Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baharudin Mamasta, 51 tahun, menatap kosong dari balik jeruji tahanan. Mengenakan kaus oblong biru dan celana pendek hitam, matanya terlihat kuyu. ”Semalam saya enggak bisa tidur, nyamuknya banyak,” kata ayah empat anak itu, Kamis pekan lalu.
Pria asal Aceh itu menjadi tahanan polisi karena kedapatan membawa sabu-sabu seberat dua gram, Jumat dua pekan lalu. Di dalam mobil Suzuki Side Kick bernomor polisi B 2313 KQ yang ia kemudikan, juga ada seorang perempuan muda cantik bernama Mayasari. Di jok belakang duduk Dedy Prawira alias Michael, 29 tahun, teman kongkonya.
Polisi menghentikan mobil Baharudin persis di depan Hotel Red Top, Pecenongan, Jakarta Pusat. Sebelumnya petugas sudah menguntit mobil itu sejak di depan Hotel Arwana, Jalan Mangga Besar, Jakarta Barat. Di sana polisi melihat Baharudin membeli dua kantong sabu-sabu dari seorang pengendara motor.
Penangkapan Baharudin menimbulkan geger. Maklum, ia pejabat di Sekretariat Negara. Posisinya pun bukan sembarangan. Ia kini menjadi Kepala Biro Agama Sekretariat Wakil Presiden. Gelar haji menempel di depan namanya sejak 1996. ”Kita semua kaget,” kata seorang teman kantornya.
Dari balik terali besi, Baharudin berkukuh barang haram itu bukan miliknya. ”Saya bukan pemakai. Sabu-sabu itu punya Michael,” ujarnya. Ia kerap bertemu warga Kebun Jeruk Gang Masjid No. 46, Jakarta Barat, itu di sebuah kedai jus di depan supermarket Alfa Mart, Mangga Besar. ”Hampir tiap akhir pekan saya ke sana, karena jusnya enak,” ujarnya.
Sebelum ditangkap polisi, malam itu ia sedang menikmati jus jeruk sendirian. Tiba-tiba Michael menelepon. Tak lama kemudian, pria muda itu datang seorang diri. Setelah menikmati jus, Michael mengajak jalan-jalan. Di dalam mobil, tiba-tiba Michael berkata, ”Gimana kalau kita cari cewek Cina?” Baharudin menyerahkan uang Rp 800 ribu kepada Michael. Untuk apa? ”Untuk pegangan dia aja, karena dia bilang lagi enggak punya duit,” ujar alumni Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ini.
Di kawasan Mangga Besar, Michael menjemput Mayasari, 26 tahun. Mobil kembali melaju menembus malam. Di dekat Hotel Arwana, Michael menyuruh Baharudin menghentikan mobil. Tak lama kemudian seorang pengendara sepeda motor menghampiri mobilnya. ”Dia menyerahkan rokok Marlboro merah ke Michael,” katanya.
Setelah itu, mobil bergerak ke arah Jalan Pecenongan, Jakarta Pusat. Tiba-tiba dua mobil Kijang mengejar mobilnya. ”Saya tancap gas, karena curiga mereka perampok,” ujar Baharudin. Ia baru berhenti setelah dua mobil itu melintang persis di depan mobilnya.
Mereka digeledah. Baharudin diminta melepas celana panjangnya. Petugas lain menggeledah mobilnya. Seperempat jam kemudian polisi menemukan sabu-sabu dalam bungkus plastik kecil yang ditaruh dalam kemasan rokok Marlboro. Barang haram itu ditemukan di karpet mobil, dan satu paket lainnya ditemukan di jok belakang tempat Michael duduk.
”Kamu masih mau mungkir, ya? Ini buktinya,” kata polisi sambil memperlihatkan bungkusan kecil berisi serbuk putih. Baharudin sempat dipukuli karena tak mau mengaku. Ia akhirnya menjelaskan siapa dirinya.
Begitu tahu dirinya pejabat, polisi menawarkan jalan damai asal Baharudin mengakui sabu-sabu itu miliknya. Ia juga harus menyerahkan uang Rp 30 juta. Baharudin menolak tawaran itu. ”Masa, saya harus mengakui perbuatan yang tidak saya lakukan,” ujarnya.
Lantaran jalan damai tak tercapai, ketiganya digelandang ke kantor polisi Jakarta Barat. Usai diperiksa, keesokan harinya ia dijebloskan ke sel nomor 13. Di bilik berukuran 20 meter persegi itu ia tinggal bersama 14 tahanan lainnya. ”Saya heran, kok Michael dibebaskan, padahal dia yang punya barang itu,” ujarnya.
Baharudin yang sering berceramah agama itu mengaku tak pernah memakai obat terlarang. ”Jangankan sabu, minum alkohol pun saya enggak pernah,” ujarnya. Ia merasa diperdaya Michael. Sejak ia ditahan, Michael tak mau lagi menerima teleponnya. Padahal ia ingin Michael bersikap jantan dan mau mengakui sabu-sabu itu miliknya. ”Tulislah pengakuan dalam surat bersegel dan kasih ke polisi,” katanya.
Toh, petugas tetap menganggap Baharudin sebagai pemilik barang haram itu. Polisi juga sudah mengantongi nama bandar yang menjadi pemasok pejabat Sekretariat Negara itu. ”Dia sering beroperasi di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat,” kata Kepala Satuan Narkotik dan Obat Berbahaya Kepolisian Jakarta Barat, Komisaris Aswin Sipayung. Polisi menjerat Baharudin dengan Pasal 62 Undang-Undang Psikotropika. Ia terancam hukuman lima tahun penjara.
Nugroho Dewanto, Eni Saeni, Lis Yuliawati, Olivia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo