Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Siapa Paulus Tannos, Seteru Lama Anak Tomy Winata?

Jauh sebelum menjadi buron KPK, Paulus Tannos bersengketa dengan anak taipan Tomy Winata, Andi Winata.

27 Januari 2025 | 09.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Direktur PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos dihadirkan secara virtual dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP dengan terdakwa Irman, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 18 Mei 2017. Dok. Tempo/Eko Siswono Toyudho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Buron kasus e-KTP, Paulus Tannos, kini menjadi tahanan Biro Investigasi Praktik Korupsi Singapura (CPIB).

  • Sebelum berstatus tersangka, dia bersama istri dan dua anaknya sudah tidak tinggal di Indonesia.

  • Ia pernah menjadi buron pada 2012 atas laporan anak Tomy Winata, Andi Winata, dalam kasus penggelapan.

FOTO laki-laki berambut putih dan kepala sedikit botak itu terpampang di laman daftar pencarian orang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia adalah Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, Direktur PT Sandipala Arthaputra sekaligus buron kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri periode 2011-2013.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baru-baru ini terungkap bahwa Biro Investigasi Praktik Korupsi Singapura (CPIB) menangkap Paulus Tannos. Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan hal tersebut berkat koordinasi antara KPK dan lembaga antirasuah Singapura itu melalui Divisi Hubungan Internasional Kepolisian Republik Indonesia. "Surat-menyurat dengan CPIB Singapura dilakukan sejak Desember," kata Setyo kepada Tempo, Sabtu, 25 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setyo menyebutkan pengajuan surat permohonan penahanan sementara (provisional arrest request/PAR) ke otoritas Singapura menjadi dasar penangkapan. Kendati demikian, jenderal polisi bintang tiga ini belum bisa memastikan kapan Paulus Tannos akan diekstradisi ke Indonesia. Menurut informasi dari seorang pejabat yang mengetahui kasus ini kepada Tempo, Paulus Tannos baru bisa diekstradisi ke Indonesia setelah 45 hari. Adapun penangkapan Tannos dilakukan pada 17 Januari 2025. 

Paulus resmi menyandang status tersangka KPK pada 13 Agustus 2019. Selain Paulus, eks anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Miryam S. Haryani; Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya; dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi juga ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal yang sama. "Keempatnya disangka memperkaya diri sendiri dan orang lain secara bersama-sama," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Jakarta, pada 13 Agustus 2019.

Saut mengatakan penetapan ini merupakan hasil pengembangan perkara dari sejumlah tersangka sebelumnya. Sejak 2014, KPK telah menetapkan delapan tersangka dari kalangan politikus, pemerintah, dan pengusaha swasta. Adapun Paulus dan Isnu diduga terlibat dalam rekayasa tender proyek e-KTP. Keduanya juga diduga menyepakati fee sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian jatah yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri.

Paulus Tannos ditetapkan sebagai buron KPK pada 19 Oktober 2021. Sebelum berstatus tersangka dan masuk dalam daftar pencarian orang, dia ternyata sudah tidak tinggal di Indonesia. Bersama istri dan kedua anaknya, Paulus memilih tinggal di Singapura.
 
Paulus masuk daftar pencarian orang Interpol sejak Juni 2012 akibat tuduhan penggelapan. Ini membuatnya sulit bergerak. Dia pun mesti pindah dari satu apartemen ke apartemen lain. "Sekarang saya mesti waspada," katanya saat ditemui Tempo di Hotel Intercontinental, Middle Road, Bugis Junction, Singapura, pada akhir Juli 2012.

Saat itu, Paulus semestinya di Indonesia untuk mengelola PT Sandipala Arthaputra yang mendapat berkah megaproyek pengadaan e-KTP. Perusahaan itu adalah pencetak surat berpengaman khusus yang kebagian proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri. Sandipala, bersama empat perusahaan lain, tergabung dalam konsorsium PNRI mengerjakan pembuatan 172 juta kartu tanda penduduk elektronik senilai Rp 5,8 triliun. "Sekarang saya malah jadi buron," ujarnya sambil menyeruput Diet Coke. 

Paulus tak pernah mengira bisnisnya dengan Andi Winata, putra taipan Tomy Winata, bakal memancing sengketa. Demikian juga kongsi dengan Jack Budiman, yang disebut-sebut dekat dengan kelompok usaha Artha Graha. Dua orang itulah yang melaporkan Paulus ke Badan Reserse Kriminal Polri dan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. Bersama putrinya, Catherine Tannos, ia dituduh menipu dan menggelapkan dana pada Maret serta April 2012. Bapak dan anak itu lalu ditetapkan sebagai tersangka serta menjadi buron Interpol sejak 6 Juni 2012. 

Mulanya, Paulus berkenalan dengan Jack Budiman secara kebetulan pada September 2011. Mereka sama-sama tinggal di apartemen mewah Ritz-Carlton, kawasan pusat bisnis Sudirman, Jakarta Selatan. Menurut Paulus, Jack saat itu sedang bersaing menjadi ketua perhimpunan penghuni.

Mengetahui Jack dekat dengan Tomy Winata, Paulus minta tolong dibantu memperoleh kredit dari PT Bank Artha Graha. Saat itu, konsorsium PNRI kelabakan mencari bank yang bersedia memberi jaminan untuk pencairan uang muka proyek KTP elektronik. Ramainya pemberitaan soal e-KTP, kata dia, membuat banyak bank menutup pintu.

Dengan bantuan Jack, Paulus beberapa kali bertemu dengan petinggi Bank Artha Graha untuk mengurus terbitnya bank guarantee. Akhirnya, Bank Artha Graha bersedia menerbitkan bank guarantee senilai Rp 700 miliar dengan bunga provisi 7 persen. Belakangan, kesepakatan bisnis ini gagal karena konsorsium menolak permintaan petinggi Artha Graha agar uang tidak dicairkan.

Konsorsium mundur, tapi Sandipala jalan terus. Paulus tetap menikmati kucuran kredit dari Artha Graha senilai Rp 200 miliar lewat PT Mega Lestari Unggul, perusahaan milik Jack. Paulus tercatat sebagai direktur utama sekaligus pemegang saham perusahaan itu.

Selain mengurus kredit bank, Paulus ternyata menjajaki kongsi dagang lain dengan kubu Artha Graha. Dia berencana membeli keping ST-Micro dari Andi Winata untuk proyek e-KTP. Lewat perusahaannya, Oxel System Ltd, Andi merupakan agen tunggal keping merek itu di Indonesia. Menurut Paulus, Jack-lah yang selalu mendorongnya membeli keping ST-Micro. "Pertemuan pertama kali dengan Andi terjadi di kediaman Jack di Pacific Place," katanya.

Namun Jack Budiman membantah keterangan Paulus. Menurut dia, Paulus-lah yang minta dikenalkan dengan Andi untuk rencana pembelian keping ST-Micro. "Pada awalnya Andi tidak mau melayani," ujarnya. "Namun Paulus terus mendesak."

Ia juga membantah kabar yang menyebutnya sebagai orang dekat Tomy dan Andi Winata. "Saya hanya kenal mereka sebagai sama-sama pengusaha," kata Jack.

Setelah sejumlah pertemuan dengan Andi, disepakati Sandipala akan membeli 100 juta keping dengan harga satuan US$ 0,6. Paulus mengirim order penawaran kepada Oxel. Pada tahap pertama disepakati pembelian 10 juta keping. Uang muka yang mesti dibayar seperlimanya, yaitu US$ 1,2 juta. Namun transaksi ini berantakan. Keping ST-Micro tidak bisa digunakan di KTP elektronik karena berbeda sistem dengan yang dipakai Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri. "Permintaan agar ST-Micro mengirim teknisi tidak pernah digubris," ujar Paulus.

Seorang pejabat Kementerian Dalam Negeri mengatakan Paulus pernah mengutus orang dan minta diperbolehkan mengganti sistem yang dipakai dalam proyek e-KTP. "Namun itu ditolak karena bisa mengganggu proyek secara keseluruhan," katanya.

Kongsi dagang Paulus dan Andi mulai memantik sengketa. Oxel tetap memaksa Sandipala membeli 100 juta keping. Sebaliknya, Paulus menolak melanjutkan transaksi sampai ada kepastian bahwa keping bisa digunakan.

Paulus berujar, Tomy Winata pernah turun tangan mendamaikan mereka. Pertemuan khusus digelar di Hotel Conrad Hong Kong pada 4 Februari 2012. Tomy mempertemukan Paulus, Andi, dan Jack Budiman. Kala itu, muncul usul penurun­an jumlah pesanan menjadi 80 juta unit dengan harga US$ 0,55 per unit. Pertemuan ini gagal. Jack Budiman membenarkan soal pertemuan itu, tapi menolak menjelaskan materinya. "Itu rapat rahasia," ujarnya.

Tak kunjung ada kata sepakat, Oxel lewat kantor hukum Tread’s & Associate melayangkan somasi pada 27 Februari 2011. Isinya, Sandipala diberi waktu dua hari untuk merealisasi pembelian 100 juta unit keping. Hingga tenggat somasi lewat, Paulus tetap berkukuh.

Kubu Andi Winata mewujudkan ancamannya. Pada 29 Februari 2011, melalui Desrizal, Kubu Andi Winata melaporkan Paulus dan Catherine Tannos ke Direktorat Tindak Pidana Umum Polri atas tuduhan penggelapan dan penipuan. Beberapa pekan kemudian, Paulus yang tak kunjung datang memenuhi panggilan, langsung ditetapkan sebagai tersangka.

Tak mau ketinggalan, Jack Budiman juga melaporkan Paulus ke Unit Harta dan Benda Direktorat Pidana Umum Polda Metro Jaya. Tuduhannya sama, Paulus menipu dan menggelapkan dana pada 13 April 2012. Selang beberapa pekan, Paulus, yang telah berada di Singapura, kembali ditetapkan sebagai tersangka.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Setri Yasra dan Mutia Yuantisya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

 

Amelia Rahima Sari

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus