Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tipikor Jakarta akan membacakan putusan atau vonis Emirsyah Satar terdakwa korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia. Emirsyah merupakan bekas Direktur Utama atau Dirut di maskapai pelat merah tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain membacakan vonis Emirsyah Satar, majelis hakim juga akan membacakan vonis Soetikno Soedarjo. Ia adalah eks Dirut PT Mugi Rekso Abadi yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini. "Rabu, 31 Juli 2024 pukul 14.00 sampai selesai untuk putusan," demikian bunyi keterangan di laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kendati demikian, ruang Prof. Muhammad Hatta Ali yang menjadi tempat berlangsungnya sidang sudah dibuka sejak pukul 10.00. Petugas keamanan setempat menyebut ruang sidang tersebut akan digunakan untuk sidang kasus korupsi Garuda Indonesia. Ia juga mengisyaratkan sidang dimulai lebih cepat daripada jadwal.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Emirsyah Satar terbukti secara tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (fleet plan) Garuda Indonesia kepada Soetikno Soedarjo. Rencana pengadaan armada yang merupakan rahasia perusahaan itu kemudian diserahkan kepada pabrikan Bombardier.
Emirsyah dinilai terbukti mengubah rencana kebutuhan pengadaan pesawat dari 70 kursi menjadi 90 kursi, tanpa terlebih dahulu ditetapkan dalam rencana jangka panjang perusahaan. Ia juga diyakini memerintahkan bawahannya untuk mengubah kriteria pemilihan dalam pengadaan pesawat di Garuda Indonesia tanpa persetujuan dewan direksi.
JPU KPK juga menilai Emirsyah terbukti bersekongkol dengan Soetikno selaku penasihat komersial Bombardier dan Avions De Transport Regional (ATR) untuk memenangkan Bombardier dan ATR dalam pemilihan pengadaan pesawat di Garuda Indonesia. Padahal, pesawat jenis Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 tidak sesuai dengan konsep bisnis Garuda Indonesia yang menyediakan pelayanan penuh.
Perbuatan Emirsyah Satar didakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara pada Garuda Indonesia dengan jumlah total USD 609,81 juta atau sekitar Rp 9,93 triliun. Emirsyah sebelumnya juga pernah terjerat kasus rasuah yang berbeda. Pada 8 Mei 2020 silam, ia divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan serta dihukum membayar uang pengganti sebesar SGD 2,11 juta. Ia dinilai terbukti menerima suap senilai Rp 49,3 miliar dan pencucian uang sejumlah Rp 87,464 miliar.
Pilihan Editor: Polri Lambat Usut Kasus Afif Maulana, KPAI Sebut Ada Pelanggaran UU Perlindungan Anak