Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pentas Penganiayaan Garapan Ratna

Polisi menahan aktivis Ratna Sarumpaet terkait dengan kabar bohong penganiayaan dirinya. Para penyebar hoaks itu segera diperiksa.

5 Oktober 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baru setengah jam Ratna Sarumpaet bersandar di kursi ruang tunggu Terminal 2D Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, tujuh polisi dan tiga petugas imigrasi menghampiri-nya, Kamis malam pekan lalu. Di hadapan aktivis sosial dan seniman pentas teater itu, salah satu dari mereka menunjukkan surat larangan bepergian ke luar negeri dari Direktorat Jenderal Imigrasi atas permintaan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. Rencana Ratna pergi ke Kota Santiago, Cile, buyar.

Tanpa perlawanan, petugas menggelandang Ratna ke ruang pemeriksaan bandara. Dari pemeriksaan itu, petugas mendapat informasi bahwa Ratna berencana pergi ke Cile untuk menghadiri undangan sebagai pembicara dalam konferensi The 11th Women Playwrights International. ”Malam itu juga upaya pencegahan kami laporkan ke Polda Metro Jaya,” ujar Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Resor Soekarno-Hatta Komisaris James Hutajulu.

Ratna berencana terbang ke Cile menggunakan maskapai Turkish Airlines dengan nomor penerbangan TK 057. Pesawat itu transit di Kota Istanbul dan Sao Paulo. Ia merencanakan penerbangan sejauh 16 ribu kilometer itu seorang diri.

Menurut Kepala Subdirektorat Kejahatan dan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Jerry Siagian, polisi punya alasan- melarang Ratna bepergian ke luar negeri. Dasarnya, menurut dia, adalah perkara berita bohong penganiayaan Ratna sudah maju ke tahap penyidikan. Polisi menyatakan sudah memeriksa sejumlah saksi dan meningkatkan status Ratna sebagai tersangka. ”Kami bahkan sudah melayangkan surat panggilan pemeriksaan untuk tanggal 8 Oktober,” kata Jerry.

Atas surat panggilan tersebut, polisi tidak mendapatkan jawaban dari Ratna. Penyidik justru mengantongi informasi bahwa Ratna hendak terbang ke Cile. Beberapa jam sebelum keberangkatan, polisi langsung melayangkan surat permohonan pencegahan Ratna ke luar negeri. Surat pencegahan bernomor 20621/X/1.24/2018 itu yang kemudian ditunjukkan petugas ketika Ratna hendak melintas pintu imigrasi bandara.

Setelah menjalani pemeriksaan di ruang bandara, Ratna dibawa polisi ke kantor Polda Metro Jaya malam itu juga. Polisi memutuskan menahan perempuan 69 tahun itu setelah dia menjalani pemeriksaan maraton. ”Alasan subyektifnya, kami tak ingin yang bersangkutan melarikan diri, mengulangi perbuatan, atau menghilangkan barang bukti,” ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono.

Polisi menjerat Ratna dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana serta Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ketentuan jerat tersebut memuat penyiaran berita bohong yang menimbulkan keonaran.

Pengacara Ratna, Insank Nazarudin, akan mengajukan permohonan penangguhan penahanan kliennya. Ia membantah kabar bahwa Ratna tidak kooperatif. ”Ibu RS (Ratna) kooperatif. Usianya juga sudah sangat lanjut,” katanya.

SETELAH menetapkan Ratna Sarumpaet sebagai tersangka, polisi akan mengejar pengunggah kabar bohong penganiayaan Ratna beserta foto lebamnya di media sosial. Polisi sudah menyiapkan jerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk mereka. ”Pengunggah pertama paling bertanggung jawab,” ujar Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI Inspektur Jenderal Setyo Wasisto. Polisi juga akan memanggil para penyebar kabar bohong itu di media dan media sosial.

Di jejaring sosial, informasi yang beredar adalah Ratna Sarumpaet mengalami penganiayaan. Informasi itu makin ramai diperbincangkan karena beredar foto wajah Ratna yang terlihat lebam dan bengkak di sebuah ruangan mirip kamar perawatan rumah sakit dengan wallpaper berwarna cokelat. Terlihat bekas jahitan di ujung kelopak matanya. Di dahinya terdapat kerutan bekas penutup kepala.

Kabar penganiayaan makin viral tatkala sejumlah politikus yang dekat dengan Ratna mengunggah informasi tersebut di akun Twitter mereka. Dalam akun Twitternya, politikus Partai Gerindra, Fadli Zon, mengaku telah menemui Ratna untuk meminta penjelasan soal informasi penganiayaan tersebut. ”Mbak@RatnaSpaet memang mengalami penganiayaan... jahat dan biadab sekali,” cuit Fadli, Selasa siang pekan lalu. Fadli juga memampangkan foto dirinya bersama Ratna, yang wajahnya terlihat lebam.

Akun Twitter politikus Gerindra, Rachel Maryam, juga membenarkan informasi penganiayaan itu dan menampilkan muka lebam Ratna. Ia menulis sudah mengkonfirmasi kabar itu ke Ratna. Informasi ini juga menjadi konsumsi media setelah koordinator juru bicara tim kampanye calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak, membenarkan kabar tersebut. Ratna adalah anggota tim pemenangan pasangan itu.

Hingga akhirnya Prabowo Subianto menemui Ratna di tempat yang dirahasiakan pada Selasa pekan lalu. Kepada Ketua Umum Partai Gerindra itu, Ratna membenarkan informasi penganiayaan. Prabowo kemudian mengumpulkan petinggi partainya untuk membahas dugaan penganiayaan itu di kediamannya di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta. Dia menduga motif penganiayaan itu dilatari sikap politik Ratna. ”Kalau tidak ada barang atau uang yang dicuri, apa lagi kalau bukan proses intimidasi?” katanya.

Anggota tim sukses Prabowo, Nanik S. Deyang, memberikan penjelasan detail ihwal kronologi penganiayaan. Menurut dia, penganiayaan itu terjadi pada 21 September lalu tak lama setelah Ratna mengantarkan dua koleganya yang akan terbang dari Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Mendadak tiga orang tak dikenal menyeret Ratna dari dalam taksi, lalu mengeroyoknya hingga babak-belur.

Sopir taksi yang menyaksikan kejadian itu berusaha menyelamatkan Ratna seusai pengeroyokan. Ia membopong tubuh Ratna ke dalam mobil, lalu melarikannya ke rumah sakit terdekat di sekitar Cimahi untuk berobat. Menurut Nanik, Ratna hanya menjalani perawatan minor di instalasi gawat darurat. Ratna kembali ke Jakarta untuk melanjutkan perawatan dengan dokter kenalannya malam itu juga.

Polisi rupanya tak tinggal diam. Meski penganiayaan itu tak pernah dilaporkan ke polisi, tim penyidik Polda Jawa Barat diminta turun tangan mengecek 23 rumah sakit di sekitar Bandung, termasuk otoritas Bandara Husein Sastranegara. Hasil pemeriksaan itu berakhir nihil. Nama Ratna Sarumpaet tak pernah tercatat sebagai pasien rumah sakit. Jadwal penerbangan atas namanya pun tak ditemukan.

Petunjuk keberadaan Ratna datang dari tim penyidik Polda Metro Jaya. Hasil penelusuran mereka mengungkap Ratna tak berada di Bandung pada 21 September. Polisi mengumumkan temuan itu pada Rabu pekan lalu. ”Pada tanggal tersebut, ia mendatangi Rumah Sakit Bina Estetika di Menteng, Jakarta Pusat, untuk menjalani perawatan bedah estetik,” ucap Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nico Afinta.

Beberapa jam berselang, Ratna menggelar konferensi pers. Ia mengakui berada di Rumah Sakit Bina Estetika pada 21 September untuk menjalani perawatan sedot lemak di bagian pipi. Alasan penganiayaan awalnya ia buat untuk mengakali pertanyaan anaknya. Sebab, efek perawatan itu membuat wajahnya bengkak beberapa hari.

Ratna tak menyangka cerita yang ia karang belakangan merembet jadi konsumsi publik. Sejumlah koleganya yang mengetahui kabar itu satu per satu mendatangi kediamannya untuk meminta konfirmasi. Ketika ia menjamu kedatangan Fadli Zon, cerita tentang penganiayaan itulah yang kembali disampaikan. ”Ternyata saya pencipta hoaks terbaik. Entah diberikan setan mana kepada saya,” katanya.

Sejumlah tokoh politik yang ikut menyebarkan informasi tersebut langsung meminta maaf di media sosial. Prabowo Subianto juga menyampaikan permohonan maaf lantaran ikut menyuarakan informasi yang belum bisa diyakini kebenarannya. Konsekuensi atas kejadian tersebut, Prabowo meminta Ratna mengundurkan diri dari tim sukses. Ia menyerahkan penyelidikan kasus itu ke polisi. ”Beliau (Ratna) harus bertanggung jawab,” ujarnya.

RIKY FERDIANTO, CHRISTY, DEWI NURITA, ZARA AMELIA, ANDITA RAHMA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus