Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Robin Hood dari Setiabudi

Korban penipuan ini kebanyakan orang kaya. Pelakunya dikenal dermawan.

2 Agustus 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIADA tampang kriminal pada Kemal Rafli. Lelaki 33 tahun ini malah dikenal sebagai seorang dermawan oleh para tetangganya. Dia kerap memberikan duit dan pekerjaan kepada warga sekitar Pasar Manggis, Setiabudi, Jakarta Selatan. Sebagai orang yang "kaya", hobinya pun cukup "wah": mengoleksi sejumlah mobil mewah dan motor besar. Hanya, sudah dua pekan Kemal harus meninggalkan kegemarannya mengendarai motor gede. Sejak pertengahan Juli lalu, ia mendekam di tahanan Kepolisian Resor Jakarta Selatan gara-gara menanggung utang Rp 140 miliar kepada sekitar 20 investor. Kemal menyerahkan diri setelah mengaku tidak kuat membayar utangnya. Polisi lalu menahannya dengan tuduhan melakukan penipuan. Dimasukkannya Kemal ke sel polisi kontan membuat orang yang menanam duit padanya kaget. "Seharusnya dia bayar dulu utangnya. Urusan di polisi belakangan," kata Renita (bukan nama sebenarnya), seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Cempaka Putih, Jakarta. Ia mengaku telah menaruh duit Rp 6 miliar ke PT Mekar Sari, perusahaan Kemal. Duit yang disetor ke kantong Kemal memang tak sedikit. Mereka umumnya menanam dana Rp 5 miliar sampai Rp 35 miliar. Semula para investor diberi janji keuntungan 8-10 persen per bulan, tapi tidak dipenuhi. Duit mereka pun belum dikembalikan. "Beberapa kali saya tagih, dia selalu berdalih order dari PT Krakatau Steel belum dibayar," ujar Ahmad (bukan nama sebenarnya), salah seorang korban. Dia mengaku telah berinvestasi Rp 5,5 miliar. Nama PT Krakatau Steel itulah yang dijadikan jimat untuk menyihir para investor. Kemal mengaku mendapat proyek pengadaan barang dari perusahaan yang berada di Banten tersebut. Tak lupa, ke mana-mana ia membawa surat perintah kerja berkop PT Krakatau Steel. Dengan alasan kurang modal, Kemal menawarkan kepada sejumlah orang untuk menanam duitnya. Karena tergiur keuntungan yang tinggi, mereka pun mengucurkan modal. Bukan hanya Ahmad dan Renita yang tersihir. Sejumlah orang dari berbagai latar belakang, mulai pengusaha, karyawan, anggota DPR, pejabat pemerintah, sampai istri perwira polisi, tergiur bujukan Kemal. Mula-mula para investor selalu mendapat keuntungan dari Kemal, tapi lama-lama menjadi seret. Renita mengaku sudah tidak mendapat kiriman keuntungan sejak April tahun lalu. Rupanya belakangan terbongkar bahwa Kemal tidak ada sangkut-pautnya dengan PT Krakatau Steel. Setidaknya inilah yang diungkapkan oleh Alfauzi Salam, manajer hubungan masyarakat perusahaan baja tersebut. "Kami tak pernah memberikan order ke dia," katanya. Dia menduga Kemal "meminjam" nama Ketua Tim Go Public PT Krakatau Steel, Irfan Kamal, untuk memperdaya para korban. "Soalnya, namanya mirip," ujar Alfauzi. Kepada TEMPO, Kemal tetap mengaku dirinya memang mendapat order dari PT Krakatau Steel pada 2001 untuk mengadakan berbagai jenis barang. "Orang yang menawarkan tidak usah saya sebut," ujarnya. Agar persoalan tersebut menjadi jelas, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Selatan, Komisaris Polisi Kusdiantoro, akan memanggil pejabat PT Krakatau Steel. Sejauh ini, polisi juga telah menyita enam buah motor gede dan enam mobil mewah milik Kemal. Sejumlah investor yang menjadi korban pun sudah dimintai keterangan. Kemal sendiri tak pernah kesepian di tahanan. Dia selalu dibesuk oleh puluhan warga Setiabudi secara bergantian. Sambil menangis, para pembesuk mencium tangan Kemal. Kepada TEMPO, mereka tak habis-habisnya menceritakan kebaikan Kemal. "Di mata saya, dia tidak ada cacatnya," ujar seorang pembesuk. Boleh jadi Kemal mirip Robin Hood. Dia baik kepada orang miskin, tapi jahat kepada orang kaya. Toh, ia berjanji akan mengembalikan utangnya. "Utang itu pantang dibawa mati. Saya akan membayarnya. Saya tidak akan mencari kambing hitam," ujarnya. Persoalannya, aset yang dimilikinya belum tentu cukup untuk membayar utangnya. Jangan heran, seorang perempuan setengah baya yang menjadi korbannya tetap cemas, "Uang saya kembali enggak, ya?" Eni Saeni

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus