Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka sebagai tersangka suap penanganan perkara korupsi pemberian fasilitas eskpor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng. Kejagung memaparkan peran masing-masing tersangka untuk meloloskan tiga terdakwa korporasi dalam kasus yang ditangani Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Empat tersangka tersebut yakni Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Wahyu Gunawan (WG), Marcella Santoso (MS), dan Ariyanto (AR). Wahyu merupakan Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, MS dan AR merupakan advokat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar menyatakan penyidik telah menemukan alat bukti yang cukup berupa dokumen dan uang yang mengarah pada tindak pidana suap dan gratifikasi. "Penyidik memperoleh alat bukti yang cukup telah terjadi tindak bidana korupsi, suap dan atau gratifikasi," kata Abdul saat konferensi pers Kantor Kejagung, Jakarta Selatan pada Sabtu malam, 12 April 2025.
Abdul Qohar mengatakan, majelis hakim PN Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025 memberikan vonis lepas atau onslag kepada tiga terdakwa korporasi pada kasus ekspor minyak goreng. Abdul mengatakan putusan onslag berarti tuntutan terhadap masing-masing terdakwa korporasi diputus terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan. Akan tetapi, majelis hakim menilainya bukan suatu tindak pidana. Ketiga korporasi tersebut yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Kejagung menemukan bukti bahwa Arif Nuryanta menerima suap sebesar Rp 60 miliar. Dia menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat kasus korupsi ekspor minyak goreng itu bergulir.
Peran Masing-masing Tersangka
Abdul Qohar mengatakan Arif berperan aktif agar majelis hakim memberikan vonis lepas terhadap para terdakwa. Dalam proses tersebut, Wahyu Gunawan yang saat itu menjadi panitera di PN Jakarta Pusat merupakan orang kepercayaan dari Arif Nuryanta. “WG sebagai panitera merupakan orang kepercayaan MN. Kemudian melalui dia (WG) lah terjadi kesepakatan,” kata Abdul.
Ariyanto dan Marcella Santoso yang merupakan pengacara terdakwa menjadi pihak yang diduga memberikan suap senilai Rp 60 miliar. Uang tersebut diberikan melalui Wahyu Gunawan.
Tim penyidik Kejagung juga telah memeriksa majelis hakim PN Jakarta Pusat yang memberikan vonis lepas. Perkara itu diperiksa dan diadili oleh hakim Djuyamto sebagai ketua majelis bersama hakim Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom sebagai anggota.
"Yang sedang diperiksa adalah hakim Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar seperti dilansir dari Antara, Ahad, 13 April 2025.
Adapun hakim ketua, yakni Djuyamto, menurut Harli yang bersangkutan sempat hadir pada Ahad dini hari. Namun, kehadirannya tidak diketahui penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
"Katanya tadi dini hari sekitar pukul 02.00 WIB datang ke kantor, tetapi tidak terinfo kepada penyidik," katanya. Kejagung masih akan memeriksa sejumlah pihak yang lain yang diduga terlibat dalam suap penanganan perkara korupsi ekspor minyak goreng.
Pilihan Editor: Kronologi Kasus Korupsi Minyak Goreng yang Divonis Lepas