KONVENSI tentang keanekaan hayati (bio diversity) yang ditandatangani pada 5 Juni lalu, tepat pada Hari Lingkungan Sedunia, sebenarnya sudah disetujui 98 negara di Nairobi, satu bulan berselang. Sekalipun demikian, pada sidang prasidang KTT Bumi di Rio de Janeiro, menjelang penandatanganan Konvensi Keanekaan Hayati, yang bersama Konvensi Perubahan Iklim dinilai sebagai dua arya utama, suasana sempat terusik. Ada apa? Pemimpin delegasi Amerika, William K. Reilly, telah mengirim memo rahasia ke Gedung Putih. Reilly dalam memo itu minta agar Amerika menghentikan oposisinya terhadap Konvensi Keanekaan Hayati. Soalnya, sikap oposisi itu telah menempatkan Amerika dalam posisi terkucil di antara 178 negara peserta KTT Bumi. Lebih menggemparkan lagi, memo itu menyebutkan bahwa pihak tuan rumah Brasil akan mengatur kompromi yang memungkinkan Amerika untuk akhirnya meneken konvensi tersebut. Tak pelak lagi, timbul ketegangan antara Brasil dan Amerika. Perkara memo yang dimuat surat kabar The New York Times itu, yang terbukti hanya sekadar badai dalam poci, sempat juga memancing krisis kecil. Reilly dan pemerintah Brasil menolak mentahmentah kebenaran berita tentang adanya memo rahasia itu. Tapi Amerika sejak mula memang melihat konvensi ini dengan curiga. Ada empat pasal konvensi yang sangat tidak berkenan di hati mereka: Pasal 16 mengenai teknologi dan hak paten, pasal 19 mengenai pengamanan atas pemanfaatan bio teknologi, serta pasal 20 dan 21 yang menyangkut aspek keuangan dan menentukan siapa membayar berapa untuk perlindungan flora dan fauna dunia. Amerika meinilai keempat pasal itu memojokkan mereka. Konvensi Keanekaan Hayati dirancang UNEF sejak 1988, terdiri atas 41 pasal yang mengatur akses pada sumber daya genetika, transfer teknologi, bio teknologi, dan hak cipta. Banyak negara maju bisa menerima gagasan untuk ikut membiayai pelestarian flora fauna sebagai imbalan untuk rekayasa genetika yang mereka lakukan, tapi Amerika tidak. Negara ini tetap menuntut akses ke sumber daya genetika yang sebagian ada di negara berkembang, tapi tidak mau terikat secara hukum untuk melestarikan sumber tersebut. Di pihak lain, Amerika, yang memiliki industri rekayasa genetika, bersikukuh mempertahankan paten rekayasa genetika dan hak ciptanya tanpa niat melakukan transfer teknologi ke Dunia Ketiga. Serentak dengan itu Amerika merancang konvensi hutan, yang terkesan sebagai konvensi tandingan untuk Deklarasi PrinsipPrinsip Pengelolaan Hutan yang sudah disiapkan KTT Rio. Entah apa maksudnya, Presiden George Bush belum lama ini mencanangkan sumbangan US$ 150 juta untuk pelestarian hutan. Dana itu, katanya, akan dikucurkan tiap tahun. Sejumlah negara pemilik hutan tropis Brasil, Indonesia, Zaire, dan Malaysia menafsirkan tawaran Bush sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian dunia dari emisi CO2 yang diproduksi Amerika. Porsi emisi CO2 AS adalah yang terbesar (48%) di dunia, dan umum dianggap telah menyebabkan kenaikan panas bumi. Tak mengherankan bila Malaysia, yang terkenal vokal, menilai US$ 150 juta sebagai "cuci tangan" Bush atas beleid lingkungan Amerika yang banyak dikritik dunia. I.S.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini