Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Richard Eliezer dan Dark Number: Anatomi Kasus Para Preman Ditembak Petrus Saat Orde Baru

Jika Richard Eliezer tak ada, kata Mahfud MD, pembunuhan Brigadir J akan menjadi dark number. Salah satu dark number di Indonesia adalah kasus Petrus.

16 Februari 2023 | 17.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Foto korban Petrus (Penembakan Misterius) yang ditampilkan dalam pameran memperingati Hari Penghilangan Paksa Internasional di Kantor KONTRAS, Jakarta (31/8). Pameran ini berlangsung hingga 2 September 2013. TEMPO/Dhemas Reviyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Richard Eliezer atau Bharada E disebut Mahfud MD berjasa membongkar skenario Ferdy Sambo. Menurut Menkopolhukam ini, pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat bakal menjadi dark number jika tidak ada Bharada E.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kalau tidak ada Richard, kasus ini akan tertutup, akan menjadi seperti dark number, kasus yang gelap, tidak bisa dibuka,” kata Mahfud saat ditemui di kawasan Jakarta Timur, Senin, 13 Februari 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dark number merupakan jumlah kejahatan yang tak terungkap. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh S Supriyanta dalam jurnalnya, Perkembangan Kejahatan dan Peradilan Pidana. Menurutnya, proses peradilan pidana secara normal mulai beroperasi hanya ketika kejahatan telah dilaporkan kepada polisi.

“Dalam banyak kasus ketika kejahatan terjadi, aparat peradilan pidana tidak merespons secara keseluruhan,” ungkapnya.

Salah satu dark number di Indonesia yang sampai saat ini terpopuler dan berkabut misteri adalah kasus-kasus Penembakan Misterius yang kerap disingkat Petrus.

Ini merupakan peristiwa kelam yang terjadi di era Orde Baru. Orang-orang yang dituduh sebagai preman atau gabungan anak liar, disingkat Gali, ditembak maupun dibunuh secara misterius.

Petrus diperkirakan berawal pada 1983 di berbagai daerah di Yogyakarta. Orang-orang yang dicurigai sebagai Gali dan preman ditemukan tewas di pinggir jalan. Para korban Petrus umumnya dibiarkan tergeletak di tengah jalan atau di bawah jembatan.

Sehingga publik dapat menyaksikan sendiri kejamnya peristiwa ini. Selain dibiarkan tergeletak, beberapa korban lainnya bahkan disembunyikan dan tidak diketahui rimbanya.

Siapa dalang di balik Petrus ini?

Presiden ke-2 Indonesia Soeharto dalam buku otobiografinya Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya menyebut Petrus merupakan metode efektif membasmi kejahatan. Membunuh dan meninggalkan korban di tempat umum merupakan tindakan yang disengaja. Supaya efek jera itu sampai kepada masyarakat. Soeharto mengklaim efek jera akibat Petrus terasa lebih nyata daripada hukum yang berlaku.

David Bourchier dalam Crime, Law, and State Authority in Indonesia mengungkapkan, pelaku pembunuhan bertindak dalam konteks melaksanakan perintah. Mereka dikoordinasi oleh Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) saat itu, yang juga berada di bawah komando Presiden. Selain pelaku yang memiliki kewenangan, ditemukan pula bukti adanya pelaku individu yang bertindak secara aktif dan disebut sebagai “operator”.

Hal tersebut diperkuat dengan bukti-bukti yang ada di lapangan. Misalnya, pada tali tambang dan kayu yang digunakan untuk mencekik korban. Menurut Yosep Adi Prasetyo, alat untuk eksekusi tampak sudah dipersiapkan sebelumnya. Kayu pegangan dipotong dengan halus dan bahkan diserut. Sedangkan jenis ikatan clove-hitch pada tali menunjukkan pelaku orang terlatih dan mengerti tali-temali.

Pola pencekikan dengan tali muncul setelah Menteri Luar Negeri Belanda Van Den Broek menanyakan mengapa banyak orang yang ditemukan meninggal dengan luka tembakan. Setelah dibombardir protes, teknik pembunuhan pun berubah dari penembakan menjadi pencekikan dan berbagai cara penghilangan orang.

Dilansir dari repositori.unsil.ac.id, Petrus hadir dari maraknya tindak kejahatan atau kriminalitas di kawasan pinggiran kota besar dan sudut-sudut kota kecil di Indonesia. Para gali yang kerap melakukan pemerasan dan perampokan sehingga meresahkan masyarakat. Namun, David Bourchier menyebutkan munculnya preman dan Gali merupakan kesalahan rezim Orba itu sendiri.

Dia menyebut sistem ekonomi dan tata kelola finansial yang buruk membuat rezim Orba terjebak dalam krisis ekonomi. Akibatnya, banyak masyarakat terjebak dalam kemiskinan. Kemudian membuat mereka melihat bahwa kejahatan merupakan jalan satu-satunya untuk keluar—atau sekadar bertahan—di tengah gempuran kemiskinan.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus