Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung mengungkapkan barang bukti yang mereka temukan usai menggeledah kediaman pengusaha minyak dan gas Muhammad Riza Chalid pada Selasa, 25 Februari 2025. Penggeledahan ini setelah anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza, terseret kasus dugaan korupsi tata niaga minyak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Harli Siregar mengatakan, kediaman Riza yang digeledah salah satunya di Jalan Jenggala II, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dia menuturkan, rumah tersebut dijadikan sebagai kantor. "Ada uang tunai Rp 833 juta dan dalam bentuk US$ itu 1.500," ujar Harli kepada awak media di Kejagung, Jakarta Selatan pada Rabu, 26 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Uang valuta asing itu setara dengan Rp 24.577.500 atau Rp 24,57 juta. Ini berdasarkan asumsi nilai tukar US$ 1 sama dengan Rp16.390. Apabila dijumlahkan, uang tunai yang ditemukan penyidik adalah Rp 857.577.500 atau Rp 857,57 juta.
Selain itu, penyidik menemukan 34 ordner (map besar untuk menyimpan dokumen). Di dalamnya, kata Harli, ada berbagai berkas mengenai korporasi yang bertalian dengan kegiatan impor minyak mentah. Termasuk shipping atau pengiriman. "Kemudian ada 89 bundel dokumen dan juga dua CPU (central processing unit)," kata Harli.
Penyidik juga menggeledah kediaman Riza Chalid di di Plaza Asia Lantai 20 Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan pada Selasa, 25 Februari 2025. Hasilnya, ditemukan empat kardus berisi surat-surat atau dokumen berhubungan dengan perkara ini.
Dalam perkara ini, anak Riza Chalid bernama Muhammad Kerry Andrianto Riza ditetapkan sebagai tersangka korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) periode 2018-2023. Kerry ditetapkan sebagai tersangka pada Senin malam, 24 Februari 2025. Selain dia, penyidik menetapkan enam tersangka lainnya.
Penyidik menduga ada kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun dalam kasus ini. Korupsi ini merupakan kongkalikong antara PT Pertamina dengan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) periode 2018-2023.
Kerry merupakan salah satu broker dalam kasus ini, yang bermain dengan Sub Holding PT Pertamina sehingga negara merugi Rp 193,7 triliun. Ada tiga direktur Sub Holding PT Pertamina yang ditersangkakan. Mereka adalah Direktur Utama Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Sani Dinar Saifuddin, dan Direktur PT Pertamina Internasional Shipping Yoki Firnandi.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyebutkan, Kerry mendapat keuntungan dari mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh Direktur PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi. Yoki melakukan pengadaan impor dengan cara mark up yang menyebabkan negara mengeluarkan pembayaran 13 hingga 15 persen dari harga asli. Sebagai broker, Kerry mendulang keuntungan dari sana.
Ayah Kerry, Riza Chalid juga pernah menjadi sorotan publik karena tersandung kasus impor minyak Zatapi pada 2008. Kasus itu ditulis dalam laporan Tempo edisi 30 November 2015 berjudul Bisnis Bekas Broker Kapal. Dalam laporan itu disebutkan, Pertamina Energy Trading Limited (Petral) membeli minyak campuran yang diberi nama Zatapi melalui Global Resources Energy dan Gold Manor, dua perusahaan yang terafiliasi dengan Riza Chalid.
Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.