Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Romo menjawab

Wawancara tempo dengan muhammad siradjudin, mengenai pengakuannya membunuh dice budimulyono dan endang sukitri, perampokan museum nasional, mendekam di lp pontianak.

7 Maret 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUJAN pagi mengguyur Jakarta. Moebanoe Moera, sejak pukul 07.30, siaga di sekitar ruang tahanan Polda Metro Jaya. Ia basah kuyup. Sampai satu jam kemudian, belum ada tanda-tanda kapan Pak De digiring keluar. Wartawan TEMPO itu mendengar, setengah jam lewat Romo sudah diboyong ke Bogor. Apa lagi ditunggu? Ia mesti ngebut ke Pengadilan Negeri Bogor. Tiba di sana, sudah pukul 10.00. Ya, belum terlambat. Siradjudin, pukul 10.15, sedang dibawa ke ruang sidang. Romo alias Pak De bersetelan safari cokelat muda, sewarna dengan sepatunya. Senin, 2 Maret itu, dia tak lagi bersandal seperti dalam sidang pertama Rabu pekan silam. Peci hitam bertengger di kepalanya yang belum dicukur itu. Dikepit pengawal di kiri-kanannya, ia melangkah cepat. Kepalanya menunduk. Apa betul Romo memang mengaku membunuh Dice dan Endang? He-eh. (Menoleh sekejap) Romo dibayar untuk mengaku? Apa? (Kaget). (Lebih keras) Romo dibayar? Tidak (Tegas dan menggeleng) Interviu dilanjutkan saat sidang kedua ditunda satu jam, menunggu pertimbangan Majelis Hakim, apa eksepsi tim pembela diterima atau ditolak. Interviu di balik sela-sela jendela nako, di ruang tunggu. Pak De tenang. Ia usai menyantap mi. Mengapa Romo mengaku membunuh Dice dan Endang? (Suaranya yang bariton, jelas) Nah, sebaiknya pers sabar dulu. Jangan terus memuat, apa memang betul saya pembunuh Dice? Itu belum positif: Yang benar bagaimana? Itu semuanya sudah di tangan hakim. Jadi, Romo positif bukan pembunuh mereka? Tunggu saja putusan Hakim. Artinya, sebelum ada putusan itu, belum positif, dong. Romo pernah dihukum dan dipenjarakan di Kalisosok? Yang di Kalisosok itu, tidak benar. Di Cipinang? itu benar. Di Cipinang saya dihukum tujuh tahun. Merampok Museum Nasional bersama Kusni Kasdut? Saya tak pernah menodong dan merampok. Dan saya tidak kenal Kusni. Tapi semua hanya gara-gara satu setel baju hasil rampokan dari Srivishnu Tailor. Saya kena. Padahal, yang merampok Srivishnu adalah Endang Sukandi dan Ali Effendi. Itu tahun 1966. Sialnya, si Ali mati (tak di jelaskan mati karena apa). Tapi hakim yakin, katanya, saya ikut merampok (Pak De sebentar menghela napas). Di Cipinang, cuma lima bulan. Setelah itu, saya dikirim ke Kalimantan Barat memimpin sekitar 50 napi. Di sana, janjinya untuk membangun jalan di tepi Sungai Sambas. (Dengan suara bergairah) api setelah itu, masuk penjara lagi, di Singkawang. Mereka protes dan memanggil-manggil nama saya. "Siraj, Siraj, Sraj. "Saya diutus menenangkan mereka. Akhirnya bisa kerja sama dengan salah satu pemegang konsesi hutan di sana. Para napi lalu dipekerjakan sebagai penebang kayu. Berulang-ulang Romo membantah, apa dia dibayar untuk mengaku sebagai pembunuh. "Tidak. Tidak. Kalau saya dibayar, mana ... ?" katanya tegas. Lalu dia mengesek-gesekkan ibu jari kanan ke jari telunjuknya. B.S.H.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus