selamat, Anda layak dapat bintang". Mereka juga menggelar beberapa spanduk, di antaranya bertulisan ''Ini eksekusi atau konspirasi".
Para karyawan semakin kesal gara-gara pengosongan itu diberitahukan hanya beberapa menit sebelum eksekusi. Tapi, karena petugas pengadilan didukung oleh puluhan aparat keamanan, mereka terpaksa meninggalkan hotel bernilai Rp 100 miliar yang memiliki 152 kamar itu.
Dalam pandangan pengacara Hotel Legian, Nyoman Sudiantara, eksekusi itu—dilakukan berdasarkan putusan sela (sebelum vonis) yang dibuat Hakim Hesmu Purwanto—telah melanggar ketentuan Undang-Undang Perburuhan. ''Keputusan sela itu telah melampaui wewenang karena masalah karyawan seharusnya diputuskan oleh lembaga perselisihan buruh," kata Nyoman. Maka, pengacara ini melaporkan putusan sela itu ke Mahkamah Agung.
Adapun putusan sela yang ditandatangani 14 Februari 2000 itu berisi pencabutan putusan provisi (pendahulu) 8 April 1999, yang dibuat Hakim Ida Bagus Ngurah Somya. Dalam putusan Hakim Somya, justru Bank Universal yang harus menyerahkan Hotel Legian ke PT Pondok Asri Dewata. Kedua perusahaan itu berselisih soal kredit macet PT Pondok sebesar US$ 11 juta atau sekitar Rp 77 miliar di Bank Universal. Atas dasar putusan Hakim Somya, pada 12 Mei 1999 Hotel Legian diserahkan ke PT Pondok. Eksekusi yang kontroversial itu berlanjut dengan tudingan ke arah Somya, yang sehari-hari adalah Ketua Pengadilan Negeri Denpasar. Somya dituduh memalsukan surat dan diduga terlibat berbagai kasus suap. Sedemikian berat kesalahannya, sehingga Somya di-"nonpalu"-kan ke Pengadilan Tinggi Bali.
Belakangan, dengan sebuah putusan sela, vonis Somya diralat oleh Hesmu, yang juga menjadi pelaksana harian ketua Pengadilan Negeri Denpasar. Menurut Hesmu, putusan provisi seharusnya hanya sebatas perintah status quo, sebelum perkara terjadi. Karena itu, dalam perkara Hotel Legian, mestinya putusan provisi mengembalikan hotel ke Bank Universal yang menguasai hotel sebelum PT Pondok menggugat. Bukan malah sebaliknya, menyerahkan hotel ke penggugat.
Diakui oleh Hesmu bahwa putusan sela yang diprotes para karyawan itu berakibat buruk terhadap nasib mereka. ''Bagaimanapun, saya harus meluruskan putusan provisi yang bengkok itu," kata Hesmu. Namun, Pengacara Nyoman tetap tak bisa menerima putusan Hesmu. Apalagi putusan Somya sudah dibanding oleh Bank Universal. Berarti, wewenang untuk menguji putusan provisi itu ada di pengadilan tinggi, bukan pengadilan negeri.
Persoalannya sekarang, bagaimana nasib 173 karyawan hotel. Baik Hakim Hesmu maupun I Wayan Sudhirta selaku pengacara Bank Universal berpendapat bahwa masalah karyawan menjadi tanggung jawab sang majikan, yakni PT Pondok. ''Para karyawan bisa menuntut manajemen PT Pondok, bukannya malah berdemonstrasi ke pengadilan," ujar Hesmu.
Wayan menambahkan, nasib yang dialami karyawan hotel dari PT Pondok juga dialami oleh karyawan hotel dari Bank Universal—tatkala hotel diserahkan ke PT Pondok. Tapi karyawan hotel dari Bank Universal tak sampai berunjuk rasa. Mungkin karena bank tersebut tetap membayar gaji mereka, bahkan sampai kini. Mereka pula yang akan menggantikan tugas karyawan hotel yang selama ini bekerja untuk PT Pondok.
Adanya perpecahan di kalangan karyawan menunjukkan bahwa sengketa antara kedua pemilik Hotel Legian ternyata sangat serius. Salah seorang pengurus PT Pondok, I Nyoman Suka Kargana, membantah tuduhan bahwa pihaknya dulu mengusir karyawan hotel yang bernaung di bawah Bank Universal. ''Kami meminta mereka tetap menjadi karyawan hotel," katanya menjelaskan. ''Tapi mereka tak mau karena merasa masih terikat dengan Bank Universal."
Hp.S., Rofiqi Hasan (Denpasar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini