Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Jatuh-Bangun Membangun Pondok Pesantren

Pondok pesantren di Bandung tak punya izin Kementerian Agama karena ditolak warga sekitar. Dituduh menyebarkan ajaran sesat.

14 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESKI dilanda kegaduhan tiga tahun lalu, aktivitas Pondok Pesantren Tahfidz Quran Alam Maroko terlihat tetap hidup selama Ramadan tahun ini. Pada Rabu siang, 27 Maret 2024, beberapa santri terlihat bermain kejar-kejaran di pekarangan pesantren selepas mengaji. Sejumlah santri beristirahat di kamar sambil menanti azan zuhur. “Jumlah santri kami terus bertambah,” ujar Dadang Budiman, pengasuh pondok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pondok Pesantren Alam Maroko belum mengantongi izin beroperasi dari Kementerian Agama. Terletak di Desa Mekarjaya, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, pondok mengaji itu berada di dataran muara Sungai Citarum. Mereka menggunakan lahan PT Indonesia Power, operator pembangkit tenaga listrik di Bendungan Saguling, sejak 2018. Dadang mengelola pesantren itu dengan bantuan 15 pengajar. Saat ini santri laki-laki dan perempuan di sana berjumlah 50 orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nyaris tak ada bangunan permanen di Pondok Alam Maroko. Tiang masjid, kamar, dan bangunan lain umumnya terbuat dari kayu dan bambu. Pelataran parkir kompleks pondok berhias replika Ka’bah setinggi 3 meter dan patung unta. Selain dikelilingi genangan air bendungan, pondok itu dipayungi pepohonan rimbun.

Dadang mendirikan Pondok Alam Maroko bersama istrinya. Porsi belajar mengaji dan menghafal Al-Quran sekitar 80 persen dari keseluruhan proses belajar. Para santri turut diajari tata cara beribadah, amaliah keseharian (fikih), dan wawasan adab. Dadang merancang kurikulum itu sendirian. Ia tak mau merujuk mata pelajaran dari Kementerian Agama atau lembaga lain. “Kami independen, punya kebijakan sendiri,” ucapnya.

Pondok Alam Maroko kerap memancing kontroversi. Dadang dituduh warga sekitar mempraktikkan ajaran sesat. Misalnya gosip praktik nikah siri tak resmi di pondok. Puncaknya terjadi pada 2021 ketika ratusan warga merangsek masuk kawasan pondok dan menuntut Dadang membubarkan pesantren itu. Kedatangan mereka membuat 30 santri yang sedang belajar ketakutan hingga menangis.

Kepala Desa Mekarjaya, Ipin Surjana, 77 tahun, mengaku pernah turun tangan menengahi gejolak. Protes yang dimotori ketua rukun tetangga dan ketua rukun warga itu dimediasi camat serta personel Tentara Nasional Indonesia dan kepolisian setempat. Dia menjelaskan, tuntutan warga dipicu peristiwa pernikahan salah seorang pengajar pesantren dengan warga setempat yang tidak dihadiri wali dari keluarga perempuan. “Saat itu mulai muncul isu pesantren ini mengajarkan ajaran sesat,” katanya.

Penyelesaian masalah berlangsung alot. Dadang Budiman menolak pesantrennya dibubarkan. Ia berkukuh tak ada yang keliru karena masalah itu berlatar perbedaan mazhab. Belakangan, keributan itu menarik perhatian pihak lain, di antaranya Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bandung Barat, Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten Bandung Barat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bandung Barat, dan pemerintah daerah setempat.

Ipin Surjana mengatakan MUI sudah membuat kajian yang menyimpulkan bahwa tuduhan sesat Pondok Pesantren Alam Maroko tak terbukti. MUI diklaim menerima pembelaan Dadang yang menjelaskan dalil-dalil sejumlah mazhab ihwal pernikahan tanpa wali. Pada 4 Februari 2021, Ketua MUI Kabupaten Bandung Barat kala itu, Muhamad Ridwan, mengatakan kepada wartawan bahwa tidak ada ajaran yang menyimpang di Pondok Pesantren Alam Maroko.

Namun keputusan itu tak membuat protes warga sekitar mereda. Mereka tetap meminta Dadang dan penghuni pesantren lain angkat kaki. “Keputusan itu dikembalikan kepada pemilik tanah,” ucapnya.

Pada Januari 2022, PT Indonesia Power juga meminta fatwa dari MUI Bandung Barat soal keberadaan Pondok Pesantren Alam Maroko. Mereka menawarkan pondok direlokasi. Dadang tetap bergeming. Menurut Ipin, penolakan warga sekitar mereda dalam dua tahun terakhir. Tapi potensi konflik masih terus ada. “Hubungan pengelola pesantren dengan warga sekitar ibarat api dalam sekam,” tuturnya.

Dadang mengklaim akan terus mempertahankan Pondok Pesantren Alam Maroko. Sejak awal pendirian, ia meniatkan lembaga ini memfasilitasi pendidikan untuk semua kalangan, terutama mereka yang berstatus yatim-piatu, secara gratis. Ia mencari sendiri sumbangan dari para donatur untuk mencukupi kebutuhan para santri. “Ada yang bayar, tapi bisa dihitung pakai jari. Itu pun cuma Rp 100 ribu sebulan,” katanya.

Suasana rumah sekaligus bangunan Pondok Pesantren Pereng Al-Kahfi milik terdakwa kekerasan seksual terhadap santri, Muhammad Anwar, di Kelurahan Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, 7 September 2023./Tempo/Jamal Abdun Nashr

Dadang juga mengklaim sudah mengumpulkan 180 tanda tangan warga sekitar yang mendukung Pondok Pesantren Alam Maroko. Ia mengumpulkan tanda tangan untuk melengkapi syarat perizinan yang diminta Kementerian Agama. Namun ikhtiar itu terhenti lantaran ketua RT dan ketua RW masih tak memberi restu. “Ada pengalaman traumatis yang membuat kami tak bisa mendapatkan status perizinan. Jadi bukan karena kami tidak ingin memenuhi urusan legalitas,” ujarnya.

Ipin Surjana mengatakan ketua RT dan ketua RW masih tak memberi izin lantaran pihak pesantren dianggap menutup diri dan enggan berbaur dengan warga setempat. Contohnya, hingga kini, Dadang dan staf pengajar belum mengurus surat pindah domisili. Ipin meminta Dadang segera menyelesaikan masalah administrasi kependudukan itu. “Kalau mau diselesaikan, lapor ke ketua RT dan RW setempat. Selama ini kami tidak mengetahui siapa saja pengajar di sana,” tuturnya.

Pelaksana tugas Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama, Waryono Abdul Ghafur, meminta pesantren yang tak berizin segera mengurus legalitas tersebut. Ia juga meminta pesantren yang memiliki sistem pendidikan sendiri membenahi kurikulum pendidikan sesuai dengan panduan Kementerian Agama agar sejalan dengan aturan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. “Rumah tahfiz dan taman pendidikan Al-Quran tak ada dalam nomenklatur pesantren,” ucapnya.

Pondok Pesantren Alam Maroko hanya satu dari banyak pesantren yang status perizinannya terganjal gesekan dengan warga atau skandal hukum. Kegaduhan serupa dialami Pondok Pesantren Pereng Al-Kahfi, Kelurahan Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa Tengah. Pondok yang dipimpin Muhammad Anwar alias Bayu Aji Anwari itu kini terbengkalai lantaran Anwar terseret kasus pemerkosaan anak pada akhir 2023. Ia dituntut 15 tahun penjara pada akhir Maret 2024.

Sejak tak lagi beroperasi, pesantren itu ibarat rumah hantu. Tumbuhan liar merambati sebagian dinding bangunan. Begitu pula dengan rumah joglo yang berada di sisinya. Dulu Anwar memanfaatkan bangunan itu untuk pengajian rutin setiap pekan. Sebagian santrinya malah berstatus mahasiswa. “Waktu pesantren ini dibangun, dia memberdayakan para santrinya mengeruk tanah tebing dan membuat bangunan,” ujar Puji Astuti, 43 tahun, warga setempat.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Mohammad Khory Alfarizi dari Jakarta, Ahmad Fikri dari Bandung, dan Jamal A. Nashr dari Semarang berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jatuh-Bangun Mengais Restu"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus