DUA lelaki yang berbadan kekar dalam seragam kuli itu cekatan memasuki gerbong yang meluncur pelan meninggalkan Stasun Senen di Jakarta Pusat. Dengan mengambil posisi di balik pintu, mereka melihat ada lima preman mondarmandir di sisi kereta api Matarmaja yang sarat penumpang yang menuju ke Surabaya. Tiba-tiba kereta berhenti. Lima preman, yang di antaranya bertato di badannya, meloncat ke gerbong. Gerakannya sangar. Lalu, mereka mendekati para penumpang yang berdesakan, tanpa menyadari ada dua pasang mata berpakaian kuli mengamatinya. Namun, sebelum komplotan bertato itu unjuk aksi, seorang kuli tadi menyergap salah satu rombongan tersebut. Tangan kiri kuli itu mencengkeram leher lelaki yang dadanya penuh tato itu, dan tangan kanannya merebut golok yang terselip di pinggang lelaki itu. Tapi golok dari tangan seorang teman si tato berkelebat menebas leher kuli itu. Ia cerkas mengelak, hingga tebasan itu luput. Melihat golok dimainkan ke leher temannya, rekan si kuli mencabut pistolnya. "Polisi," teriaknya. Penumpang kaget. Empat anggota komplotan bertato itu melompat ke luar gerbong. Seorang yang berhasil ditangkap tadi diborgol ke Polsek Senen. Pemeran kuli itu adalah Sersan Satu Sukarmin dan Sersan Satu Sigit dari Polsek Senen. Mereka menggagalkan aksi jambret di kereta api, yang selama sebulan ini meningkat. Sejak Mei lalu saja sudah sekitar 20 penjambretan, dengan kerugian lebih dari Rp 25 juta. Untuk menggulung penjambretan itu sebelumnya ada polisi yang menyamar sebagai penumpang. Ia naik dari Stasiun Senen sampai Jatinegara, pulang pergi. Hasilnya nihil. "Baru setelah polisi berperan sebagai kuli, penjambretnya terkecoh," kata Kapolsek Senen, Mayor Halba Rubis Nugroho, kepada Yoyok Gandung dari TEMPO. Salah satu anggota penjambret yang diringkus pekan lalu itu adalah Suratno alias Gondrong. Ia mengaku mempunyai sepuluh anak buah. Lelaki berkumis lebat itu, menurut Mayor Halba, adalah bos penjambret di Terminal Pulo Gadung, Jakarta Timur, dan yang beroperasi di Stasiun Senen. Penjambretan di kereta api yang dilakukan kelompok Gondrong, menurut Halba, termasuk cara baru. Setelah melihat ada kereta api tiba atau bertolak dari Stasiun Senen, seorang anggota Gondrong memanjat sinyal yang mengatur kereta keluar masuk gerbong di stasiun. Lalu, ia mengganjal ramburambu itu supaya di posisi menutup, sehingga masinis mengira lalu lintas sedang tidak aman. Jalannya gerbong diperlambat atau berhenti. Pada saat itulah anggota komplotan Gondrong berloncatan. Modus mengganjal sinyal dengan kayu atau rantai ini, menurut Ohan Muchtar, Staf Stasiun Senen, terjadi sekitar sebulan ini. Selama ini sinyal tersebut dikendalikan langsung dari stasiun. Jarak dari stasiun ke sinyal 500 meter. Letak ramburambu itu di belokan rel sehingga kurang jelas terlihat dari stasiun. Penjambret cukup pintar mempermainkan ramburambu itu. Sinyal yang tidak dijaga khusus itu disetel hanya sekitar satu menit, dan secara otomatis membuka lagi. "Jika petugas kami mengecek, ternyata sinyal itu sudah membuka sendiri," kata Ohan. Padahal, memainkan rambu itu membahayakan lalu lintas kereta api. Dalam memimpin aksinya Gondrong sering berduet dengan adiknya, Heru Supriyadi. Sehari setelah lelaki asal Semarang yang hanya berpendidikan SD itu ditangkap, polisi mendapat info bahwa Heru bersembunyi di Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Dua polisi melacak ke sana. Dan begitu melihat Heru, mereka berteriak, "Rampok". Massa yang ada di sekitar tempat itu cepat pula mengeroyoknya. Ketika petugas itu tiba, keadaan Heru sudah parah. Akhirnya ia tewas. Kemudian, polisi memburu penjambret lain dengan memanfaatkan Gondrong sebagai pemandu. Rabu dini hari pekan lalu, ia dibawa ke sarangnya di Pulo Gadung dan Pendongkelan. Rupanya di dua tempat itu para penjambret sudah kabur. Dan kesempatan sebagai penunjuk jalan itu, menurut polisi, dimanfaatkan pula oleh Gondrong untuk melarikan diri. Namun, petugas tidak memberi kesempatan kepadanya. Sebutir peluru merobek punggung dan menembus dadanya. Gondrong roboh. Tidak berapa lama akhirnya ia tewas, menyusul adiknya. Angkutan umum kereta api di Jawa tampaknya masih tergolong rawan. Menurut data di Perum Kereta Api, angka kejahatan yang terjadi dalam kendaraan di atas rel itu meningkat. Jenis yang menonjol adalah copet dan jambret. Selama Juli 1991, tercatat 124 kali, dan pada Agustus 1991 merambat menjadi 135. Pada bulan berikutnya naik menjadi 153 kali. Selama ini, kejahatan di kereta api itu dilakukan penjahat yang naik dengan berpurapura sebagai penumpang biasa. Dan lazimnya mereka duduk di dekat pintu. Begitu melihat penumpang ada yang terlelap tidur, mereka pun beroperasi. Khusus di kalangan kelompok Gondrong, rupanya mereka menemukan resep baru, seperti diceritakan tadi: mengakali sinyal. "Saat ini anggota komplotannya sudah diketahui. Pengejarannya kini ada yang dilakukan ke Surabaya," kata Mayor Halba Rubis. Gatot Triyanto dan Bina Bektiati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini