LEMBAGA pra-peradilan yang tercipta melalui KUHAP (Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana) hampir setahun yang lalu,
ternyata belum berjalan mulus. Perbedaan pendapat dan penafsiran
yang tajam antara sesama penegak hukum, khususnya polisi dan
jaksa, segera terjadi begitu mereka mamasuki pelaksanaannya.
Apalagi, 'para pelaksana masih coba sana coba sini ujar Ketua
Peradin Jaya, Yan Apul, dalam seminar tentang pra-peradilan yang
diselenggarakan Peradin, Rabu pekan lalu, di Hotel Hasta
Jakarta.
Selain seminar tentang pra-peradilan, Peradin hari itu sekaligus
menyelenggarakan diskusi "professi hakim" dan "aspek keuangan
bantuan hukum". Dalam diskusi tentang professi hakim disinggung
pula kesejahteraan hakim. (Lihat box: Layaknya gaji seorarg
Hakim).
Pelaksanaan pra-peradilan di beberapa tempat, sampai saat ini
ternyata belum sebagaimana mestinya. Tata cara persidangannya
pun belum seragam. Menurut Yan Apul ada hakim yang bersidang
seperti perkara pidana biasa, yaitu tanya jawab antara hakim dan
pihak yang berperkara. Tapi, tambahnya, ada pula yang bersidang
seperti dalam perkara perdata, yaitu melalui surat menyurat,
baik tuntutan maupun tangkisan.
Memeriksa sah tidaknya penahanan terhadap seorang tersangka,
juga antara beberapa pengadilan berlainan cara. Ada hakim yang
memeriksa secara formal saja, kata Yan Apul. Maksudnya, hakim
hanya memeriksa sah tidaknya penahanan melalui surat-surat
formal adakah surat perintah penahanan, pasal apa yang
dituduhkan? Tapi sebaliknya, ada juga hakim yang mau memeriksa
secara material betulkah ada bukti permulaan bahwa seorang
tersangka melakukan perbuatan yang dituduhkan?
Persoalan ini menjadi penting, karena pasal 17 KUHAP
mensyaratkan adanya bukti permulaan yang cukup di tangan polisi
sebelum menangkap tersangka. "Tapi siapa yang akan menilai
adanya bukti permulaan itu, kalau hakim praperadilan tidak
meneliti berkas itu?" tanya Abdurahman Saleh, Direktur LBH
Jakarta, di seminar itu.
Pihak Polri yang diwakili Letkol.Pol. R.M. Harahap tidak bisa
menerima kalau dalam proses pra-peradilan diperiksa pula berkas
perkara. "Itu sudah mencampuri urusan pengadilan pidana," ujar
Harahap. Menurut perwira polisi ini, sidang pra-peradilan cukup
memeriksa alasan formal, yaitu sah-tidaknya seseorang ditahan
atau ditangkap.
Alasan Harahap ini segera memancing reaksi keras dari kalangan
pengacara, khususnya Yap Thiam Hien, Rusdi Nurima dan Abdurahman
Saleh. "Apa salahnya hakirn pra-peradilan memasuki bidang
material?" tanya mereka. Sebab, perkara yang diperiksa di
pra-peradilan itu, bagaimanapun juga, menurut Abdurahman Saleh,
merupakan perkara pidana.
Ternyata inilah persoalan yang sebenarnya apakah pra-peradilan
sidang pidana atau perdata? Pihak pengacara menilai sidang
lembaga baru itu merupakan sidang pidana. Dan karenanya hakim
berhak memeriksa materi perkara. Sebaiknya pihak Polri.
Perdebatan yang berkelanjutan di seminar itu sampai pukul 20
malam itu, seharusnya berakhir pukul 16 sore, tidak menghasilkan
titik temu antara kedua pihak yang bersitegang.
Ketidakseragaman pelaksanaan praperadilan yang lain menurut Yan
Apul dalam makalahnya, adalah mengenai ganti rugi untuk
tersangka yang mengalami penahanan atau penangkapan tidak sah.
Pengacara itu sendiri beberapa kali mengajukan tuntutan ganti
rugi ke lembaga pra-peradilan dan selalu ditolak "Ada isu,
penolakan itu karena pemerintah belum siap membayar ganti rugi,
tapi mudah-mudahan kabar itu tidak benar," ujar Yan Apul.
Isu atau kabar burung, yang pasti sebab sejak Agustus lalu
beberapa permohonan ganti rugi melalui pra-peradilan ada yang
dikabulkan hakim. Salah satu di antaranya, tuntutan karyawan PT
Podomoro melalui kuasanya Rusdi Nurima di pra-peradilan
Pegadilan Negeri Jakarta Utara. Hanya saja, Rusdi kemudian
bingung kepada siapa ia harus meminta ganti rugi itu. Di dalam
putusan hakim tidak disebutkan, siapa yang membayar ganti rugi
Polisi atau kas negara? Sebab itu, ia merasa kemenangannya di
pra-peradilan masih kemenangan di atas kertas saja. (TEMPO, 11
September).
Tapi jika pun ditetapkan siapa yang harus membayar, "masih jadi
tanda tanya: siapa eksekutor putusan hakim itu?" tanya Rusdi
Nurima selanjutnya. Sebab adalah tidak mungkin seorang tersangka
yang mendapat ganti rugi menagih sendiri ganti ruginya ke Kodak.
KUHAP juga tidak mengatur masalah ini. Sebab itu ada hakim yang
mengusulkan agar eksekutor (pelaksana putusan hakim) adalah
jaksa. "Tapi bagaimana kalau terjadi jaksa yang diharuskan
membayar ganti rugi?" tanya Rusdi lagi.
Sebab itu Rusdi menganggap masih banyak hal tentang
pra-peradilan yang tidak diatur terperinci oleh KUHAP-salah satu
kelemahan UU itu. "Padahal pra-peradilan itu, selain untuk
mengawasi KUHAP, juga titik tolak untuk mengukur apa KUHAP itu
berhasil atau tidak dilaksanakan," ujar Rusdi Nurima lagi.
Adanya lubang-lubang yang menganga tentang pra-peradilan diakui
juga oleh Albert Hasibuan SH, anggota Komisi III yang ikut
merumuskan undang-undang itu. "KUHAP memang mengatur
pokok-pokoknya saja, pengaturan selanjutnya terserah pemerintah"
ujar Albert Hasibuan. Katanya, ketika lembaga pra-peradilan itu
disetujui untuk dimasukkan KUHAP, anggota DPR ketika itu sudah
merasa suatu kemajuan besar. "Kita terima itu dulu, bagaimana
pengaturannya bisa dengan peraturan pemerintah," ujarnya.
Menteri Kehakiman Ali Said langsung menanggapi. Sehari setelah
diskusi yang tidak menghasilkan kesepakatan itu, Ali Said
mengunjungi para advokat yang tengah berapat-kerja di Hotel
Hasta. Menteri Kehakiman yang dikenal tangkas menawab
pertanyaan, mengumumkan peraturan pelaksanaan pra-peradilan
sulah selesai disusun. "Tinggal pengesahanya saja," kata Ali
Said, tanpa menjelaskan perincian pengaturan itu.
Sumber TEMPO membenarkan, rancangan peraturan itu sudah
disampaikan Menteri Kehakiman ke Sekretaris Negara. Disebutkan
dalam rancangan itu kata sumber tadi, ketetapan ganti rugi bagi
tersangka yang dirugikan, antara Rp 5 ribu sampai Rp 1 juta
untuk setiap hari penahanan yang tidak sah. Seandainya tersangka
sampai cacat atau meninggal di tahanan, akan mendapat ganti rugi
Rp 3 juta. "Asal saja tidak ada tahanan ang ingin cacat di
tahanan untuk mendapat ganti rugi," gurau sumber itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini