Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Peter Carey: Belajarlah dari Sejarah Inggris Menangkal Korupsi

Sejarawan Peter Carey menyebutkan Indonesia bisa belajar dari cara Inggris dalam menangkal korupsi.

11 Desember 2017 | 14.37 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejarawan Peter Carey. TEMPO/Nufus Nita Hidayati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia memiliki sederetan kasus korupsi yang seakan tidak ada habisnya. Para pejabat kian banyak yang tertangkap dalam Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Negara mengalami kerugian terutama dengan adanya skandal korupsi terbesar, yakni kasus mega korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejarawan Peter Carey menyebutkan Indonesia bisa belajar dari cara Inggris dalam menangkal korupsi. Meski dikenal sebagai negara adidaya, ternyata Inggris memiliki sejarah kelam terhadap korupsi sebelum abad ke-18. Bentuk pemerintahan sebelumnya, yakni monarki absolut menjadi akar maraknya praktik korupsi di institusi pemerintah Inggris.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perang Saudara pada 1642 yang menjatuhkan kerajaan mulai menjadi titik terang bangkitnya Inggris dari korupsi. Korupsi baru mulai terobati pada abad ke-18 ketika Inggris dihantui oleh kehancuran sistem finansial dan kekalahan militer.

Guru Besar Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia itu menjelaskan, Inggris mengalami sejarah Panjang dalam memerangi korupsi. Menurutnya, Inggris membutuhkan total 150 tahun untuk bangkit. “50 tahun terakhir adalah pertarungan terhadap korupsi yang paling sengit,” ucap Carey ketika berkunjung ke kantor Tempo, Palmerah Barat, Jakarta Barat pada Jumat, 8 Desember 2017.

Carey menjelaskan, cara pertama menanggulangi korupsi adalah kenaikan renumerasi pegawai pemerintahan. Jatuhnya sistem pemerintahan monarki absolut di Inggris usai Perang Saudara turut memunculkan kekuasaan rakyat dalam parlemen. Reformasi parlemen itu turut menggiring reformasi sistem kehakiman melalui kenaikan renumerasi.

Gaji hakim senior dinaikkan 500 persen menjadi seribu poundsterling per tahun atau senilai Rp 3,3 miliar. Selain menaikkan gaji, pemerintah juga melarang para hakim menerima penghasilan tambahan, keuntungan, atau hadiah dalam bentuk lainnya.

“Jadi tidak ada kasus hakim yang harus dicopot dalam abad ke-18 karena menerima uang,” ucap Carey.

Kedua, Inggris juga mendirikan sebuah komite khusus dalam parlemen untuk memeriksa laporan keuangan negara. “Komite ini seperti KPK,” kata Carey. Komisi ini berisi tujuh anggota dari seluruh partai politik di parlemen. Komisi ini dibentuk usai penobatan Raja William pada 1689 guna memberi wewenang lebih luas kepada parlemen untuk mengawasi belanja dan neraca departemen keuangan.

Ketiga, menurut Carey, yang tak kalah penting dalam menanggulangi korupsi adalah revolusi mental dari masyarakat Inggris. “Revolusi mental ini penting,” kata Carey.

Carey menjelaskan, revolusi mental di Inggris pada abad ke-18 didasarkan pada pengaruh agama Protestan dan filsafat utilitarianisme, yakni dengan memaksimalkan kebahagian serta kesejahteraan masyarakat.

Menurut Carey, kepercayaan tinggi masyarakat atas agama memicu sebuah moralitas di tengah pemerintahan. Dengan tumbuhnya moralitas dalam setiap individu, maka para pekerja pemerintahan mampu melaksanakan tugas politik dengan jujur dan sungguh-sungguh.

Sementara, doktrin utilitarianisme dipopulerkan di Inggris oleh Jeremy Bentham dan adiknya, Samuel Bentham, insinyur angkatan laut Inggris. Utilitarianisme menitikberatkan unsur sifat hemat, efisiensi, kebersahajaan, dan integritas di bidang pemerintahan, terutama di bidang keuangan negara dan militer.

Carey menekankan, revolusi mental adalah faktor terpenting dalam memberantas korupsi pada pemerintahan. “Korupsi tidak hanya berkaitan dengan institusi, tetapi juga pola pikir,” ucap Carey.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus