Akhirnya, struktur negara Indonesia sebagai negara kesatuan dianggap sudah final. Itulah kesepakatan Badan Pekerja (BP) MPR yang sedang menyiapkan amendemen tahap kedua UUD 1945 untuk sidang MPR pada Agustus 2000. Dengan demikian, jangankan hasrat untuk memisahkan diri, sebagaimana tuntutan referendum di Aceh, untuk membentuk negara federal (serikat) pun pintunya sudah ditutup.
Menurut seorang anggota BP MPR, Slamet Effendy Yusuf, hampir semua fraksi di MPR (11) sepakat bulat untuk mempertahankan bentuk negara kesatuan. Ada, memang, yang mempersoalkan federalisme, yakni Fraksi Reformasi. Tapi yang dipermasalahkannya cuma sebatas wacana federal, bukan ke arah perubahan bentuk negara.
Rupanya, MPR menganggap negara kesatuan sudah merupakan bentuk yang paling tepat untuk negara Indonesia yang berbentuk kepulauan dan berpenduduk aneka suku. Karena itu, praktek buruk negara kesatuan semasa presiden Sukarno dan Soeharto harus diperbaiki.
Caranya, ya, dengan konsep otonomi daerah seluas-luasnya. Ini untuk menjamin tercapainya keadilan dan hubungan yang seimbang antara pusat dan daerah. "Supaya daerah jangan dijadikan sapi perahan," ujar Slamet.
Sebaliknya, bentuk negara federal, tutur Slamet, bisa menimbulkan gerakan separatisme. Lagi pula, pembentukan negara federal bukan dari atas (pusat) ke bawah (daerah). Negara federal dibentuk karena kesepakatan dari negara-negara yang sudah ada. Negara-negara itu kemudian menjadi negara bagian dari federasi. Contohnya, Amerika Serikat, Jerman, dan Australia.
Memang, pada 1949, Indonesia pernah menjadi negara serikat. Namun, tutur Slamet, itu karena rekayasa Van Mook (Belanda), yang memecah-mecah wilayah negara kesatuan yang sudah ada menjadi negara-negara bagian. Ada juga contoh pembentukan negara federal dari atas, yakni Uni Soviet dan Yugoslavia, tapi keduanya gagal.
Jadi, negara kesatuan tak bisa diganggu gugat lagi? Menurut ahli hukum tata negara, Prof. Ismail Suny, bentuk negara kesatuan belum final. Setidaknya, sampai MPR memutuskan amendemen kedua UUD 1945 pada Agustus 2000. Meskipun demikian, Ismail Suny sependapat bila negara kesatuan dipertahankan.
Tinggal kini pemerintah pusat harus secepatnya melaksanakan otonomi luas bagi daerah, sebagaimana ketentuan Undang-Undang Pemerintahan Daerah. "Undang-undangnya sudah baik, sudah semifederal," ujar Ismail Suny.
Bahkan, untuk Aceh dan Irianjaya, harus segera dibuatkan undang-undang otonomi khusus. Aceh juga harus diberi dana dan, tentu saja, pengadilan terhadap para pelanggar hak asasi manusia di sana. "Itu supaya otonomi yang didengung-dengungkan pemerintah pusat tak dibilang bohong. Atau, jangan sampai ke arah federal," ujar Ismail.
Sementara itu, seorang tokoh masyarakat di Riau, Prof. Tabrani Rab, berpendapat lain. "Bukalah sejarah. Janji-janji otonomi daerah tak pernah ditepati oleh pemerintah pusat. Kalau daerah hanya menjadi mainan pusat dan ruang geraknya tetap sempit, lebih baik daerah seperti Riau merdeka saja, atau memilih bentuk negara federal," kata Tabrani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini