INDOVISION dirugikan, dan Indovision menggugat. Tapi upaya hukum perusahaan broadcast yang menggugat mitra bisnisnya, Star TV, ini mungkin akan menghadapi tanjakan berliku. Setelah PT Matahari Lintas Cakrawala (Malicak) selaku pemilik Indovision mendaftarkan gugatan terhadap Satellite Television Asian Region Limited?yang adalah pengelola Star TV di Hong Kong?17 Desember lalu, nah, pada sidang yang pertama ternyata pihak tergugat tidak muncul. Gugatan itu sendiri disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis pekan lalu.
Kuasa hukum PT Malicak, O.C. Kaligis, lantas memohon agar ketua majelis hakim Ny. Maulida memvonis verstek (tanpa kehadiran tergugat). Tak jelas, bagaimana reaksi majelis hakim. Yang pasti, Kaligis kemudian meminta pengadilan untuk memanggil kembali tergugat lewat iklan media cetak. Melalui gugatan ganti rugi sebesar US$ 60 juta tadi, Kaligis pun menuntut putusan provisi (pendahuluan) yang memerintahkan Star TV untuk tidak menunjuk mitra baru, alias mendepak Indovision.
Boleh jadi Indovision amat gusar dengan ulah Star TV. Mungkin juga pemilik Indovision merasa dipermalukan. Soalnya, pada 13 Desember lalu, mendadak 19 program tayangan Indovision yang dipasok Star TV menghilang dari layar televisi. Isi pogram tersebut beragam, dari tayangan film bioskop, film kartun anak-anak, pendidikan, musik, radio, sampai berita CNN, CNBC, dan BBC.
Kejadian itu tentu sangat mengecewakan sekitar 30 ribu pelanggan Indovision di Indonesia. Selain sudah membeli antena parabola dan dekoder untuk menikmati program Star TV, mereka juga telah membayar iuran bulanan sebesar Rp 199 ribu kepada Indovision.
Dan itu semua, menurut Presiden Direktur PT Malicak, Dicky Iskandar Dinata, tak lain gara-gara perbuatan Star TV. Perusahaan broadcast milik raja media Rupert Murdoch itu secara sepihak memutus hubungan bisnisnya dengan Indovision.
Padahal, Indovision dan Star TV terikat kontrak bisnis sejak 10 April 1997. Berdasar perjanjian itu, kata Dicky, Star TV sepakat untuk menggunakan satelit Cakrawarta I, milik PT Datakom Asia?induk usaha PT Malicak. Sambil menanti rampungnya satelit Cakrawarta I, digunakanlah satelit Palapa C-2 untuk program Star TV ke Indovision.
Pada 12 November 1998, Cakrawarta I, yang berharga US$ 260 juta dan jaringannya senilai US$ 25 juta, sudah bisa beroperasi. Namun Star TV tak mau beralih dari Palapa. Alasannya, Cakrawarta berisiko tinggi lantaran orbitnya lebih rendah dari Palapa dan tak punya cadangan. Selain itu, Star TV meragukan kemampuan teknis Indovision.
Belum usai perdebatan soal satelit, Star TV sudah mematikan program Indovision. Tak cuma itu, personel Star TV yang ditempatkan di Indovision juga mengkhianati usaha patungan tersebut dengan mencari investor lain untuk menggantikan posisi Indovision. Bahkan, "Mereka membawa kabur dokumen-dokumen kami," tutur Pejabat Hubungan Masyarakat PT Malicak, Eddi Elison.
Pengacara Star TV, T. Mulya Lubis, mengaku belum menerima panggilan sidang dan surat gugatan. Ia juga mengatakan bahwa gugatan Indovision tidak tepat. Sebab, sesuai dengan kontrak bisnisnya, sengketa harus diselesaikan melalui arbitrase (perwasitan) di Singapura. Nah, "Mau atau tidak PT Malicak menghormati perjanjian?" ujar Mulya menantang. Namun ia sendiri enggan mengomentari tudingan bahwa kliennyalah yang lebih dulu melanggar perjanjian karena memutuskan kontrak secara sepihak.
Yang jelas, O.C. Kaligis menganggap gugatan Indovision sudah tepat. "Menurut sebuah yurisprudensi, bila perbuatan hukumnya dan salah satu tergugatnya berada di Indonesia, gugatannya bisa disidangkan di Indonesia," katanya. Tergugat yang dimaksud adalah PT Senturi Dua Puluh Satu, perwakilan Star TV di sini. Dengan ini, terungkap bahwa kedua pihak yang bersengketa melandaskan sikapnya pada dasar hukum berbeda. Indovision berpedoman pada yurisprudensi, STAR TV berpegang pada kontrak bisnis.
Sementara itu, konsumen Indovision yang kehilangan tayangan Star TV kini bisa menikmati kembali 40 program serupa dari Indovision. Untuk itu, pelanggan tahunan diberi parabola pengganti secara gratis. Sedangkan pelanggan bulanan harus membeli parabola pengganti seharga Rp 626 ribu. Sampai pekan lalu, baru sekitar 70 pelanggan yang memperoleh parabola baru. Diperkirakan, pada akhir Februari ini semua pelanggan bisa mendapatkan penggantian tersebut.
Hp. S., Edy Budiyarso, dan Hendriko L. Wiremmer
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini