Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pesan Cabul Sampai ke Bui

Pengirim pesan pendek cabul dipenjara lima bulan. Peringatan bagi yang suka iseng melakukan pelecehan seksual lewat sms.

27 Agustus 2012 | 00.00 WIB

Pesan Cabul Sampai ke Bui
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Pesan pendek itu tak beridentitas. Sering terkirim ke nomor telepon Adhelian Ayu Septiyana, 22 tahun, mengandung kata-kata jorok dan ajakan berbuat intim, baik dalam bahasa Indonesia maupun Jawa. Adel, panggilan mahasiswi universitas negeri di Malang ini, tentu saja risi. Apalagi pesan itu ia terima bukan sekali, melainkan puluhan kali.

Adel pertama kali dikirimi pesan menjijikkan itu pada Juni 2010. Setelah itu, pesan serupa ia terima hampir saban hari, berlanjut hingga empat bulan kemudian. "Sehari bisa lima kali SMS," kata Adel, warga Kecamatan Taman, Madiun, Jawa Timur, kepada Tempo pekan lalu. Adel tak pernah membalasnya. Tapi orang tak dikenal itu tidak hanya mengirim pesan. Sesekali dia menelepon. Namun, manakala Adel mengangkatnya, tak ada suara.

Tak tahan dihujani SMS cabul, pada akhir September 2010, Adel bersama ayahnya melapor ke Kepolisian Resor Kota Madiun. Kebetulan ayah Adel juga polisi. Penyidik pun bergerak cepat. Mereka menyedot semua SMS tak senonoh dari telepon Adel untuk barang bukti. "Kami meminta bantuan penyedia jasa telepon seluler untuk melacak identitas pelaku," kata Ajun Komisaris Eko Rudianto, Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Madiun Kota, saat itu.

Hasilnya, polisi mencetak 39 lembar salinan SMS cabul. Identitas pengirimnya pun terungkap. Ia bernama Saiful Dian Efendi, warga Madiun. Saiful berstatus mahasiswa sebuah universitas swasta di kotanya. Polisi mencokok lelaki 22 tahun itu pada 23 Oktober 2010. "Hari itu juga ia ditahan," kata Eko.

Polisi hanya menahan Saiful selama sepuluh hari. Pertimbangannya, ia masih kuliah dan ada jaminan dari keluarganya. Tapi urusan belum selesai. Pria pendiam itu dijerat Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Internet dan Transaksi Elektronik. Ancaman hukumannya enam tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar. "Saya tak menyangka urusannya bisa panjang begini," kata Saiful saat masih di kantor polisi.

Pengadilan Negeri Kota Madiun menggelar sidang perdana kasus ini pada 27 Januari 2011. Di persidangan terungkap Saiful dan Adel tidak saling kenal. Saiful memperoleh nomor telepon Adel dari teman prianya. Korbannya juga bukan Adel seorang. Diperkirakan ada 14 perempuan lain yang turut menerima pesan senada, tapi tak pernah melapor ke polisi.

Di pengadilan, Saiful menolak didampingi penasihat hukum meski hakim telah menawari dia pengacara. Saiful masih beruntung tak dituntut dengan hukuman maksimal. Jaksa hanya menuntut dia sepuluh bulan penjara dan denda Rp 1 juta. Di akhir persidangan, hakim memvonis Saiful dengan hukuman percobaan lima bulan penjara dan denda Rp 1 juta.

Arif Budi Cahyono, ketua majelis hakim persidangan itu, mengatakan Saiful dihukum ringan karena sudah menyesal dan masih kuliah. "Unsur pidananya memang terpenuhi, tapi tak ada motivasi apa pun dari terdakwa," katanya kepada Tempo.

Jaksa rupanya tak puas. Mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur. Tapi hakim banding malah menguatkan putusan pengadilan pertama. Upaya terakhir, jaksa mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. 

Majelis hakim kasasi menganulir putus­an hakim sebelumnya. "Kami menaikkan hukumannya," kata juru bicara Mahkamah, Djoko Sarwoko. Hakim kasasi memvonis Saiful lima bulan penjara dan denda Rp 1 juta. Hingga kini, Saiful memang belum ditahan. Tapi itu soal waktu saja. Jaksa belum menerima salinan putusan kasasi.

Menurut Djoko, hakim kasasi memperberat hukuman karena kasus serupa sangat banyak tapi tak terungkap. Menurut catatan Mahkamah, inilah kasus SMS kotor pertama yang diadili dengan Undang-Undang ITE. "Ini sekaligus memberikan shock therapy kepada pelaku lain," katanya.

Meski memaafkan pelaku, Adel juga berharap putusan ini jadi pelajaran bagi pria iseng dan suka berpikir lucah. "Saya yakin banyak perempuan mengalami pelecehan serupa tapi tak berani melapor," katanya.

Mustafa Silalahi (Jakarta), Ishomuddin (Madiun)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus