KERIRIBUTAN profesi advokat akhirnya menjadi urusan semua orang. Tak hanya Menteri Kehakiman Ismail Saleh yang sibuk, tapi juga Menteri Dalam Negeri Rudini dan anggota kabinet yang lain. Bahkan pada Jumat pekan lalu -- setelah sempat tertunda -- terjadi pertemuan tetutup antara Ismail Saleh, sebagai pembina teknis organisasi advokat, dan, Rudini, seba-ai pembina ormas, khusus membicarakan soal tersebut. Selain menerima kedua kubu, Menteri Rudini Senin pekan lalu menyatakan, sebaiknya kedua wadah yang gontok-gontokan itu (Ikadin dan AAI) bersatu melalui musyawarah untuk mufakat. "Saya optimistis hal itu masih bisa dilakukan," kata Rudini selaku pembina umum ormas. Caranya? Menurut Menteri Moerdiono, bagaimanapun, persoalan Ikadin-AAI itu tergantung kedua organisasi itu. "Apakah mereka bisa berorganisasi atau tidak, biar saja nanti masyarakat yang menilainya," kata Moerdiono. Yang penting, kata Pangab Jenderal Try Sutrisno, "Jiwanya tetap satu. Jangan kalau nggak cocok lantas bikin organisasi lagi. Lama-lama bubar negara ini." Lain lagi tanggapan Menko Polkam Sudomo. Sebelum sidang terbatas bidang Ekuin di Bina Graha, Rabu pekan lalu, Sudomo tegas-tegas menyatakan, bagaimanapun pemerintah tetap mengakui Ikadin sebagai satu-satunya organisasi advokat yang sah dan terdaftar di Depdagri. "Organisasi tandingan itu tidak diperkenankan. Kami akan memberi tahu pemda-pemda agar tak melayani yang tandingan," kata Sudomo, yang membawa masalah Ikadin itu ke Rakor Polkam. Berbeda dengan para pejabat di atas, Ketua Mahkamah Agung Ali Said, yang mengaku sedih, kecewa, dan malu dengan kericuhan Ikadin, enggan berkomentar panjang. "Saya ingin membantu terciptanya cooling off saat ini. Setiap selesai salat, saya selalu berdoa supaya masing-masing diberi petunjuk-Nya dan bisa sama-sama bersikap dewasa," kata petinggi hukum ini, yang bersama Ismail Saleh membidani lahirnya Ikadin pada 10 November 1985 itu, kepada Nunik Iswardhani dari TEMPO. Toh, menurut seorang pejabat, segala kericuhan Ikadin tak lain gara-gara campur tangan Ismail yang keliru. Dengan kata lain, Ismail membuat pola campur tangan yang terhitung sudah ketinggalan -aman dalam percaturan ormas. "Mestinya, ya, tidak dengan cara memaksakan kehendak," ucap pejabat itu. Yang menarik, Ismail Saleh sendiri tampaknya kini lebih bersikap "tutup mulut". Dan yang cukup mengejutkan, sikapnya terhadap AAI pun tak "sehebat" sebelumnya. Padahal, sehari setelah munas, pada 28 Juli, ia terang-terangan merestui berdirinya Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), yang dibentuk kubu Gani Djemat -- Yan Apul setelah walk out dari munas. Ketika itu, Ismail juga menyatakan bahwa Ikadin tak bisa lagi dipertahankan sebagai wadah tunggal. Bahkan munas itu, yang menghasilkan terpilihnya kembali Harjono Tjitrosoebono sebagai Ketua Umum Ikadin, divonisnya tidak sah. "Karena tak sesuai dengan anggaran dasar (AD) Ikadin," tutur Gani Djemat. Ternyata, sejak akhir pekan lalu Ismail berubah. Misalnya dalam wawancara dengan RCTI, yang disiarkan pada Jumat malam pekan lalu, lewat acara "Fokus Kita". Menurut Ismail, AAI sebetulnya spontanitas dibentuk kubu Gani -- Yan Apul. "Mereka minta ketemu saya. Bukan saya yang memanggil," ujar Ismail. "Sampai sejauh mana AAI akan mendapatkan pengakuan, saya kira terlalu pagi untuk dikatakan," tambahnya. Sebenarnya, ujar Ismail lagi, sejak semula Ikadin itu diharapkan menjadi wadah tunggal advokat. "Tapi itu kan tidak mudah. Perlu waktu dan proses semacam perekayasaan," katanya. Sebab itu, ia akan menerima pengurus Ikadin. Tapi anehnya, pada Kamis pekan lalu, Ismail membatalkan rencana pertemuannya dengan pengurus Ikadin. Para anggota pengurus Ikadin, yang telanjur datang ke Departemen Kehakiman, cuma ditemui Dirjen Peradilan Umum, Zakir. Itu pun dalam kualitas mereka selaku advokat, bukan sebagai pengurus Ikadin. Sebaliknya Dirjen Sospol Depdagri, Hari Sugiman, pada Senin pekan ini menerima Harjono, R.O. Tambunan, Djohan Djauhary, dan Sudjono sebagai pengurus Ikadin. Sementara itu, AAI (Gani Djemat, Yan Apul, Hakim Simamora, dan Ali Abba-.) diterima selaku anggota Ikadin yang ikut munas. Menteri Rudini membantah anggapan bahwa kubu Gani datang selaku personel AAI. "Siapa yang sudah mengakui AAI? Wong, terdaftar saja belum, bagaimana bisa mengakui?" ujar Rudini kepada wartawan TEMPO Bambang Sujatmoko. Kedua kubu diterima dalam waktu yang berbeda sehingga tak berpapasan alias tak sempat "bermunas luar biasa" di gedung Depdagri. Menurut Hari Sugiman, kedua kubu diundang untuk menjelaskan kronologi dan proses penyelenggaraan munas yang menghebohkan itu. Tapi Rudhy A. Lontoh, dari kubu Gani, menganggap pertemuan Hari Sugiman itu merupakan jalan awal diakuinya AAI. Buktinya, kata dhy, pihaknya diminta Depdagri agar melengkapi persyaratan sebagai organisasi profesi. Soal Ikadin atau AAI yang bakal menjadi wadah tunggal, "silakan pilih. Tapi kami percaya AAI yang dipilih. Sebab, kami sejalan dengan Pancasila dan pembangunan," kata Rudhy dan Yan Apul. Begitupun, Yan Apul mengaku sempat mengusulkan kepada Depdagri agar Ikadin melakukan munas kembali -- munas luar biasa. "Dengan cara one man one vote, kita tanding ulang," ucap Yan. Keruan saja, pernyataan itu dianggap berlebihan oleh kelompok Harjono. "Mereka minta munas lagi, maksudnya apa? Munas sudah selesai dan hasilnya sah," kata Djohan Djauhary. Rekannya, R.O. Tambunan, menilai usul munas ulang itu sekadar taktik kubu Gani saja, setelah pemerintah menyatakan hanya Ikadinlah wadah tunggal advokat. "Saya kira, jalan terbaiknya, mereka kembali ke Ikadin. Tapi harus bisa menunjukkan loyalitas kepada Ikadin sebagai wadah tunggal, dan tunduk pada pimpinan yang terpilih di munas," kata R.O. Tambunan. Happy S., Linda Djalil, KI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini