Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tragedi Kanjuruhan membuat 125 orang tewas, dua di antaranya merupakan anggota polisi. Keduanya yaitu anggota Polres Trenggalek yang bertugas di Polsek Dongko Briptu Fajar Yoyok Pujiono dan anggota Polres Tulungagung yang bertugas di Polsek Sumbergempol Bripka Andik Purwanto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua anggota Polri yang menjadi korban tragedi Kanjuruhan ini kemudian mendapat penghargaan anumerta, kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi dari Polri. Penyerahan penghargaan tersebut disampaikan Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Polda Jatim Kombes Pol. Harry Kurniawan kepada keluarga almarhum pada Senin malam, 3 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Briptu Fajar mendapat kenaikan pangkat menjadi Bripka Anumerta, sedangkan Bripka Andik mendapat kenaikan pangkat menjadi Aipda Anumerta. “Bapak Karo SDM, Harry Kurniawan, yang mewakili Bapak Kapolda Jatim menyerahkan surat keputusan penghargaan dari Bapak Kapolri yang diserahkan kepada keluarga dua personil yang gugur,” kata Kepala Seksi Humas Polres Tulungagung Iptu M. Anshori di Tulungagung, Selasa, 4 Oktober 2022, dikutip dari Antara.
Berikut profil dua korban tragedi Kanjuruhan dari petugas kepolisian, dikutip dari tribratanews.polri.go.id dan sumber lainnya.
1. Fajar Yoyok Pujiono
Fajar merupakan anggota Polres Trenggalek. Kesehariannya bertugas sebagai Banit Reskrim Polsek Dongko dan Bhabinkamtibmas Desa Watuagung, Kecamatan Dongko. Pria kelahiran 1995 ini merupakan alumni SMAN 1 Karangan. Setamat SMA, Fajar kemudian mengikuti pendidikan Bintara Polri pada 2014.
Fajar sempat ditugaskan di sejumlah kesatuan, antara lain Ditsabhara Polda Jatim pada 2016, di tahun yang sama dia juga ditugaskan di Banit Turjawali Polres Trenggalek 2016. Terakhir, dia bertugas sebagai Banit Reskrim Polsek Dongko dan Bhabinkamtibmas Desa Watuagung sejak 2019.
Jenazah Fajar tiba di rumah duka di Desa Sukosari, Kecamatan Trenggalek sekitar pukul 11.15. Isak tangis anggota keluarga langsung pecah saat jenazah dikeluarkan dari ambulans PMI. Sejumlah anggota Polres Trenggalek langsung membawa jenazah ke dalam rumah duka untuk disalatkan.
“Kami Polres Trenggalek sedang berduka dengan gugurnya anggota kami Briptu Fajar Yoyok Pujiono saat melakukan pengamanan pertandingan sepak bola di Kanjuruhan, Malang,” ungkap Kapolres Trenggalek, AKBP. Alith Alarino, Minggu, 2 Oktober 2022, dilansir dari tribratanews.polri.go.id.
2. Andik Purwanto
Andik Purwanto merupakan anggota Polres Tulungagung yang ditugaskan sebagai Banit Binmas Polsek Sumbergempol. Pria kelahiran 1986 ini mengikuti pendidikan bintara Polri pada 2005. Sebelum bertugas di Tulungagung, Andik sempat bertugas di Polda Jatim. Kabag Ops Polres Tulungagung, Kompol. Supriyanto mengatakan, Andik merupakan bagian tim keamanan yang diperbantukan dalam laga Arema-Persebaya.
“Anggota yang kami (Polres Tulungagung) BKO (Bawah Kendali Operasi) ke Malang ada 25 personel,” jelasnya.
Andik Purwanto ternyata merupakan alumni santri Pondok Pesantren Al Mahrusiyah Lirboyo, Kediri. Selama mondok, Andik sempat mengikuti bela diri Pagar Nusa dan Diklat Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama atau Banser. Namun dia tidak aktif di Banser lantaran masuk kepolisian. “Ia mondok di Lirboyo,” ujar Wakil Ketua PCNU Tulungagung, Yoyok Mubarok pada Senin, 3 Oktober 2022, dikutip dari laman jatim.nu.or.id.
Yoyok menjelaskan sosok Andik adalah orang yang santun dan bersahaja. Meskipun sudah menjadi abdi negara, tetap memperlihatkan citra sebagai santri. “Model santrinya tidak hilang meskipun dia polisi. Ya tutur katanya enak, simpel, orangnya baiklah pokoknya,” terangnya.
Yoyok menceritakan, selain menjadi polisi, Andik membuka usaha sampingan beternak ikan. Mengutip laman NU Online, Andik kebetulan bertugas di Bendiljati Wetan yang merupakan sentra ikan hias dan konsumsi patin dan gurami. Kesempatan tinggal di kawasan tersebut tidak disia-siakan Andik dengan belajar kepada sejumlah rekan di sana, termasuk kepada kepala desa.
“Jadi dia itu selain terima gaji untuk kehidupan rumah tangganya, (juga) punya celengan. Pokoknya waktu panen itu ya dia mengatakan ‘mbetok celengan’ (membedah tabungan) istilahnya. Itu yang saya salut,” kata Yoyok.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.