SELAMA enam tahun terakhir ini, nama Sumaryono lekat dengan dunia bulu tangkis. Sejak awal bergabung dengan Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI), pada 1994, ia sudah menjadi ketua harian. Posisi itu diraihnya karena kedekatannya dengan Ketua PBSI, Soerjadi, yang bekas Wakil Kepala Staf Angkatan Darat.
Sebagai ketua harian, pensiunan kolonel itu cepat akrab dengan para atlet. "Ia yang paling bisa momong anak-anak," ujar Leo Wiranata, Sekretaris Jenderal PBSI. Tak aneh bila kini segenap atlet memprihatinkan nasib Sumaryono yang terlibat kasus uang palsu itu.
Keprihatinan senada tersirat pada wajah polisi di Surabaya yang memeriksa Sumaryono, tapi untuk alasan berbeda. Soalnya, "Ia seperti batu. Setiap kali ditanya, jawabannya pasti tidak atau tidak tahu," kata seorang penyidik.
Sumaryono memang dikenal sebagai sosok yang tenang. Lulusan Akademi Militer Nasional tahun 1965 itu tidak sedikit pun berkesan sangar atau garang. Dalam pesawat yang mengangkutnya pulang ke Indonesia seusai turnamen di Malaysia pekan lalu, ia juga terlihat kalem. Padahal, saat itu namanya sudah gencar disebut polisi.
Sikap tenang dan luwes bergaul tampaknya merupakan kunci sukses ayah tiga anak itu. Sewaktu memimpin Badan Pengelola Perparkiran Jakarta (1997-1999), Sumaryono pun berkesan akrab dengan anak buah di lembaga "basah" yang dananya sering bocor itu. Sebagai pengusaha, ia pun berhasil. Salah satu usahanya adalah kafe.
Itu sebabnya tuduhan berat yang ditimpakan kepada bekas Komandan Detasemen Polisi Militer Kodam Siliwangi itu mengundang tanda tanya dari orang-orang yang amat mengenalnya. Salah satu anak lelaki Sumaryono tak mempercayai tuduhan itu karena sang ayah selalu mengutamakan kejujuran.
Kalaupun terlibat kasus uang palsu, diperkirakan Sumaryono tak mungkin menjadi otaknya. Ini menurut seorang bekas koleganya di Pusat Polisi Milter (Puspom) ABRI. Katanya, paling banter Sumaryono berperan di lapis ketiga, atau ia hanya dimanfaatkan oleh tokoh lain karena keluasan pergaulannya.
Sumaryono sendiri bersikukuh menolak semua tudingan. "Belum ada bukti-bukti yang mendasari tuduhan keterlibatan saya," kata lelaki yang masih tegap pada usia 58 tahun itu. Sikap Sumaryono yang "membatu" itu tentu saja memacu rasa sebal di hati Slamet Harjo, seorang tersangka lain. Bagi Slamet, Sumaryono tidak kesatria. Dan Slamet gembira bila penyidik benar-benar hendak menguji keterangan Sumaryono dengan alat pendeteksi kebohongan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini