Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bergepok-gepok dokumen penting itu dikirim Badan Pemeriksa Keuangan ke Kejaksaan Agung lima tahun silam. Tersegel dalam sejumlah amplop besar, itulah berkas hasil kerja para auditor Badan Pemeriksa Keuangan atas PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia atau yang lebih dikenal dengan nama PT Bahana PUI.
Auditor menemukan sejumlah indikasi tindak pidana korupsi yang terjadi pada badan usaha milik negara yang berdiri sejak 1973 tersebut. Dari pemeriksaan sekitar tiga bulan, BPK menemukan sejumlah bukti penyelewengan yang terjadi di lembaga yang mengkhususkan bisnis di bidang jasa finansial untuk perusahaan kecil dan menengah tersebut.
Para auditor menemukan terjadi penyelewengan senilai Rp 1,2 triliun di sana. Menurut sumber Tempo yang ikut menelisik keuangan PUI, penyelewengan yang terjadi itu bisa menyeret sejumlah petinggi perusahaan. "Ada tiga kasus yang dilaporkan BPK," ujarnya. Salah satunya, ya itu tadi, pengemplangan duit yang ujung-ujungnya masuk ke kantong pribadi. Dokumen itu dengan detail memang menyebutkan periode tindak pidana itu terjadi, nilai kerugian negara, plus mereka yang paling bertanggung jawab.
Lima tahun setelah laporan itu dikirim, hingga detik ini para auditor tak mendengar tindak lanjut Kejaksaan menelisik kasus itu untuk dibawa ke pengadilan. Kasus itu bak hilang begitu saja. Padahal, awalnya, saat kasus itu diserahkan, para auditor BPK sudah menyiapkan berbagai dokumen jika jaksa meminta bukti tambahan. "Bagaimana lagi, kami tidak memiliki kekuatan memaksa Kejaksaan memanggil mereka yang terlibat itu," ujar seorang auditor.
Nasib sama juga terjadi pada berbundel-bundel dokumen dugaan korupsi yang terjadi pada Dana Pensiunan Perkebunan (Dapenbum) yang dikirim BPK setahun sebelumnya, 2006. Para auditor yang diberi tugas menemukan kongkalikong para pejabat dan pengelola dana perkebunan dengan sejumlah pihak yang membuat amblasnya duit Rp 488,5 miliar yang antara lain milik sekitar seratus ribu pensiunan karyawan perkebunan.
Kasus ini sempat mencuat dan memancing demo para pensiunan PT Perkebunan Nusantara. Nama sejumlah pejabat dan pengusaha swasta yang diduga otak penggangsiran duit sudah diserahkan BPK ke Kejaksaan. "Sangat lengkap, termasuk detail pengeluaran uang dan kejanggalan pengelolaan dana perkebunan itu," ujar sumber Tempo. Lembaga auditor negara itu juga hingga kini masih menyimpan berkas penting menyangkut kasus ini. Tapi kini kasus ini seperti menguap di Kejaksaan Agung. Tak terdengar para penyidik Kejaksaan menelisik lebih lanjut temuan penting para auditor.
Ihwal terbenamnya laporan badan pemeriksa keuangan negara itu ke Kejaksaan Agung mencuat beberapa waktu lalu ketika Wakil Ketua BPK Hasan Bisri berbicara kepada pers. Kepada para wartawan saat itu Hasan Bisri menyatakan lembaganya telah menyampaikan 32 laporan hasil pemeriksaan periode 2009-2011, yang mengandung unsur pidana, ke Kejaksaan Agung. Nah, dari puluhan laporan itu, hingga kini yang disidik kejaksaan hanya dua laporan. Adapun yang lain tak terdengar kabar beritanya. "Artinya, hanya sekitar enam persen yang ditindaklanjuti," katanya.
Hasan tidak hanya memprihatinkan sedikitnya laporan lembaganya yang "ditangkap" Kejaksaan, tapi juga khawatir akan dampaknya. "Minimnya jumlah kasus yang ditindaklanjuti membuat para auditor BPK kehilangan semangat," katanya. "Mencari temuan-temuan itu kan tidak gampang."
Kepada Tempo, yang menemuinya di ruang kerjanya di lantai enam gedung BPK, dua pekan lalu, Hasan mengakui lebih dari seratus temuan BPK yang dikirim ke sejumlah lembaga penegak hukum tidak ada kabar kelanjutannya. Lembaganya, ujar dia, mengirim laporan itu karena yakin ada unsur tindak pidana di dalamnya. Tindak pidana itu bisa berupa kejahatan korupsi, lingkungan hidup, kehutanan, perbankan, dan sebagainya.
Menurut dia, lembaganya mengirim laporan itu karena terikat perintah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. "Pasal 8 undang-undang itu menyatakan hasil temuan BPK yang mengandung unsur pidana harus diserahkan ke penegak hukum," tuturnya. Hasan tidak menampik saat ditanya perihal dua laporan BPK, yakni dugaan tindak pidana yang terjadi di PT PUI dan Dana Pensiunan Perkebunan yang hingga kini belum diseliĀdiki Kejaksaan Agung itu. "Sampai kini kami memang belum mendengar perkembangan laporan tersebut," ujarnya.
Sesuai dengan perintah undang-undang, tidak hanya ke Kejaksaan Agung lembaga auditor negara ini mengirimkan hasil pemeriksaannya yang di dalamnya ditemukan sejumlah indikasi tindak pidana. Badan ini juga mengirimkannya ke kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Total laporan yang dikirim sejak 2003 hingga 2012 ini ada 145, yang di dalamnya tercakup 321 temuan beragam tindak pidana.
Menurut Hasan Bisri, lembaganya memang menginginkan lembaga penegak hukum segera menindaklanjuti temuan itu. Sebab, jika berlarut-larut, kasus ini akan semakin sulit diselesaikan. Pelakunya bisa menghilangkan dokumen atau auditor yang memeriksanya sudah pindah entah ke mana. "Karena itu, kami akan membuat nota kesepahaman lagi dengan lembaga penegak hukum untuk menangani laporan BPK," ujarnya.
Sumber Tempo, baik di Kejaksaan maupun di BPK, menyatakan laporan yang dikirim BPK ke kejaksaan sebenarnya terhitung lengkap. Laporan itu dengan sangat terperinci memaparkan bagaimana kerugian itu terjadi, tanggal pemeriksaan, tanggal wawancara dengan mereka yang dinilai bertanggung jawab, hingga jawaban-jawaban mereka.
Di luar itu, ada pula rekomendasi pelanggaran dan kejahatan apa yang terjadi pada instansi yang diaudit tersebut. "Laporan itu sudah sangat lengkap, sehingga kejaksaan sebenarnya tinggal memanggil dan memeriksa nama-nama yang ada di laporan itu," ujar sumber ini.
Wakil Jaksa Agung Darmono mengakui perihal mengendapnya laporan dari BPK itu. Hanya, ia menyatakan tidak semua laporan itu merupakan tindak pidana yang mesti ditindaklanjuti lembaganya. Menurut dia, beberapa di antaranya bersifat administratif, yang bukan tindak pidana. Hanya, Darmono menggeleng tatkala ditanya detail yang dilakukan lembaganya. "Saya akan mengecek dulu," katanya. Hal sama kembali dinyatakan juru bicara Kejaksaan Agung, M. Adi Toegarisman, saat dihubungi Tempo pekan lalu. "Tidak semuanya laporan itu kami pegang. Yang di daerah, ya, dilimpahkan ke daerah. Jadi belum tentu yang disidik baru dua," katanya.
Sejumlah aktivis antikorupsi menyesalkan sikap Kejaksaan yang terkesan tidak serius menindaklanjuti temuan BPK. Menurut anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, laporan itu jelas bisa dipakai Kejaksaan untuk pijakan awal penyidikan kasus korupsi.
Adapun Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, menilai, selain menunjukkan lemahnya koordinasi antara BPK dan Kejaksaan, bisa jadi laporan BPK itu sengaja dibenamkan sejumlah orang dalam Kejaksaan agar tak terungkap. "Permainan orang dalam bisa mengubah status laporan BPK yang semula terindikasi tindak pidana menjadi tidak ada," katanya kepada wartawan Tempo Ananda Badudu. Jalan keluar dari ini semua, ujar Hifdzil, lembaga penegak hukum harus transparan dalam menangani kasus tersebut. "Perkembangan penanganan kasus itu mesti disampaikan secara berkala ke publik," katanya.
L.R. Baskoro
Laporan BPK ke Aparat Penegak Hukum
Dari 2003 sampai semester I 2012
Nilai kerugian negara
Laporan BPK ke Kejaksaan
Laporan BPK ke polisi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo